> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Seburuk Itu: Bagian 8
Bagian 8: Ketegangan yang Meledak
Dua hari terakhir adalah mimpi buruk. Rapat demi rapat berlangsung tanpa hasil yang memuaskan. Aku mencoba menyatukan ide-ide dari semua anggota tim, tapi semakin aku berusaha, semakin kacau semuanya.
Hari ini, kami berkumpul untuk latihan terakhir sebelum presentasi besar. Ketika aku tiba di ruang kelas yang dijadikan markas sementara, suasananya sudah panas. Renjiro dan Yuki saling beradu argumen, sementara Kenta duduk di sudut dengan wajah masam.
“Cukup!” seruku, mencoba menarik perhatian mereka. “Kita harus fokus. Acara tinggal besok.”
Renjiro melirikku dengan sinis. “Oh, fokus? Kau serius, Takumi? Kau bahkan tidak bisa memberikan arahan yang jelas.”
Aku mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak membalas. “Kita sudah punya konsep. Kita hanya perlu menyelesaikan detailnya.”
“Detail?” Yuki mendengus. “Kita bahkan belum sepakat siapa yang akan berbicara di bagian pembuka!”
“Ini karena kepemimpinanmu yang payah,” kata Renjiro, nadanya penuh emosi. “Sejak awal, aku tahu kau tidak bisa mengurus ini.”
...****************...
Aku mencoba menjelaskan ideku untuk pembukaan, berharap bisa menenangkan mereka. Tapi saat aku berbicara, sebuah fakta pahit tiba-tiba mencuat ke permukaan.
“Takumi,” kata Yuki sambil menatap kertas di tangannya. “Apa ini?”
Aku menatap kertas yang dipegangnya. Itu adalah salinan salah satu slide presentasi yang sudah kami buat. Tapi ada kesalahan besar. Salah satu tanggal sejarah penting tertulis dengan keliru.
“Ini... ini pasti salah cetak,” jawabku terbata-bata.
“Benarkah?” tanya Renjiro dengan nada sinis. “Atau kau hanya tidak peduli dengan detail?”
“Tidak, aku...” Aku mencoba membela diri, tapi suaraku tenggelam di tengah suara mereka yang semakin keras.
“Kau tidak bisa diandalkan, Takumi!” seru Renjiro. “Semua ini hanya buang-buang waktu!”
“Renjiro, tunggu!” Haruka akhirnya angkat bicara, mencoba meredakan situasi.
Tapi Renjiro tidak mau mendengar. “Aku sudah cukup. Kalau kau tidak bisa memperbaiki ini, lebih baik aku tidak ikut.”
Dia berdiri dan berjalan keluar ruangan, meninggalkan keheningan yang menyakitkan.
...****************...
Aku duduk di kursi dengan tubuh lemas, merasa seperti beban dunia jatuh di pundakku. Yuki dan Kenta memandangku dengan ekspresi kecewa, sementara Haruka tetap berdiri di sudut, matanya tajam.
“Aku tahu kau kecewa,” katanya akhirnya, nada suaranya tegas tapi tidak kasar. “Tapi duduk di sana dan merasa kasihan pada diri sendiri tidak akan menyelesaikan apa pun.”
Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Aku sudah mencoba. Aku benar-benar mencoba. Tapi semuanya selalu salah.”
Haruka mendekat, menatapku dari atas. “Kau pikir aku tidak pernah gagal? Kau pikir menjadi pemimpin itu mudah?”
Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
“Takumi,” katanya pelan, tapi penuh arti. “Gagal itu wajar. Yang tidak wajar adalah menyerah sebelum kau benar-benar mencoba.”
...****************...
Malam itu, aku menghabiskan waktu di kamar, mencoba memperbaiki semua kesalahan di slide presentasi. Aku heran mengapa aku bisa salah di sini. Padahal aku sudah memastikan semuanya sempurna kemarin. Pengalamanku saat kuliah tentu tidak mungkin mengkhianati diriku di saat-saat seperti ini. Aku mendengus lesu sambil menatap layar. Beberapa saat kemudian, ponselku berdering. Haruka mengirim pesan singkat melalui grup chat, memberikan beberapa saran yang sangat membantu.
Ketika aku akhirnya selesai, aku merasa sedikit lebih baik. Tapi bayangan wajah Renjiro yang penuh amarah terus menghantui pikiranku.
“AniGate,” panggilku dalam hati.
> “Ya, Rei?”
“Apakah aku benar-benar cocok untuk ini? Untuk menjadi pemimpin?”
> “Kepemimpinan tidak datang secara alami bagi semua orang. Itu adalah keterampilan yang dipelajari melalui pengalaman.”
“Tapi aku terus membuat kesalahan.”
> “Kesalahan adalah bagian dari pembelajaran. Kesuksesan sejati datang dari bagaimana Anda bangkit setelah jatuh.”
Aku menarik napas panjang, mencoba meyakinkan diriku bahwa AniGate benar.
...****************...
Ketika aku tiba di sekolah keesokan paginya, suasana tim sudah jauh lebih baik. Yuki dan Kenta tampak bekerja sama untuk menyelesaikan persiapan terakhir, sementara Haruka berbicara dengan beberapa anggota tim dari kelas lain.
Tapi Renjiro tidak ada di sana.
“Apa dia tidak akan datang?” tanyaku pada Haruka.
Dia mengangkat bahu. “Aku sudah mencoba menghubunginya, tapi dia tidak menjawab.”
Aku merasa dadaku semakin berat. Jika Renjiro benar-benar tidak datang, itu berarti kami kehilangan salah satu pembicara utama.
“Takumi-kun,” kata Haruka sambil menyentuh bahuku. “Kita bisa melakukannya tanpa dia. Percayalah.”
Aku menatapnya, mencoba mencari keberanian dalam tatapannya. “Baik,” kataku akhirnya. “Mari kita lakukan.”
aku mampir ya 😁