Laki-laki asing bernama Devan Artyom, yang tak sengaja di temuinya malam itu ternyata adalah seorang anak konglomerat, yang baru saja kembali setelah di asingkan ke luar negeri oleh saudaranya sendiri akibat dari perebutan kekuasaan.
Dan wanita bernama Anna Isadora B itu, siap membersamai Devan untuk membalaskan dendamnya- mengembalikan keadilan pada tempat yang seharusnya.
Cinta yang tertanam sejak awal mula pertemuan mereka, menjadikan setiap moment kebersamaan mereka menjadi begitu menggetarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evrensya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Kelabu
Anna yang turun ke lantai dasar dengan menggunakan tangga darurat memang membutuhkan waktu lebih lama jika di bandingkan dengan menggunakan lift, dari lantai paling tinggi— lantai tujuh. Itu karena Anna ingin menikmati perasaan hatinya yang tak karuan usai bertemu dengan Devan—yang ternyata adalah sang Boss besar pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
Sepanjang perjalanan nya turun, tatapan beberapa orang berseragam biru yang sama dengannya— ketika tak sengaja berjumpa, terlihat terfokus pada Anna. Orang-orang yang sedang sibuk itu nampaknya harus menyempatkan diri mereka melirik kearah nya.
Bahkan, setelah Anna sampai di lantai paling bawah pun, sepanjang ia melangkah memasuki aula kerja, tempat dimana sejumlah komputer dan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja, yang di letakkan dalam ruangan yang di sekat-sekat itu, orang-orang disana juga menoleh memperhatikan nya. Seolah ada sesuatu yang begitu menyedihkan dalam dirinya.
Tapi Anna sungguh tidak peduli, saat ini dalam pikirannya hanyalah bagaimana tanggungjawab ini segera terselesaikan. Ia sangat menyesal mengapa dengan bodohnya ia justru semakin menawarkan diri menjadi stylish pribadi Devan untuk sementara waktu. Apakah itu karena Devan yang berusaha memojokkan nya dengan pelanggaran etika, membuat Anna menjadi sedikit ngelunjak dengan penampakkan semua keahliannya tanpa berfikir panjang? Ataukah Anna telah benar-benar terjebak sampai akhir oleh permainan Devan. Ah, pria itu penuh dengan intrik untuk mengelabui lawannya. Anna sudah terperangkap.
"Dulu, Devan pernah mengatakan, semoga kita bertemu di masa depan yang indah. Lalu masa depan yang sedang kita temui saat ini, bukannya indah, justru bagiku sangat menyesakkan. Apakah takdir kita salah?" Anna melangkah dengan kepala yang tertunduk lemah.
Beberapa orang diantara mereka yang ada di sekitar wanita cupu itu menjadi salah faham, setelah melihat raut wajah Anna yang nampak murung tak bersemangat, seperti kehilangan separuh ruhnya, tidak seperti dirinya yang penuh kepercayaan diri, seperti tadi pagi.
"Murung sekali, habis di pecat ya. Katanya tadi pagi kau berlagak sangat angkuh, bahkan berani berbicara lantang pada seniormu, tapi baru satu jam bekerja sudah lemah." Seorang wanita yang mengalungkan id card di lehernya— sebagai tanda bahwa dia adalah karyawan resmi di perusahaan ini, mencegat Anna yang hendak berlalu.
"Maaf, tapi aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosong mu." Sahut Anna datar seraya mencari celah untuk pergi, menghindari wanita dengan kemeja putih yang kancing bagian atasnya sengaja di buka tiga butir. Sehingga dadanya yang putih menganga menampakkan belahan tipis di tengah-tengahnya.
Wanita yang dari id card nya di ketahui adalah seorang supervisor itu menahan Anna dengan menarik bahunya paksa, serta mendorongnya agar berhenti di tempat yang dia inginkan. "Jadi begini caramu bersikap, seolah-olah kau adalah orang penting di kantor ini. Padahal kau hanyalah seorang budak baru yang akan membersihkan bekas kotoran kami."
"Aku tidak tau apa tujuanmu menahan ku disini, tapi aku rasa aku bukanlah bagian dari team mu yang perlu mendengarkan ucapanmu." Tentu saja si cupu Anna tidak mau mengalah.
Wanita berkemeja putih itu mendengus kesal. "Sepertinya kau perlu mendapatkan sedikit peringatan dari seniormu agar kau sadar diri. Berhubung ini adalah hari terakhir mu bekerja, sepertinya aku tidak perlu menunggu waktu esok. Bersiap-siaplah!" Ancamnya.
"Terserah!" Anna malas meladeni wanita yang entah mengapa seolah memiliki dendam kesumat yang sudah tertahan ribuan tahun lamanya.
"Oh ya? Meskipun kau di tugaskan melayani Boss besar, tapi tugas utama mu sebagai cleaning servis pun tidak bisa kau abaikan. Apa kau tau, tugas utama sebagai pegawai baru adalah membersihkan seluruh toilet di kantor ini, kalau kau tidak mau melaksanakan nya, bisa di pastikan kau mendapatkan citra buruk yang mana kau tidak akan betah disini sedetik pun!" Ancam wanita yang memiliki temperamen buruk itu. Tangannya yang jahil pun mulai terangkat untuk melakukan sesuatu pada tubuh Anna. Setelah menoyor bahu Anna, ia pun pergi dengan sombongnya.
"Aku akan melakukan apapun, asal perintah itu bukan keluar dari mulutmu." Tegas Anna, tidak merasa takut sedikitpun.
Wanita berkemeja putih itu menghentikan langkahnya dan berbalik badan dengan gaya yang sok keren.
"Hei!! Kau belum tau aturan disini ya, anak baru wajib melakukannya. Dan seluruh toilet di kantor ini masih kotor tuh, kalau dalam beberapa menit ke depan tidak segera kau bersihkan, kau yang akan di salahkan. Lihat saja nanti, dasar jelek!" Setelah mengucapkan hal tersebut iapun benar-benar pergi, ia cukup puas melihat ekspresi Anna yang tak berkutik.
"Mengganggu saja," sungut Anna, kemudian meninggalkan tempat dimana beberapa orang sedang melihat adegan adu mulut tersebut, dan kelihatannya mereka semua menikmatinya.
Dari tatapan mereka semua sudah jelas menetapkan dugaan, kalau hari ini pegawai baru itu telah di berhentikan di hari pertama nya bekerja. Anna sendiri tahu apa yang ada dalam pikiran semua mata yang sedang memperhatikan nya, tapi Anna biarkan saja prasangka mereka itu, nanti juga mereka akan melihat sendiri kalau semuanya berjalan dengan sangat baik.
Anna pun segera cabut dari tempat itu seraya mempercepat langkahnya, seolah sedang di kejar oleh waktu.
"Pegawai baru! Tolong belikan peralatan printer yang sudah aku tulis dalam kertas ini." Sebuah suara berat seorang laki-laki mencegatnya kembali, ketika berjalan menuju sebuah ruangan.
Anna menghentikan langkahnya dan langsung merespon dengan baik. "Ah ya, baiklah." Anna tidak bisa menolak, tentu karena ia tahu ini adalah bagian terpenting yang sangat di butuhkan untuk operasional kantor.
"Ini kunci motornya." Laki-laki itu melempar sebuah kunci metalik dan juga sebuah kartu pembayaran kepada Anna yang langsung menangkapnya.
"Aku tunggu di ruang service, segera!" Setelah melihat kepatuhan Anna atas perintah yang di berikan nya, pria itu pun segera pergi.
Anna menghela nafas berat, sepertinya kesabaran perlu ia tanamkan lebih jauh dalam menjalani kehidupan sosial bekerja. Karena disini ia akan di hadapkan dengan begitu banyaknya karakter manusia. Sebagai pegawai rendahan, ia harus siap dengan segala situasi dan kondisi, baik suka ataupun tidak, ada beberapa perintah yang tidak bisa ia tolak, termasuk dalam hal ini. Meskipun bukan tugasnya untuk membeli bahan yang di butuhkan untuk operasional kantor, Anna tidak bisa menolak ketika di mintai tolong.
Anna langsung mengantongi benda yang di berikan atasannya itu. Sepertinya ia harus segera menyelesaikan tugas ini dengan cara lain, karena ia belum bisa mengendarai sepeda motor.
Dan juga, ia bahkan belum tau dimana harus membeli peralatan berupa tinta, kertas, dan yang lainnya.
Meskipun begitu, untuk meng- efesien kan waktu. Anna tidak boleh muluk-muluk. Iapun segera pergi.
Dalam waktu yang cukup singkat, Anna sudah kembali dengan membawa barang belanjaan yang di perintahkan, dan langsung menyerahkannya kepada seorang laki-laki yang ternyata adalah seorang General affair— divisi umum yang sangat berpengaruh dalam menyediakan persediaan kebutuhan alat kantor.
Setelah laki-laki berkacamata itu mengecek barang belanjaan yang ada di atas meja, dan memastikan sesuai dengan apa yang di butuhkan nya, General affair— yang bernama pak Hendra itu pun membiarkan Anna pergi.
"Hei tunggu, dimana kunci motornya?" Tanya nya memburu ketika Anna sudah menjauh.
"Ada di dalam kantong plastik itu." Sahut Anna, kemudian pamit pergi.
Untunglah, berkat Google map, Anna bisa dengan cepat menemukan lokasi tempat dimana toko ATK yang menjual barang-barang yang di carinya tersebut, yang ternyata hanya berjarak 500 meter saja dari kantor, tak perlu menggunakan motor, dengan berlari sekuat tenaga, Anna bisa mengoptimalkan waktu. Yah meskipun kakinya saat ini terasa lecet, tapi itu bukan masalah, yang penting ia telah melakukan pekerjaannya dengan baik.
Barulah setelahnya Anna bisa melanjutkan tujuan utamanya, yakni pergi ke ruangan Admin, untuk melakukan tugas selanjutnya.
Di dalam ruangan yang tak begtu luas, terlihat seorang wanita dengan kemeja putih berdasi pita pink yang sangat feminim, rok warna hitam selutut, dengan style rambut pendek yang melengkung ke dalam, di padu dengan hiasan bando pink melingkari sebagian kepalanya. Dia terlihat cute dengan penampilan seperti itu. Anna suka saja melihatnya, semoga wanita yang sedang sibuk menatap layar monitor di depannya ini adalah orang yang ramah.
"Permisi. Aku Anna, pegawai baru disini. Ada yang bisa di bantu?" Tanya Anna mendekat.
"Aku sudah menunggu lama, kau dari mana saja?" tengoknya, dan menghentikan sejenak aktivitas tangannya yang sibuk menari di atas keyboard hitam di atas meja.
"Ada pekerjaan mendadak di luar sana." Anna memberikan alasannya.
"Pekerjaan apapun yang kau lakukan, tidak boleh mengabaikan pekerjaan yang lebih penting disini. Karna jika pekerjaan ini tidak bisa di selesaikan tepat waktu, baik kau ataupun aku akan mendapat masalah dari atasan. Sebaiknya pelajari bagaimana memanfaatkan waktu di hari pertama mu bekerja." Wanita yang wajahnya sedikit cubby itu berubah masam.
"Baik, aku mengerti." Anna menerima ocehan wanita berpipi cubby itu dengan lapang dada. Karna ia pun mengakui bahwa ia datang terlambat dari waktu yang seharusnya.
"Kau si pengganti Jay kan? Bagaimana urusanmu dengan Boss, apa berjalan lancar?" Tiba-tiba wanita berpipi cubby itu mengalihkan pembicaraan.
"Iya, sepertinya begitu." Jawab Anna seperlunya. Walaupun gaya bicara wanita bernama Nila itu agak ketus, tapi dia merespon pembicaraan dengan baik.
"Baguslah. Sepertinya kau memang sedang beruntung, orang yang sudah berpengalaman bekerja saja di pecat, kemarin tuh temannya Jay," tutur Nila seolah mengkreditsikan bawah pegawai baru seperti Anna mustahil lolos tanpa keberuntungan. Setelah itu ia kembali fokus melanjutkan pekerjaannya. "Oh ya, namaku Nila." Tukasnya tanpa menoleh lagi.
"Iya," Anna meng-iyakan saja tak mau panjang lebar. Karna ia tau sejak tadi setelah membaca name tag yang tersemat di baju wanita berpipi cubby itu.
"Kau bisa membaca kan? Apa kau bisa bekerja dengan teliti mengurus dokumen? Karna kalau ada satu kesalahan saja, mungkin keberuntungan mu kali ini akan menghilang," Nila berbicara tanpa menoleh kepada Anna.
"Bisa," jawaban Anna singkat padat dan jelas. Ia malas meladeni bicara wanita di depannya yang lama-lama terdengar menyebalkan.
"Baik, kalau begitu tolong bubuhkan stempel pada semua berkas ini, satu persatu pada tempat yang aku tunjukkan. Jangan ada yang terlewat, ya?!" Nila memberikan Anna tempat duduk dari kursi plastik bundar tanpa sandaran, lalu menyerahkan setumpuk kertas A4 berisi dokumen penting milik perusahaan ke hadapan Anna, dan memberitahu Anna titik-titik dimana stample dengan logo Devaradis itu harus di tempelkan.
"Selesaikan ini secepatnya! Kurang dari 30 menit!" Tegas Nila sambil menepuk setumpuk berkas yang menggunung di depan Anna. Kemudian tanpa basa basi lagi ia melanjutkan pekerjaannya yang sedikit tertunda.
Anna hanya menjawab dengan anggukan kecil, dan langsung mengerjakan tugasnya. Anna meraih kertas dari urutan yang paling atas, ia menyempatkan diri untuk membaca kilat isi dokumen itu sebelum menancapkan stempel di atasnya. Dari sini Anna mendapatkan informasi yang cukup lengkap mengenai Devaradis dan sudah ia simpan baik-baik dalam memorinya.
Sejurus kemudian...
"Sudah selesai," ucap Anna setelah hampir 30 menit— kurang.
"Oh ya, cepat sekali. Aku akan periksa terlebih dahulu hasil kerjamu dan kembalilah dalam satu jam kedepan untuk mengantar dokumen ini kepada kepala Menejer," kata Nila, mempersilahkan Anna untuk pergi.
Anna pun mendorong kursi plastik yang menimbulkan suara yang membuat gigi ngilu. Lalu ia pun bangkit, segera bergeser memutari meja, dan mengambil langkah pergi.
"Anna! Aku belum sarapan, tolong belikan minuman dingin dan makanan pengganjal perut di kantin. Aku tunggu." Serunya kembali ketika Anna sudah menjauh sekitar tiga langkah.
"Baik." Setelah Anna menyanggupi, iapun melesat pergi dengan terburu-buru karena masih banyak tugas yang harus ia kerjakan.
Selang beberapa puluh menit...
Anna kembali dengan membawa makanan sesuai pesanan dan meletakkannya di atas meja pada bagian yang kosong di dekat admin Nila.
"Kenapa lama sekali? Beli makanan ke kantin saja butuh waktu lebih dari 30 menit." Tegur Nila.
"Beberapa karyawan yang lain di luar sana juga meminta ku menyiapkan makanan dan minuman untuk mereka. Mereka menginginkan makanan yang lain, tempatnya cukup jauh, dan aku harus jalan kaki." Jawab Anna.
"Jalan kaki? Bukankah lebih efesien menggunakan motor? Ternyata kau ini memiliki kemunduran berfikir. Dan juga, seharusnya kau dahulukan siapa yang pertama kali menyuruhmu, mengapa jadinya aku yang mendapatkan pelayanan terkahir." Nila nampak kesal sekali.
"Oke. Aku masih ada kerjaan lain yang tertunda. Jika ada keperluan pribadi, silahkan hubungi office boy yang lain, aku tidak memiliki banyak kesempatan untuk melayani mu." Meskipun kurang suka dengan sikap senioritas yang di tunjukkan Nila, tapi Anna masih tetap menahan diri untuk tidak berucap berlebihan walau hati ingin melakukannya.
"Baru pertama kali melayani Boss saja sudah ngelunjak. Kau harus tau diri, setelah Jay datang, kau disini bukanlah apa-apa."
"Baiklah terserah. Aku permisi dulu." Karna tidak mau terlibat dengan percekcokan yang tidak ada artinya, Anna buru-buru pergi dengan tanpa menghiraukan bagaimana reaksi wanita yang angkuh itu.
Hhaah! Kepala Anna sedikit pusing akibat terlalu fokus membaca di ruang admin, saatnya me-refresh otak dengan mengunjungi taman pribadi milik Boss yang katanya ada di bagian belakang gedung ini. Pasti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan milik pribadi CEO adalah hal-hal yang luar biasa. Ini salah satu pekerjaan yang tak boleh Anna lewatkan. Dengan perasaan lega, Anna begitu bersemangat untuk melakukan tugas berikutnya.
Tapi entah mengapa, selalu saja ada yang menghalangi waktu-waktu senangnya.
"Kenapa toiletnya masih kotor?! Siapa yang berani melalaikan tugasnya?!" Seseorang berteriak dari seberang sana, nampaknya ia baru saja keluar dari toilet. Ia melangkah cepat menuju area ruang kerja bersama, dengan tatapan penuh emosi.
Anna yang kebetulan sedang melewati tempat itu langsung menjadi sasaran beberapa karyawan yang ada disana. Mereka semua menunjuk ke arah Anna.
"Itu dia pak. Orang ini yang bertanggung jawab membersihkan toilet." Si wanita berkemeja putih tadi kembali berulah. Wanita yang di kenal kejam terhadap Junior itu bernama Zoya. Ia kini bangkit dari duduknya dan mulai melangkah mendekati Anna.
Zoya menarik lengan Anna dan membawanya ke hadapan spesialis departemen kebersihan yang baru saja mengecek keseluruhan kebersihan kantor, yang akan di laporkan nya kepada kepala departemen. "Pak, saya sudah memperingatkan pegawai kebersihan ini tadi, tapi dia benar-benar mengacuhkan saya." Ucapnya mengadu.
Pria yang menyilang lengannya di dada itu menatap Anna remeh. "Bersihkan sekarang juga! Atau kau akan di hukum dengan tanggungjawab yang lebih berat. Jangan membuat aktivitas kantor menjadi tidak optimal karena dirimu."
"Baik pak, akan saya lakukan." Anna langsung patuh.
Setelah mendapatkan jawaban yang dia inginkan, spesialis departemen kebersihan itupun pergi begitu saja. Sedangkan Zoya mendekatkan wajahnya kepada Anna dan setengah berbisik ia berkata, "pergi dan bersihkanlah kotoran-kotoran itu, karna aku sudah mempersiapkan beberapa kejutan untukmu disana."
Anna mendorong tubuh Zoya agar menjaga jarak darinya. "Sayang sekali, aku tidak peduli dengan kejutan mu. Kalau perlu, jika kau butuh orang untuk menceboki kotoran di pantatmu, panggil saja aku. Aku akan tunjukkan, betapa kotor dan busuknya dirimu di dalam sana." Tak tanggung-tanggung Anna langsung membuat Zoya syok dengan kata-katanya.
"Hei kau...!" Zoya yang menyalak keras, dengan mata yang melotot sempurna, suara teriakannya memenuhi seluruh ruangan. Namun tampaknya ia tak mampu melanjutkan ucapannya akibat tekanan emosi yang begitu gelap. Zoya begitu geram karena penindasan nya tak mempengaruhi mental pegawai cleaning service itu sedikitpun.
Sedangkan dengan wajah yang polos dan begitu datarnya, Anna berlalu begitu saja meninggalkan Zoya yang sedang meremas tangannya kuat-kuat, menahan emosinya yang meluap.
"Dasar wanita rendahan, jelek dan tidak tau diri. Hanya karna di hari pertama mu bekerja langsung menjadi pelayan Boss besar, langsung berlagak sombong. Akan ku balas kau nanti." Zoya pun kembali ke tempat duduknya dengan mood yang benar-benar buruk.
...• • •...
Puluhan toilet telah berhasil Anna bersihkan. Mulai dari toilet yang ada di lantai satu hingga toilet yang ada di lantai paling atas. Dan beberapa toilet nampak sengaja di buat sangat kotor, karena tong sampah yang berisi macam-macam kotoran— yang dominan sampah dari tissue itu berserakan dimana-mana.
Hingga tanah yang entah datangnya dari mana juga mengotori seluruh lantai dan juga tembok toilet. Anna tidak begitu terkejut, karena Zoya sudah memperjelas siapa pelakunya. Inikah kejutan yang di maksud? Dasar ke kanak-kanakan!
Otot pinggang dan tangan Anna terasa cukup kaku karena menghabiskan waktu yang cukup lama dengan posisi berdiri- jongkok yang berulangkali. Kepalanya pun terasa sedikit pusing karena belum sempat sarapan, bahkan minum air setetes pun. Ia tak menyangka ternyata kehidupan di luar tidak sebagus yang ia kira.
Tapi tak masalah, semua orang pasti telah melalui nya, dan mereka memilih bertahan dan terus menjalani hidup. Begitupun dengan Anna. Anna tidak akan pernah menyerah pada jalan yang sudah ia ambil. Lihat saja, beberapa pekerjaan sudah mampu ia selesaikan dengan baik.
Anna meminta tolong pada pak Dani yang kebetulan lewat untuk mengantarkan nya ke taman pribadi milik Boss yang ada di bagian belakang bangunan besar dan megah ini. Karena Pak Dani lah yang membawa kunci gerbang taman yang akan di tujunya.
Pak Dani pun dengan senang hati mengantarkan Anna kesana.
"Apa Boss puas dengan hasil kerja mu?" Tanya pak Dani penasaran ketika berjalan di koridor.
"Begitulah, kata seseorang mungkin saya hanya sedang beruntung," jawab Anna singkat.
Pak Dani tak menjawab, ia terlihat ragu-ragu untuk menimpali. Anna pun tidak bersuara lagi dengan fokus mengikuti langkah pak Dani dari belakang.
"Anna. Kau mungkin orang yang kompeten. Karena itu Boss menyukai hasil kerjamu. Selamat, kau bisa saja menjadi orang yang akan di perhitungkan disini, dan itu tentu suatu keberuntungan buatmu," sambil membuka gembok gerbang setinggi tiga meter, pak Dani mencoba menyemangati Anna sebelum pergi meninggalkan tempat itu. "Oh ya, tekan saja tombol hijau yang ada di tembok itu, nanti pintu kaca otomatis nya akan terbuka sendiri."
"Terimakasih, saya akan bekerja keras dengan sebaik-baiknya," jawab Anna sopan sambil menatap punggung pak Dani yang menjauh.
Anna kemudian membalikkan badan menghadap sebuah pintu yang terbuat dari kaca, yang memantulkan bayangan nya dengan sempurna. Dan di sisinya berjejer dua tombol merah dan hijau, yang kata pak Dani tombol hijau untuk membuka pintu kaca otomatis ini.
Sebenarnya kalau di lihat secara kasat mata, tempat ini tak nampak seperti sebuah taman ada di dalamnya. lapisan tembok yang menjulang tinggi ini lebih terlihat seperti sebuah benteng kuno dengan gerbang yang terbuat dari baja, dengan permukaan tertutup sempurna.Malah di dalam pintu ini terdapat sebuah pintu lagi yang terbuat dari kaca bening, mungkin lebih tepat kaca LCD. Wow, ini desain taman yang tak biasa, teknologi modern tak luput darinya.
Setelah pintu kaca bergeser, Anna pun masuk ke dalam taman yang luas lahannya sekitar 100 meter persegi. Sebelum itu Anna secara asal menekan tombol merah, yang kemudian membuat pintu kaca itu tertutup kembali. Anna benar-benar takjub. Di dalam, Anna melangkah maju secara perlahan seraya memperhatikan sekelilingnya, terutama di sekeliling tembok yang ternyata di lapisi oleh kaca, seluruhnya. Bukan hanya pintu itu saja, tapi melingkari seluruh pembatas taman ini. Entah apa tujuan di buatkan tembok dengan lapis kaca, hanya sang pemilik lah yang tahu.
Matahari berjalan semakin meninggi, menandakan hari sudah mendekati waktu siang. Seharusnya Anna mengerjakan tugas merawat tanaman disini lebih awal, tapi karna ia menghabiskan cukup banyak waktu ketika di panggil ke ruangan Boss. Belum lagi ketika bertugas di ruangan admin, dan se-abrek tugas-tugas dadakan lainnya. Maka dengan terpaksa Anna harus menjadikan pekerjaan ini pada posisi terakhir. Tapi ada untungnya juga, pekerjaan ini dapat mengisi ulang daya spirit nya yang hampir kosong agar penuh kembali.
Lihatlah, hamparan bunga yang indah ini, berjejer rapi seperti di Wonderland. Anna di buat kagum oleh pemandangan bunga yang beragam jenisnya, bahkan bunga-bunga yang belum pernah Anna lihat sebelumnya ada disini.
Seperti anak kecil, Anna berlarian di taman menghampiri bunga-bunga yang di dominasi oleh warna putih, bermekaran indah merekah menyambut sinar matahari yang menyala ke-emasan. Seperti seekor kumbang yang hinggap dari satu bunga ke bunga yang lainnya, Anna memberikan sentuhan cinta yang mendalam untuk mereka semua.
Sementara di atas sana, seseorang sedang memperhatikan tingkah Anna sambil memegangi beberapa lembar kertas dokumen di tangannya. Quite room milik CEO itu berhadapan langsung dengan view taman yang ada di bawah sana. Siapa lagi kalau bukan Devan, pria yang saat ini sedang mencari alasan untuk memanggil Anna ke ruangannya, tentu untuk bekerja.
Drrttt...
Handphone milik Devan yang ada di atas meja kaca, bergetar. Pria itu kemudian melirik panggilan masuk yang terpampang di layar benda pipih itu— dari Revy, tunangannya. Lalu dengan rasa malas Devan terpaksa mengangkatnya.
"Sayang... Apa kau tidak merindukan ku sama sekali? Mengapa tidak ada satu mesej pun untukku sejak kemarin," suara yang terdengar mendayu-dayu di seberang sana membuat Devan begitu muak.
"Seharusnya kita bertemu saja di kantor, apa yang membuatmu malas bekerja?" Tegur Devan dengan tegas tanpa memperdulikan godaan dari ular betina itu.
"Sayang, aku kurang enak badan sejak kemaren, aku hawatir kesehatanku akan semakin memburuk jika di jejali oleh banyak pekerjaan," keluh wanita itu, manja.
"Revy, tolong beritahu aku kalau kau tidak memiliki komitmen pada dalam membangun perusahaan ini bersamaku, agar aku bisa mencari orang lain untuk menggantikan mu!" Devan mengacuhkan begitu saja keluhan manja dari wanita yang hanya mementingkan egonya sendiri itu. Statusnya saja yang bertunangan karena terikat kontrak bisnis antara dua keluarga. Aslinya Devan sudah memutuskan hubungan pribadi mereka sejak lama.
Seperti sebuah energy baru yang merasuki nya, Devan menjadi jauh lebih berani berkata tegas sekarang. Walaupun ia tahu ada resiko jika mengucapkan kalimat-kalimat keras seperti ini pada tunangannya. Tapi ia tidak begitu peduli.
"Kau jahat. Tega sekali kau mengatakan hal seperti itu pada tunangan mu sendiri. Bukankah sejak awal perusahaan itu berkembang karna keahlianku dalam mendesain?"
"Ahli mendesain? Bukankah kebanyakan desain itu di bantu oleh team? Kau hanya tinggal menerima kerja keras orang lain dan mengakuinya. Apa yang kau banggakan dari hal itu?"
"Bagaimana pun juga, tanpa tanda tangan ku, desain-desain itu tidak akan lolos sertifikasi." Seru Revy dengan nada meninggi, menunjukkan sifat aslinya.
"Lalu ketika desain mu bermasalah, di jiplak oleh brand lain, kau baik-baik saja? Tidak mungkin kan kalau kau belum tau soal itu dari pak Ali?" Devan menekankan dalam suaranya.
Suara di seberang sana terdengar senyap, tidak ada tanggapan karna tersedak oleh fakta yang di ucapkan oleh Devan.
"Sayang, kan tinggal aku gambar lagi yang baru sketsa nya," bujuknya kemudian.
"Memangnya semudah itu? Kau kan tau, dalam lima puluh desain yang kau buat, hanya beberapa yang bisa di ambil. Itupun kau meminta waktu bekerja dalam sekian bulan. Oh tidak, kau membebani anggota team mu untuk membuat ide rancangan, kemudian sisanya akan di sempurna kan olehmu. Kau bilang tinggal menggambar? Omong kosong. Sebenarnya kau serius apa tidak mendalami fashion, atau ijazah mu palsu?"
"....."
"Kau tau, saat ini waktu kita untuk membuat desain baru sangat terbatas dengan semua problematika yang ada. Belum lagi desain itu melewati beberapa proses verifikasi sebelum menetapkan nya sebagai produk unggulan kita. Sedangkan aku benar-benar tidak bisa mengandalkan mu."
".....''
"Apa kau tidak menyadari begitu banyak kritikan yang datang karna desain yang kau ajukan kurang variatif. Tolong jangan mengecewakan banyak orang, terutama para investor dan pemegang saham. Bekerjalah secara kompeten dan bertanggung jawab! Atau aku akan mencari desainer baru yang jauh yang lebih baik untuk menggantikan mu!"
Panjang lebar Devan menjelaskan kepada Revy keseluruhan masalahnya, hingga dadanya yang sesak ini terasa seperti memuntahkan sesuatu yang menyakitkan.
Devan sudah tidak tahan lagi selalu memberikan tunangannya itu kesempatan berkali-kali, dan menormalisasi setiap tindakannya yang kerap melalaikan pekerjaan nya. Itupun karna bujukan Nora- Ibunya, yang selalu ikut campur dalam masalah hubungan mereka. Nora selalu membela calon menantu kesayangannya dari pada anaknya sendiri. Padahal sudah jelas siapa yang salah. Apa para orang tua memang seperti itu?
"Kenapa kau diam? Katakan sesuatu yang lebih meyakinkan, biasanya kan kau memiliki sejuta alasan untuk membantah ku."
"Dasar pria sinting! Akan aku adukan kau pada Ibu!" Umpat Revy.
"Revy!" Teriak Devan. Lagi-lagi wanita itu menggunakan Ibunya sebagai senjata untuk mengancam Devan.
Kemudian, panggilan telepon di tutup, tanpa ada tanggapan apapun lagi dari wanita itu. Lagi-lagi ular betina itu melarikan diri dari masalah.
"Siaaal!!!" Devan berteriak sembari melempar benda pipih dengan case putih itu ke atas sofa dengan cukup kuat. Ia menyentuh kepalanya yang tiba-tiba terasa berat, rasa nyeri mulai datang dari pangkalnya.
Beberapa jenak kemudian, Devan meraih kembali handphone nya, dan menelpon pak Ali agar wanita bernama Anna itu datang ke ruangannya, segera! Titahnya.
...• • •...
mampir di novelku ya/Smile//Pray/