Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk fanbase sekolah
Udara pagi ini sedikit berangin, lengkungan langit sudah berkerudung hitam. Jalanan terasa lenggang kemungkinan karena Shiza berangkat sedikit pagi. Ia sengaja menurunkan kaca jendela merasakan tamparan angin di wajahnya. Senyum manis tertarik lebar menikmati udara pagi. Rambut panjang hitam lurusnya sesekali melambai ke wajah menutupi ruang pandangnya. Mobil hitam itu berhenti di lampu merah, Shiza tersentak di sampingnya sebuah motor sport warna hitam merah juga berhenti. Dengan percaya dirinya pengendara itu menoleh dan mengedipkan mata. Shiza menaikan alis karena bingung siapa orang ini. Merasa diperhatikan Papa Rajendra menoleh saat itu juga pengendara motor terkejut lalu menutup kaca helmnya. Tidak berani menoleh lagi. Shiza menaikan kaca jendela sambil terkekeh.
“Panik nggak ?”
“Papa udah ah.” Shiza masih tertawa lucu. “Dia kaget waktu papa noleh.”
“Enak aja wink sama anak gadis orang, mau papa colok matanya.” Papa Rajendra melajukan mobil kembali sambil melihat kaca spion sampingnya. Benar saja motor itu membuntuti dari belakang. “Dia teman kamu?”
“Mungkin satu kelas Pa, aku nggak banyak kenal selain teman di kelas.” Shiza menghentikan tawanya.
“Pasti tadi dia gugup.” Akhirnya tawa Papa Rajendra pecah juga mengingat reaksi pemuda itu tadi. “Sudah sampai, belajar yang benar.”
“Iya Papa.”
“Besok minggu, nanti malam dinner di luar.” Papa Rajendra membelai surai panjang putrinya.
“Oke papa hati-hati.” Satu kecupan mendarat di pipi cinta pertama Shiza itu. Ia mendaratkan kaki di atas aspal melambai tangan sampai mobil papanya menjauh. Shiza memutar tumit lalu melempar senyum kepada Chio yang bertugas. “Pagi Chio.”
“Pagi Shiza, oke boleh masuk.”
“Ryuga sudah datang ?” Shiza menghentikan langkahnya memutar sedikit tubuhnya.
“Sana, dia di belakang kamu dari tadi.”
Shiza mengangguk lalu membawa langkahnya ke arah parkiran. Ia bisa melihat Ryuga baru saja melepaskan helm. Iris mata Shiza fokus pada warna motor pemuda itu. Jadi, pengendara yang di isengin papanya tadi adalah Ryuga. “Ryu…”
“Ada apa cantik?” Ryuga merapikan helaian rambut dengan jari-jari panjangnya.
Pesona itu tidak dapat Shiza tampik begitu memukau. Belum lagi aksesoris yang melekat di pergelangan tangannya sungguh mempercantik punggung tangan Ryuga. Sesaat Shiza terperangkap dalam kekaguman, mengantarkan desiran dalam rongga dada yang tidak biasa. Bibir terkatup rapat dengan kelopak mata tidak berkedip seakan pemandangan indah itu akan menghilang bila terpejam.
Shiza mengutuk dirinya yang sempat membisu melupakan tujuan awal menemui pemuda itu. “Ryu, ini helm sama jaketnya aku kembaliin. Makasih ya udah pinjemin kemarin.”
Ryuga menghentikan pergerakan tangannya yang belum selesai dengan rambut. “Helm nya buat kamu aja, jaket nya sini.”
“Tapi aku nggak bisa naik motor jadi buat apa helm ?” Shiza menatap bingung karena yang diterima hanya paperbag nya.
Ryuga tersenyum mendekat satu langkah. “Helm ini berguna kalau nanti kita kencan.” Bisiknya perlahan.
Sekujur tubuh Shiza merinding karena suara Ryuga dan hembusan nafas pemuda itu sangat dekat dengannya. Belum lagi aroma parfum yang menguar dari tubuh pemuda itu seksi dan laki bercampur jadi satu. Shiza tidak bergerak karena salah sedikit saja, maka pipi mulusnya akan bertemu dengan bibir Ryuga.
“K—kamu terlalu dekat.”
Ryuga menarik tubuhnya lalu berdiri tegak. “Helm nya kamu simpan saja, nanti berguna kok. Jaketnya aja yang aku bawa.”
“Ah, gitu ya udah aku simpan aja dulu nanti kalau misalkan kamu butuh telpon aja aku.” Shiza sudah bisa menguasai diri.
“Oke, malam ini kamu ada acara?”
“Dinner sama papa dan mama.” Shiza mengimbangi langkah pemuda itu.
Ryuga mengangguk gurat wajahnya berubah sendu. Sesak menyusup ke dalam dada mengantarkan rasa sakit kasat mata. Pemuda itu menoleh pada Shiza, senyum tipis terlukis di bibirnya setelah menekan gejolak yang sempat menyerang. “Salam ya buat calon mama, papa mertua.”
“Kenapa nanya acara aku?” Shiza tidak menanggapi kalimat Ryuga sebelumnya. Ia bisa merasakan ada jeda setelah pemuda disampingnya itu menanyakan acaranya malam minggu nya.
“Ngajak kamu jalan lah, aku juga pengen kali ngerasain jalan sama cewek.”
Shiza menoleh dan tersenyum. “Nggak percaya deh, masa iya kamu nggak pernah jalan sama cewek.”
Ryuga terkekeh. “Pernah kok jalan sama cewek, jalan sama calon masa depan maksudnya yang belum pernah.”
Shiza hanya diam menanggapi, gombalan itu sudah sering ia dengar selama di sekolah baru. Mungkin itu salah satu candaan anak laki-laki disini. Mereka tidak menyadari jika foto kebersamaan jalan di koridor sudah tersebar di fanbase sekolah.
Ini beneran Ryuga sama Shiza.
Couple goals banget
Ah pengen kaya mereka.
Hati aku patah Shiza, kalau spek nya kaya Ryuga aku mundur.
Kalau mau jalan bareng Ryu harus cantik dulu ya.
Kapan aku disenyumin gitu Ryuga
Mau pindah planet nggak sanggup liat mereka.
Mereka berangkat bareng…
Jangan karam ya kapal ku
Yuk, kawal sampai jadian…
Aku kuat kok
Aysela menarik atensinya dari layar ponsel saat Shiza masuk ke dalam kelas. Semua mata mengarah padanya. Ada yang tersenyum, ada terlihat penasaran. Termasuk Dimas juga.
“Helmnya kenapa dibawa masuk.”
“Tadi mau ngembaliin sama Ryu tapi ditolak katanya disuruh simpan aja.” Shiza mendaratkan tubuhnya di kursi.
“Sudah buka fanbase sekolah.”
Shiza menggeleng lalu menurunkan helm dari atas meja ke bawah. “Aku belum lihat, ada apa memang, terus orang-orang pada liatin aku.”
“Nih.” Aysela memperlihatkan fanbase sekolah mereka. “Kamu sama Ryuga udah masuk base sekolah tadi pagi.”
Shiza mengambil ponsel itu lalu melihat gambar yang diambil dari beberapa sudut. Dari angle foto juga di tempat-tempat tertentu yang menghasilkan bidikan sempurna. “Ini…” Gadis itu kehabisan kata-kata melihat komentar di bawahnya.
“Sekarang fans fanatik Ryuga bakalan cari kamu, jadi mulai sekarang siapkan diri, oke !”
🌷🌷🌷🌷🌷
Di rumah sakit Candra juga melihat informasi apa yang masuk fanbase sekolah. Sudut bibirnya tertarik melihat foto Shiza dan Ryuga disana yang tampak serasi. Fanbase sekolah tidak hanya tentang Ryuga dan dua sahabatnya tapi banyak lagi informasi yang disampaikan disana. Candra diperbolehkan pulang hari ini karena sudah membaik.
“Kenapa senyum-senyum kaya gitu?” Ibu Niken bertanya sambil membereskan barang bawaan.
“Ini, Shiza masuk fanbase sekolah.” Candra menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari benda pipih di tangan.
“Shiza cantik ya.”
Candra mengangguk. “Iya cantik, di hari pertama sekolah saja sudah jadi perhatian.” Benda pintar segi empat itu diletakan di atas kasur. Manik mata Candra menatap ke arah sang malaikat tanpa sayap nya. “Ibu ingat nggak, anak cewek di pantai tempat tinggal kita dulu ?”
“Anak cewek ?” Ibu Niken berusaha untuk mengingat anak yang di maksud putranya. “Ibu lupa yang mana, banyak anak cewek disana.”
Candra menyandarkan tubuhnya di bantal sambil menunggu infusnya habis. “Dulu waktu aku SD ada anak cewek liburan sama keluarganya kesana. Cuma dua minggu kalau nggak salah waktu itu. Dia sering main di pantai sama aku. Nah, anak itu mirip sama Shiza, bu.”
“Teman pantai kamu itu ?”
“Iya, Bu.” Obsidian Candra berbinar ternyata sang ibu masih mengingatnya.
“Kalau memang dia, kok Shiza nggak ingat sama kamu?”
“Ya wajar Bu, semakin besar ‘kan. Ada perubahan wajah. Selama dua minggu itu juga kami nggak kenalan cuma ketemu terus main. Kalau manggil juga bukan nama tapi teman pantai.”
Ibu Niken terkekeh. “Infusnya sudah habis.”
“Sedikit lagi “ Candra melirik botol di ujung tiang besi.