Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 10 Aib
Happy reading 😘
"Fi --" Suara lembut dan usapan yang berlabuh di bahu memecah kaca lamun. Menyadarkan Nofiya yang tengah termenung.
"Fiya sayang, apa yang sedang kamu pikirkan?"
Nofiya mengulas senyum dan menggeleng pelan. "Tidak ada, Te."
"Eng, maksud saya ... Mi," ralatnya.
"Kalau tidak ada yang dipikirkan, kenapa kamu terlihat melamun hmm?" Ratna kembali melontarkan tanya dan mengangkat dagu Nofiya, diikuti sebaris senyum yang membingkai wajah.
"Fiya ... sedang menelaah rangkaian kata yang baru saja Mami tuturkan. Jujur, Fiya terenyuh. Selama ini, Fiya belum pernah bertemu dengan wanita yang teramat bijak seperti Mami. Selain bijak, Mami juga cantik, lembut, dan penyayang. Jarang ada wanita yang se perfect Mami."
Ratna terkekeh kala mendengar pujian yang dilontarkan oleh Nofiya. "Kamu terlalu berlebihan, Fi. Mami jadi tersanjung --" ucapnya. Namun dipangkas oleh Pramudya.
"Jangan terlalu memuji Mami. Kepala Mami bisa membesar. Takutnya, nanti malam Mami tidak bisa tidur karena terngiang pujian darimu, Fi."
"Ish, Si Papi. Setiap kali Mami dipuji, pasti Papi selalu bilang begitu. Seolah Papi tidak terima jika ada orang yang memuji Mami --"
"Ya, memang. Papi tidak suka kalau ada orang yang memuji Mami, karena yang boleh memuji Mami hanya Papi seorang."
"Ehem, uhuk-uhuk. Mulai dech. Suka banget bikin orang nganan." Zaenal yang sedari tadi diam, kini turut bersuara dengan melontarkan candaan.
"Bukan nganan, tapi ngiri, Zen!" Nofiya meralat ucapan Zaenal.
"Kan biar beda, Sayang. Yang lain ngiri, kita nganan aja."
Bukannya meleleh, Nofiya malah merasa geli setiap Zaenal memanggil dengan sebutan 'Sayang' atau 'Cinta'.
"Panggilan nya so sweet amat. Mami gantian nganan nich," celetuk Ratna disertai tawanya yang renyah.
"Ehem. Kapan kita dipersilahkan duduk? Kaki Papi sudah linu." Pramudya menginterupsi.
"Kalau mau duduk ya tinggal duduk aja, Pi."
"Ni anak nggak ada sopan-sopan nya sama orang tua." Satu jitakan mendarat cantik di kepala Zaenal, sebagai hadiah dari Pramudya.
Zaenal terkekeh, lalu mempersilahkan kedua orang tuanya untuk duduk di sofa.
Setelah Pramudya dan Ratna mendaratkan bobot tubuh mereka di sofa, Zaenal memandu Nofiya untuk duduk bersebelahan dengannya.
Obrolan pun berlanjut. Sesekali disisipi candaan dan diiringi tawa yang terdengar renyah.
Suasana terasa hangat, membuat Nofiya merasa nyaman berada di tengah-tengah keluarga Pramudya.
Nofiya sungguh tidak menyangka akan diterima baik oleh kedua orang tua Zaenal, meski mereka berbeda kasta.
Sepuluh menit telah berlalu. Semua menu yang dipesan oleh Zaenal pun tiba.
Spesial untuk mereka, pengantar makanan bukan pramusaji biasa. Melainkan putri dan anak menantu pemilik Kafe K & R, Chayra dan Alif. Dua tokoh di kisah 'Imam Pengganti Untuk Chayra'.
Chayra dan Alif sengaja menyajikan sendiri menu pesanan Zaenal, sebab keluarga Pramudya merupakan pelanggan Kafe K & R yang teramat spesial bagi mereka.
"Silahkan dinikmati, Om, Tante, Zen, dan --"
"Fiya. Calon istri Zaenal Alfariz, Bang." Zaenal menyahut ucapan Alif seraya memperkenalkan Nofiya.
"Masyaallah. Cantik sekali, Zen. Bang Alif ikut senang. Nggak nyangka ya, kamu sudah dewasa dan sudah memiliki calon istri. Seingat Abang, kamu masih sekecil Unyil. Masih upilan."
Ucapan Alif sukses membuat Chayra, dan kedua orang tua Zaenal tertawa. Terbayang oleh mereka ketika Zaenal masih kecil dan upilan.
"Jangan membeberkan aibku, Bang!"
"Bang Alif nggak bermaksud membeberkan aibmu, Zen. Abang hanya berkata apa adanya. Sewaktu kecil, kamu 'kan memang seperti Si Unyil dan hobi banget ngupil. Ya 'kan?"
"Ck, malah diperjelas." Zaenal menekuk wajah. Ia terlihat bete karena aibnya dibeberkan di hadapan Nofiya.
"Ya sudah, kami tinggal dulu, Om, Tante, Zaenal, Fiya. Selamat menikmati sajian yang kami hidangkan. Berhubung hari ini opa kami bertambah usia, semua makanan dan minuman di Kafe K & R kami gratiskan."
"Yang bener, Bang?" Dalam sekejap, mimik wajah Zaenal berubah girang dan membuat Alif tertawa geli.
"Tentu saja, Zen. Semisal ingin nambah minum atau makanan, silahkan pesan saja ya."
"Ogeh, Bang. Kalau mau request lagu bisa?"
"Yo'i. Bisa banget. Request lah. Pilih lagu yang sweet untuk Fiya. Jangan lagu Lingsir Wengi," candanya.
"Itu 'kan lagu pemanggil Mbak Kun di film horor, Bang." Zaenal berdecak kesal.
"Ya makanya, Abang melarang mu request lagu itu 'kan?"
"Iya, juga sih."
"Ya sudah, Abang tinggal dulu ya."
"Okay. Makasih, Bang."
"Sama-sama, Zen." Alif mengulas senyum.
"Lif, makasih ya. Ngomong-ngomong, di mana papa dan mama kalian?" Ratna berbasa-basi.
"Papa dan Mama ke Jogja, Te. Menjenguk Opa dan Oma."
"Oh ... kalau begitu, sampaikan salam kami untuk opa, oma, dan kedua orang tuamu. Keanu dan Raina. Semoga Om Abimana dan Tante Kiran selalu diberi kesehatan, panjang usia, serta diberi kebahagiaan." Ratna menyisipi ucapannya dengan untaian doa tulus untuk Abimana dan Kiran.
"Aamiin. Terima kasih doanya, Te. Insya Allah, nanti kami sampaikan salam dari Tante untuk mereka. Maaf, kami undur diri dulu --"
"Baiklah, Lif. Semoga Kafe K & R semakin laris manis dan sukses."
"Aamiin, Te. Terima kasih."
Alif dan Chayra lantas berlalu pergi, meninggalkan keempat tamu mereka yang sudah tidak sabar untuk menyantap semua makanan yang tersaji di atas meja.
Karena cacing yang berada di dalam perutnya terus berteriak nyaring, Zaenal segera mengisi piring dengan nasi putih, gurami asam manis, dan cha kangkung.
Sampai-sampai ia terlupa untuk menawari Nofiya.
Dasar Conal
Sama seperti Zaenal, Ratna pun segera mengisi piring dengan nasi beserta lauk. Namun sebelum mengisi piringnya sendiri, Ratna mengisi piring Pramudya dan Nofiya.
"Makasih, Mi," ucap Nofiya ketika Ratna menaruh piring yang sudah berisi nasi dan lauk tepat di hadapannya.
"Kembali kasih, Sayang. Yuk dimakan!"
Nofiya mengangguk pelan, lalu memulai ritual makan malam. Bersamaan dengan Zaenal dan kedua orang tuanya.
Rintik gerimis mulai membasahi bumi. Mencipta suasana syahdu di malam ini. Malam yang teramat berarti dan enggan terganti pagi.
Di malam ini, air langit menjadi saksi dua insan yang ingin melangkah karena restu.
Semoga tiada lagi harapan semu, seperti asa yang telah lalu.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
kalimatmu Thor..
mak nyesss dehh
Restu yang pergi entah kemana, sekarang datang juga...
Tu...Tu...lama amat sih lu datengnya..
Tapi beda cerita kalau kata Zaskia gotik.
Dia bilang..paijo...paijo..ditinggalke bhojhone....😄😄
Belajar sama² ya Zen udah ada lampu hijau dari Papa Ridwan.
semoga
eh Authornya duluan.
Terus siapa yg bisa jawab nih