Seorang pemuda yatim piatu dan miskin yang tidak memiliki teman sama sekali, ingin merubah hidupnya. Buku warisan nenek nya menjawab tekadnya, 7 mentor atau guru yang berasal dari dunia lain yang jiwanya berada di dalam buku mengajari nya macam macam sampai dia menjadi orang yang serba bisa.
Kedatangan seorang gadis bar bar di hidupnya membuat dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarganya dan membuat dirinya menjadi yatim-piatu. Ternyata, semuanya ulah sebuah sekte atau sindikat yang berniat menguasai dunia dari balik layar dan bukan berasal dari dunia nya.
Akhirnya dengan kemampuan baru nya, dia bertekad membalas dendam pada musuh yang menghancurkan keluarganya dan menorehkan luka di keningnya bersama gadis bar bar yang keluarganya juga menjadi korban sindikat itu dan tentu juga bersama ke tujuh gurunya yang mendampingi dirinya.
Genre : Fantasi, fiksi, action, drama, komedi, supranatural.
mohon tinggalkan jejak ya, beri like atau komen agar author semangat upload.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
“Van...Evan,”
“Ugh,” Evan membuka matanya, dia menoleh melihat Bella yang duduk sambil menutupi tubuhnya dengan selimut, Bella memegang amplop coklat yang terlihat cukup tebal, Evan langsung duduk,
“Ada apa Bel ?” tanya Evan.
“Liat,”
Bella memberikan amplop nya kepada Evan yang langsung mengambilnya dan melihat kedalam nya, mata Evan membulat, dia mengeluarkan isi amplop itu, ternyata isinya adalah sepuluh gepok uang merah.
“Loh duit siapa ini ?” tanya Evan.
“Nah itu dia, makanya aku bangunin kamu, aku juga ga tau, ada di antara bantal kita,” ujar Bella.
“Jumlahnya...10 juta,” ujar Evan yang menghitung nya.
“Hmm kamu bisa bayar sekolah kan ?” tanya Bella.
“Ntar dulu, datengnya dari mana ini duit,” jawab Evan.
[Gerard : uang itu dari ku, pakai aja untuk hidup kalian sampai rumah itu terjual.]
“Huh ? beneran nih bos ? halal ga ?” tanya Evan.
[Gerard : hei, kamu pikir aku ini apa, jelas halal lah, kenapa nanya.]
“Oh sori bos, tapi kenapa bos kasih aku uang ?” tanya Evan.
[Gerard : seperti yang ku bilang, siapa yang kerja pasti dapat penghasilan kan, anggap saja begitu.]
“Hah...orang tidur kok kerja,” ujar Evan.
[Gerard : aaaah kamu jangan banyak tanya, anggap saja modal awal kamu menjadi murid ku, beres kan, awas jangan tanya lagi.]
“O..ok bos,” balas Evan.
Evan menoleh melihat Bella, kemudian dia mengatakan kalau uang itu adalah uang nya, Bella mengerti dan menyuruh Evan menyimpannya di bank besok. Setelah itu, keduanya turun dari ranjang dan berpakaian, mereka keluar untuk makan malam bersama sama.
“Mau makan apa nih ?” tanya Evan.
“Apa ajalah,” jawab Bella.
“Ngomong ngomong, besok kamu sekolah kan ?” tanya Evan.
“Iya, kamu sekalian bayar aja,” jawab Bella.
“Hmm besok kan senin, aku selasa saja ke sekolah, besok aku mau ke pak rt dulu, bayar iuran sekalian mau ngobrol soal rumah,” ujar Evan.
“Kamu udah yakin mau jual rumah nenek mu ya,” ujar Bella.
“Ya, kamu ga apa apa kan kalau kita ke ibukota ?” tanya Evan.
“Ga apa apa, aku sekalian mau buat perhitungan juga sama orang yang ngaku ngaku papa angkat ku itu, aku berani karena ada kamu, makasih ya,” jawab Bella.
“Ok, aku juga mau tahu banyak tentang orang mirip papa ku itu,” balas Evan.
“Ya udah, seperti biasa, besok aku masuk sendiri, selasa bareng ya,” ujar Bella.
“Iya, trus aku mau tanya, selama tiga minggu ini kan kamu masuk terus, ada keanehan ga di sekolah ?” tanya Evan.
“Hmm sampe tiga hari lalu sih biasa aja ya, emang ada apa ?” tanya Bella.
“Ga ada apa apa sih,” jawab Evan.
“Kita makan di restoran cepat saji depan yuk,” ujar Bella.
“Ok, ayo,” balas Evan.
Selagi berjalan menuju restoran, Evan ingat tentang teman teman nya yang di tukar tiga minggu lalu, berarti yang di katakan Clyde benar, mereka tidak tahu kalau tubuh mereka di tukar.
“Oh iya, baru ingat, kemarin kayaknya si Anto sama Oliv ketangkep basah lagi berduaan di gudang olah raga,” ujar Bella.
“Hmm gitu ya,” gumam Evan.
“Pas ketangkep mereka langsung buru buru pake baju gitu hahaha,” ujar Bella.
“Hmm...kebutuhan tubuh nya mulai muncul ya,” gumam Evan di hatinya.
Evan mengenal dua orang yang di sebutkan oleh Bella, walau berada di kelas sebelah, mereka terkenal anak yang alim dan biasa saja, tentunya aneh kalau mereka tertangkap seperti itu di gudang olah raga. Evan mulai sedikit merinding dan melirik ke Bella yang berjalan sambil menggandeng lengannya.
“Paling ga, gue harus melindungi dia,” ujar Evan dalam hati.
Setelah sampai di restoran cepat saji, “praang,” kaca jendela etalase pecah karena sebuah meja yang di lempar seseorang keluar.
“Loh ada apa ?” tanya Evan.
“Aduh, kita makan tempat lain aja yuk,” jawab Bella.
“Iya,” balas Evan.
Tapi tiba tiba dua orang keluar dari dalam restoran, dua orang nampak seperti pria paruh baya yang memakai kemeja seperti pegawai kantoran, mereka menyeret seorang pemuda yang sepertinya masih kuliah. Ketika Evan menatap kedua pria paruh baya itu, Evan langsung menarik Bella supaya ke belakangnya karena mata kedua pria paruh baya itu berwarna merah.
Mereka berjalan melewati Evan dan Bella, seorang pria paruh baya menoleh melirik mereka dengan tatapan garang kemudian kembali menoleh melihat ke depan sambil menyeret pemuda di belakangnya. Tiba tiba Evan merasakan tangan Bella yang memegang lengannya gemetar, Evan menoleh dan melihat Bella terlihat ketakutan,
“Kenapa Bel ?” tanya Evan sambil berbalik dan memeluk Bella.
“Mata orang itu....kayak mata papa tiri ku waktu dia masuk kamar mau memperkosa ku, aku takut, aku sekuat tenaga melawan waktu itu dan lari keluar rumah,” jawab Bella.
Evan mendekap Bella dan membenamkan kepala Bella di dadanya kemudian mengelus rambutnya. Evan mulai berpikir sebuah kemungkinan yang membuatnya merinding,
“Mungkin ga sebenarnya bokap tirinya Bella beneran bokap gue, tapi bokap gue yang di tuker, bos Gerard benar, gue harus balik ke sana untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang nenek sembunyikan sampai tangannya menjadi lumpuh,” ujar Evan. Pikiran Evan kembali ke sesaat sebelum nenek meninggal di rumah sakit.
*****
Empat bulan sebelum nya, di rumah sakit, sang nenek terbaring lemah di ranjang, kedua tangannya lumpuh, Evan duduk di sebelahnya dan memegang tangan sang nenek,
“Evan, setelah nenek ga ada, kalau kamu ga betah di kota ini, kamu kembali saja ke kota tempat mama mu, pegang buku di meja itu, maaf nenek ga bisa memberi apa apa buat kamu selain buku itu,” ujar nenek sambil menoleh melihat Evan dan tersenyum, matanya melirik ke arah buku bersampul kulit di meja.
“Nenek jangan berkata begitu, nenek pasti sembuh,” ujar Evan sambil memegang tangan nenek nya.
“Evan, walau kamu nanti sendirian, mama dan nenek pasti akan terus bersama kamu,” ujar nenek.
“Kenapa masih ngomong seperti itu sih nek, aku kan sudah bilang, nenek pasti akan sembuh,” ujar Evan.
“Nenek tahu badan nenek sendiri Van, nenek sudah siap,” ujar nenek.
“Jangan bilang gitu nek, jangan tinggalin aku seperti papa dan mama,” ujar Evan yang mulai menitikkan air mata.
Wajah nenek berubah, dia menatap Evan dan senyum menghilang dari wajahnya, kemudian dia berusaha duduk, Evan yang melihatnya langsung berdiri membantunya,
“Van, denger, ga usah inget dan bawa bawa papa mu, laki laki itu kurang ajar, dia yang membuat mu terluka seperti itu dan membunuh mama kamu,” ujar nenek.
Evan tersentak kaget, nenek memang selalu cerita soal mama nya, namun dia tidak pernah menyinggung soal papa nya, nenek selalu bilang kalau papa nya bukan orang baik baik dan orang yang membunuh ibunya, hanya saja dia kaget karena sampai nenek terbaring di rumah sakit, dia masih berkata demikian, akhirnya dia bertanya,
“Nenek tahu dari mana ? kenapa papa membunuh mama ? nenek selalu bilang gitu tapi nenek tidak pernah menjelaskan apa apa padaku,” tanya Evan.
Nenek langsung terdiam tidak menjawab sama sekali, kemudian Evan menyadari ketika melihat tangan nenek, ternyata ada bekas luka sayatan di pergelangan tangannya. Evan mengambil tangan nenek yang satu lagi, bekas yang sama juga ada di pergelangan tangan satu nya.
“Sebenarnya nenek kenapa ? waktu itu nenek ga apa apa, tapi setahun kemudian nenek kembali dan tangan nenek sudah lumpuh,” tanya Evan.
“Van, di dunia ini, ada hal hal yang sebaiknya kamu tidak ketahui, biar semua nenek bawa bersama nenek ke alam sana, jadi nenek harap kamu tidak usah mencari tahu apa yang terjadi pada nenek,” jawab nenek yang sepertinya berniat berbaring lagi.
Evan membantu nenek berbaring, kemudian dia menoleh melihat Evan dan tersenyum, terlihat dia ingin mengangkat tangannya, Evan membantu nenek dengan mengangkat tangannya dan meletakkan tangan nenek di kepalanya, seperti yang biasa nenek lakukan dulu. Tiba tiba nenek kembali menghadap ke atas dan terpejam, “tiiiiiit,” mesin ekg langsung berbunyi kencang.
“Loh nek...nenek....nenek,” teriak Evan panik.
Dia langsung menekan tombol untuk memanggil perawat, beberapa perawat dan dokter datang untuk memeriksa nenek, akhirnya dokter berjalan mendekati Evan,
“Maaf,” ujar dokter sambil memegang pundak Evan.
Air mata Evan kembali mengalir, untuk kedua kalinya, orang yang dia kasihi meninggalkan dirinya sendirian. Beberapa hari kemudian setelah selesai memakamkan nenek, Evan pulang ke rumah nenek yang berada di dalam gang sempit, dia masuk ke dalam dan duduk di sofa tempat biasa dia dan nenek duduk sambil memegang buku peninggalannya yang di wariskan pada nya.
******
Kembali ke saat ini, Evan yang masih memeluk Bella menatap ke restoran cepat saji yang menjadi ramai akibat kejadian barusan, kemudian dia menengadah ke atas melihat ke langit,
“Nek, maaf ya, rumah nenek terpaksa ku jual, aku akan kembali ke ibukota, ke rumah mama dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, maaf nek, aku melanggar kata kata terakhir nenek karena aku ingin tahu apa yang terjadi pada keluarga kita,” ujar Evan dalam hati nya.
“Aku udah ga apa apa Van, kita makan di tempat lain aja ya,” ujar Bella.
“Iya, ayo,” balas Evan yang melepaskan pelukannya dan berjalan sambil merangkul Bella.
Sementara di dalam buku, di ruang putih tempat buku hologram besar berada, Li Tian, Gerard dan Clyde berdiri menatap buku di depannya,
“Seperti nya dia mulai mengerti,” ujar Li Tian.
“Ya, itu sebabnya aku meminta dia ke ibukota, kamu sekarang mengerti kan,” ujar Gerard.
“Hmm benar juga, lagipula di sana mereka lebih aman daripada di kota ini,” balas Clyde.
“Sepertinya sekarang giliran ku ya,” ujar suara parau seorang pria di belakang ketiganya.
Li Tian, Gerard dan Clyde menoleh kemudian berbalik, di depan mereka berdiri seorang pria tampan berambut putih yang memakai long coat hijau dan dalaman hitam.
“Aduh nambah satu lagi,” ujar Li Tian.
“Yah...wajar dia keluar, kita perlu juga bertanya langsung sama yang bersangkutan, benar tidak Dimitri ?” tanya Gerard.
“Ya, tapi nanti saja kalau Evan sudah sampai ke ibukota bersama istrinya,” ujar Dimitri.
“Kamu mau ajari dia cara melihat dan berbicara pada hantu ?” tanya Clyde.
“Membasmi hantu, termasuk iblis yang katanya datang dari planet tempat mu itu, Clyde (menatap ketiganya) lagipula aku agak sedikit heran melihat kalian bertiga di sini,” jawab Dimitri.
“Heran kenapa ?” tanya Li Tian.
“Kenapa kalian betah bersama seperti ini di dalam ruang ini ? bukankah sesuai perjanjian, yang boleh berada di ruang ini hanya yang mengajar ?” tanya Dimitri.
“Ah,” ujar Li Tian, Gerard, Clyde bersamaan.
“Ah aku tahu, jadi itu alasannya kalian membayar Evan dan istri nya dengan memberi mereka amplop berisi uang, mereka sudah memberi tontonan gratis pada kalian, baiklah, seperti nya Qing Yun, Cassey dan Sasha akan bayar mahal untuk informasi ini,” ujar Dimitri tersenyum.
“Jangan macam macam,” teriak Li Tian, Gerard dan Clyde dengan wajah pucat.
"Haha takut ya, tenang saja, informasi aman kalau kalian ijinkan aku bergabung di sini," ujar Dimitri.
"Selamat bergabung," ujar Li Tian, Gerard dan Clyde sambil menjulurkan tangan mereka.