Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.
Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:
Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.
Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.
Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Bab 22: Bayangan di Duskwood
Setelah menghadapi jebakan di desa, Leon, Karin, dan Eira merasa semakin terdesak. Meskipun mereka berhasil melarikan diri, mereka tahu bahwa waktu mereka semakin terbatas. Cahaya Hitam telah melacak setiap langkah mereka, dan benteng Duskwood menjadi satu-satunya tempat yang bisa mereka tuju untuk melawan musuh secara langsung.
Mereka beristirahat sejenak di sebuah gua tersembunyi yang telah mereka temukan beberapa hari sebelumnya. Malam itu, Leon memimpin pertemuan strategis untuk merencanakan serangan mereka ke benteng. "Kita tidak hanya akan menyerang Duskwood dari luar," kata Leon, menunjuk ke peta yang tersebar di depan mereka. "Kita akan menyerangnya dari dalam. Kita harus menyusup terlebih dahulu, mencari informasi tentang rencana mereka sebelum kita bertindak."
Karin mengangguk. "Jadi kita akan masuk diam-diam dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, kemudian serang setelah kita punya cukup bukti."
Eira menambahkan, "Tapi kita harus hati-hati. Benteng ini tidak hanya dipenuhi penjaga biasa. Mereka memiliki sihir pelindung yang sangat kuat." Eira tahu betul, karena ia pernah menjadi bagian dari pasukan yang menjaga benteng itu sebelum akhirnya membelot. "Ada satu cara untuk melewati sihir tersebut, tapi itu sangat berbahaya."
Leon menatap Eira dengan serius. "Apa itu?"
"Sihir Bloodstone. Hanya sedikit orang yang tahu cara menggunakannya, dan aku tidak tahu apakah kita bisa menguasainya dalam waktu singkat."
"Kita tidak punya waktu untuk menunggu," jawab Karin, tegas. "Apa pun caranya, kita harus mencoba."
Selama dua hari berikutnya, mereka merencanakan serangan dengan hati-hati. Eira mengajarkan mereka dasar-dasar sihir Bloodstone, sebuah teknik kuno yang menggunakan darah untuk memanipulasi energi magis yang terkandung dalam batu darah. Eira sendiri tidak terlalu mahir dalam teknik ini, tetapi ia tahu cukup untuk memberi Leon dan Karin petunjuk dasar tentang cara menggunakannya.
"Ini akan membuat kalian sedikit lebih terikat pada sihir itu," Eira memperingatkan mereka, "tapi jika berhasil, kita bisa melewati pertahanan sihir benteng tanpa terdeteksi."
Leon dan Karin melatih teknik tersebut dengan intensitas tinggi. Mereka harus bisa mengaktifkan sihir dengan cepat dan tepat, atau mereka akan menjadi sasaran empuk bagi sihir pelindung di benteng.
Pada malam ketiga, mereka berangkat menuju Benteng Duskwood dengan hati-hati. Mereka bergerak melalui hutan gelap, memanfaatkan pengetahuan Eira tentang medan sekitar untuk menghindari patroli musuh.
Begitu mereka sampai di pintu masuk benteng, Leon dan Karin mulai mengaktifkan sihir Bloodstone di telapak tangan mereka. Cahaya merah samar memancar dari telapak tangan mereka, dan mereka merasakan energi magis yang mengalir melalui tubuh mereka, memberi mereka kekuatan sementara.
"Siap?" tanya Leon, matanya tajam.
"Siap," jawab Karin, suaranya tegas.
Dengan gerakan cepat, mereka memasuki benteng. Di luar dugaan, mereka menemukan bahwa benteng itu tidak hanya dilindungi oleh sihir pelindung, tetapi juga memiliki pasukan elite yang tidak biasa. Pasukan ini terdiri dari para Sihirwan, pengguna sihir yang sangat terlatih yang melindungi benteng dengan kekuatan magis mereka.
"Kita harus hati-hati," kata Eira dengan suara berbisik. "Ini jauh lebih berbahaya dari yang kita kira."
Mereka bergerak perlahan melalui lorong-lorong gelap benteng, menghindari patroli dan menyelinap melewati penjagaan. Di dalam benteng, mereka menemukan sejumlah dokumen yang mengonfirmasi bahwa Cahaya Hitam sedang mempersiapkan serangan besar yang melibatkan pasukan besar dan senjata terlarang yang dapat menghancurkan seluruh kerajaan.
Leon dan Karin memutuskan untuk melanjutkan pencarian mereka dan segera menemukan ruang bawah tanah benteng, tempat di mana pertemuan-pertemuan penting sering dilakukan oleh pemimpin Cahaya Hitam.
Saat mereka memasuki ruang bawah tanah, mereka dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang tak terduga. Di meja besar di tengah ruangan, duduk beberapa orang yang sangat familiar bagi Leon dan Karin. Raven, yang mereka temui sebelumnya di desa, berdiri di samping Lord Albrecht Craymore, kepala keluarga Craymore yang mereka ketahui terlibat dalam jaringan Cahaya Hitam.
"Kalian seharusnya tidak datang," kata Raven dengan senyum tipis, matanya berkilat penuh kebencian. "Ini adalah akhir dari perjalanan kalian."
Tiba-tiba, pintu ruangan tertutup dengan keras, dan pasukan elite Cahaya Hitam muncul, mengelilingi mereka. Leon dan Karin menyadari bahwa mereka telah terjebak dalam jebakan yang lebih besar dari yang mereka bayangkan.
"Kalian pikir bisa melawan kami?" Lord Albrecht berkata dengan suara berat. "Sungguh naif. Kalian sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang."
Raven mengangkat tangannya, dan seketika seluruh ruangan dipenuhi dengan cahaya merah yang memancar dari batu-batu magis yang tertanam di dinding. Sebuah rangkaian sihir pelindung aktif, menghalangi Leon dan Karin untuk melarikan diri. Eira, yang sudah terlatih dalam menghindari sihir, mencoba menggunakan kekuatan Bloodstone untuk merusak sihir pelindung tersebut, tetapi ia segera merasa lemah.
"Kalian tidak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup," Raven berkata, mendekat dengan langkah tenang.
Tiba-tiba, Leon menggerakkan tangannya dengan cepat, mengaktifkan sihir Bloodstone dalam jumlah besar, menciptakan ledakan magis yang cukup kuat untuk mengguncang ruangan dan memecahkan sebagian besar sihir pelindung. "Sekarang!" teriaknya.
Dengan kecepatan tinggi, mereka mulai bertarung dengan pasukan elite musuh. Karin melancarkan serangan sihir jarak jauh, sementara Leon menggunakan keterampilan bertarungnya yang tajam untuk menghadapi para musuh yang mendekat. Meski berhasil membebaskan diri dari beberapa jebakan, mereka tahu bahwa pasukan musuh lebih banyak dan lebih kuat.
Dalam kekacauan itu, Raven melangkah maju dan menyerang Leon secara langsung. Mereka bertarung dengan sengit, keduanya menggunakan sihir dan kekuatan fisik untuk saling menyerang. Namun, Raven ternyata memiliki teknik yang jauh lebih berbahaya, menggunakan sihir gelap yang mampu menetralkan sihir Bloodstone yang mereka gunakan.
"Kalian hanya bisa bertahan untuk sementara waktu," kata Raven, sambil mengangkat tangan, siap untuk mengakhiri pertarungan.
Namun, sebelum serangan terakhir itu bisa dilancarkan, sebuah ledakan besar mengguncang seluruh benteng. Eira, yang berhasil mengaktifkan alat sihir yang disembunyikan sebelumnya, menyebabkan gangguan besar pada sistem pertahanan benteng, memberi mereka kesempatan untuk melarikan diri.
"Sekarang!" teriak Karin, menarik Leon dan Eira untuk mundur ke pintu keluar yang tersembunyi.
Mereka melarikan diri ke hutan dengan napas tersengal-sengal, namun hati mereka masih dipenuhi kekhawatiran. "Ini belum berakhir," kata Leon, matanya penuh tekad. "Kita harus kembali, dan kali ini kita akan menghancurkan mereka sekali dan untuk selamanya."
Meskipun mereka berhasil melarikan diri dari ruang bawah tanah benteng Duskwood, situasi mereka tidak menjadi lebih baik. Mereka mendapati diri mereka terperangkap di dalam hutan gelap, jauh dari tempat yang aman. Para penjaga benteng yang sudah diperkuat terus mengejar mereka tanpa henti.
Karin berlari di depan, memimpin mereka melalui jalur sempit yang dikenal Eira. "Kita harus ke arah utara, ke gua yang lebih dalam," Eira berteriak, mencoba menuntun mereka ke tempat yang lebih aman. "Ada tempat perlindungan di sana, tapi kita harus cepat."
Leon melihat ke belakang, merasakan ketegangan yang mengancam dari setiap langkah yang mereka ambil. Pasukan Cahaya Hitam tidak akan lama lagi menyusul mereka. "Kita tidak bisa terus lari selamanya," kata Leon, matanya tajam. "Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka."
Malam semakin larut, dan angin dingin berhembus keras melalui pepohonan. Dalam kesunyian yang tegang, mereka berhenti sejenak untuk beristirahat di sebuah tempat yang tersembunyi. "Kita akan menghadapi pasukan mereka, tapi kita harus menggunakan sihir terlarang," Leon berkata, melihat Karin dan Eira dengan serius.
"Sihir terlarang?" Eira bertanya, alisnya terangkat. "Kau tidak serius, kan? Itu berisiko terlalu besar."
"Itu satu-satunya cara kita bisa mengalahkan mereka dengan cepat," Leon menjawab, suara hatinya penuh determinasi. "Aku tahu sebuah teknik yang sangat berbahaya, tetapi jika kita melakukannya dengan hati-hati, kita bisa menggunakan kekuatan sihir tersebut untuk menghancurkan pasukan mereka."
Karin memandang Leon dengan penuh kepercayaan. "Apa yang kita butuhkan untuk itu?"
"Kita membutuhkan Roh dari makhluk magis yang terkubur di sekitar sini," kata Leon, menunjuk ke dalam hutan. "Ada sebuah ritus kuno yang bisa mengikat roh itu dengan tubuh kita, memberikan kita kekuatan yang sangat besar, tetapi ada resikonya."
"Dan apa resikonya?" Karin bertanya, suara ragu-ragu di dalam kata-katanya.
"Kita bisa kehilangan kendali atas kekuatan itu," jawab Leon, mata penuh dengan tekad. "Namun, jika kita berhasil, kita akan lebih kuat daripada sebelumnya. Sihir ini akan memberi kita peluang terakhir untuk mengalahkan mereka."
Eira terdiam sejenak. "Jika itu yang kau pilih, aku akan mengikuti. Tapi ingat, kita harus bisa mengendalikannya, atau kita bisa menjadi seperti musuh kita."
Mereka berjalan lebih dalam ke dalam hutan, akhirnya menemukan sebuah kuil kuno yang tersembunyi. Dinding-dindingnya tertutup lumut dan akar pohon yang menjalar, menutupi sebagian besar pintu masuknya. "Ini dia," Leon berbisik, matanya menyala dengan semangat.
Karin dan Eira mengikuti dengan hati-hati saat Leon membuka pintu batu besar di depan mereka. Di dalam kuil itu, mereka menemukan altar kuno yang penuh dengan simbol-simbol sihir yang rumit. Leon mengeluarkan sebuah buku usang dari tasnya, buku yang berisi petunjuk untuk melaksanakan ritual tersebut.
"Kita akan menggunakan darah kita untuk memanggil roh itu," Leon menjelaskan, menyiapkan bahan-bahan ritual. "Kita harus membuat persembahan, dan roh itu akan datang untuk memberi kita kekuatan."
Mereka memotong telapak tangan mereka masing-masing, darah mereka jatuh ke atas altar, membentuk pola yang rumit. Ketika darah mereka terhubung, cahaya gelap mulai merembes dari altar, dan udara menjadi semakin berat. Suara-suara aneh terdengar di sekitar mereka, seolah-olah dunia itu sendiri bergetar.
Tiba-tiba, sebuah bayangan besar muncul di hadapan mereka, bentuknya kabur namun terasa sangat kuat. "Aku adalah roh yang dipanggil oleh darahmu," suara itu bergema di dalam kepala mereka. "Kekuatanmu akan meningkat, tetapi ingatlah: Dengan kekuatan ini datang tanggung jawab. Kendalikan aku, atau aku akan menguasai kalian."
Leon mengangguk, tangannya gemetar karena energi yang mengalir melalui tubuhnya. "Kami siap," katanya dengan suara penuh keyakinan. "Kami tidak akan membiarkan dirimu menguasai kami. Kami akan menggunakannya untuk mengalahkan musuh."
Roh itu mengangguk, dan tiba-tiba, kekuatan luar biasa mengalir ke dalam tubuh mereka. Leon, Karin, dan Eira merasakan sensasi yang luar biasa—sebuah kekuatan yang meluap-luap dan tidak bisa mereka kendalikan sepenuhnya. Tubuh mereka hampir meledak karena energi yang mengalir begitu cepat
Setelah beberapa saat, mereka akhirnya dapat mengendalikan kekuatan itu. Leon memandang tangan kanannya, yang sekarang memancarkan cahaya merah gelap, sementara Karin dan Eira juga merasakan perubahan dalam tubuh mereka. Mereka tidak hanya lebih kuat, tetapi juga lebih cepat dan lebih tajam dalam indra mereka.
"Sekarang, kita siap untuk melawan mereka," kata Leon, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya, penuh dengan kekuatan yang tidak bisa dibantah. "Kita akan kembali ke Benteng Duskwood, dan kali ini, kita akan membawa mereka ke dalam kehancuran."
Dengan kekuatan baru yang luar biasa, mereka bergegas kembali ke Benteng Duskwood, siap untuk menghadapi Raven dan Lord Albrecht. "Kali ini kita tidak akan melarikan diri," kata Karin, matanya penuh dengan api perjuangan. "Kita akan membuat mereka merasakan kekuatan kita."
Ketika mereka tiba di luar benteng, Leon mengangkat tangannya, dan kekuatan sihir yang besar mulai terkumpul di sekitar mereka. "Kami akan membuat jalan ini terbuka," kata Leon dengan suara penuh tekad. Dengan satu serangan besar, ia menghancurkan gerbang utama benteng, melepaskan ledakan energi yang membuat tanah bergetar.
Benteng itu terbuka bagi mereka, dan mereka bersiap untuk menghadapi musuh terbesar mereka, yang kali ini tidak akan bisa melarikan diri.
Dengan kedatangan mereka yang dramatis, pertempuran besar pun dimulai. Pasukan Cahaya Hitam bergegas keluar dari benteng, berusaha menghentikan mereka, tetapi Leon, Karin, dan Eira, dengan kekuatan baru mereka, mengalahkan setiap prajurit yang menghadang.
Di tengah kekacauan itu, Raven muncul lagi, kali ini dengan senyum yang lebih tajam dan tatapan yang penuh kebencian. "Kalian pikir dengan kekuatan itu, kalian bisa mengalahkan kami?" kata Raven, mengangkat tangannya untuk memanggil sihir gelap.
"Kami tidak akan kalah," jawab Leon dengan suara yang menggema. "Kami akan menghancurkanmu sekarang juga."
Mereka maju, dengan kekuatan yang meluap, dan pertarungan terakhir pun dimulai. Apakah mereka berhasil mengalahkan Cahaya Hitam dan menghancurkan benteng itu? Ataukah mereka akan terjebak dalam kekuatan yang tidak mereka bisa kendalikan?