Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALERGI
Mereka lalu lanjut ke meja makan. Banyak sekali hidangan hingga meja yang besar itu terlihat penuh. Seumur hidup, Embun belum pernah dijamu seistimewa ini.
Nathan menarik kursi untuk Embun sebelum dia duduk. Sengaja dia menyuruh Embun duduk dihadapan Navia agar tak berhadapan dengan Rama. Dan sekarang, posisi Embun sama dengan Navia, didekat Bu Salma.
Navia mengambilkan makanan untuk Rama dan ibunya. Sedangkan Embun, sebagai istri yang baik, dia mengambilkan nasi untuk Nathan.
"Mau lauk apa?" Embun bertanya karena tak tahu apa kesukaan Nathan.
"Apapun, asal ja_" Belum sempat Nathan menyelesaikan kalimatnya, Embun sudah mengambilkan rendang daging kepiring Nathan.
"Kamu ini gimana sih, Kak Nathan itu gak suka daging," seru Navia sambil sedikit melotot.
"Ma-maaf, aku tidak tahu." Embun mengambil daging dipiring Nathan lalu menaruh dipiring miliknya.
"Istri apaan itu, masa gak tahu apa kesukaan suaminya," cibir Navia.
"Navia, yang sopan," ujar Bu Salma yang kurang suka dengan sikap Navia.
"Biar aku ambil sendiri saja." Nathan mengambil alih piring ditangan Embun lalu mengambil sendiri lauk kesukaannya.
Embun kembali duduk. Belum apa-apa, dia sudah membuat kesalahan.
Melihat Embun yang tampak sedih, Bu Salma mengambil udang lalu meletakkan dipiring Embun. "Kamu suka udangkan?"
Embun seketika terkesiap. Suka udang, info darimana itu, yang ada dia alergi udang. Didepannya, Navia terlihat tersenyum miring.
"Mama sengaja menyuruh art memasak udang spesial buat kamu." Bu Salma menambahkan lagi 1 ekor udang kepiring Embun.
Embun menatap nanar udang yang ada dihadapannya. Ingin bicara jujur, tapi takut mengecewakan Bu Salma. Apalagi mertuanya tadi bilang masak spesial untuknya. Tapi kalau dimakan? Efeknya pasti sangat buruk.
"Kok dilihatin doang," ujar Navia. "Udang itu spesial buat kamu, dimakan dong."
Rama melirik Navia, dia tak menyangka jika Navia malah menggunakan kelemahan Embun untuk ajang balas dendam. Menyesal dia telah mengatakan jika Embun alergi udang.
"Dimakan sayang, jangan sungkan," ujar Bu Salma.
Rama menatap Embun dengan rasa bersalah. Dia tahu Embun tak bisa makan udang. Kulitnya akan langsung gatal-gatal dan beberapa bagian wajahnya, terutama mata dan bibir akan mengalami kebengkakan.
Rama ikut tegang saat Embun menancapkan garpunya pada udang. Dia menggeleng, memberi kode pada Embun agar tidak memakannya.
Mungkin seekor saja tak akan berdampak padanya. Sudahlah, lebih baik dia makan, pikir Embun. Beberapa detik sebelum udang mendarat dimulutnya, Nathan lebih dulu menarik garpu tersebut dan mengarahkan kemulutnya sendiri.
Embun langsung terkesiap, sedangkan Navia, dia merasa kesal karena apa yang dia tunggu-tunggu malah digagalkan oleh Nathan. Padahal sedikit lagi, udang tersebut akan masuk kemulut Embun.
"Astaga Nathan, istri kamu belum makan sama sekali, tapi kamu malah nyerobot makanannya," omel Bu Salma.
"Embun alergi udang Mah," ucap Nathan.
Embun kaget, bagaimana mungkin Nathan tahu hal itu. Sedangkan Navia, dia mengumpat dalam hati karena Nathan telah merusak rencananya.
"Loh, kata Navia, Embun suka udang." Bu Salma langsung menoleh kearah Navia.
"Mungkin terjadi kesalah pahaman Mah," lanjut Nathan. Tadi dia tak sengaja melihat gerak gerik Rama saat Embun hendak makan udang. Selain itu, Embun yang tampak takut membuatnya yakin jika ada yang tidak beres.
"Maaf ya, Sayang," Bu Salma mengusap tangan Embun yang ada diatas meja. "Harusnya tadi kamu bilang, jangan diam saja. Dan kamu Nathan, kenapa gak bilang daritadi?"
"Nathan juga baru ingat Bu," Nathan beralasan.
Apapun itu, Embun merasa lega karena dia tak harus makan udang.
"Itu jangan dimakan, aku ambilkan yang baru saja." Nathan memanggil pembantu untuk membereskan makanan Embun, sedangkan dia, seperti suami idaman, mengambilkan makanan baru untuk istrinya. "Makanlah," dia meletakkan piring yang sudah berisi nasi dan lauk didepan Embun.
"Terimakasih," ucap Embun.
Mereka lalu lanjut makan malam. Navia dan Rama hanya diam saja selama makan. Yang terdengar hanya suara Bu Salma yang mengobrol dengan Embun, dan sekali kali, Nathan menimpali.
Ditengah-tengah makan, ponsel Rama berdering, pria itu meminta izin kebelakang untuk menjawab telepon.
Embun, gadis itu merasa ada yang aneh. Berkali-kali dia minum tapi tenggorokannya tetap terasa tak nyaman. Bahkan lama-lama terasa sakit dibuat menelan. Kulitnya mulai terasa panas dan sedikit gatal. Padahal dia tak makan udang, tapi kenapa muncul reaksi seperti ini. Dan yang paling parah, perutnya mulai mual.
"Saya, ke toilet sebentar," Embun minta izin. Karena dia tak tahu letak toilet, Nathan menyuruh art untuk mengantarnya.
Di toilet, Embun kaget saat menarik lengan bajunya. Kulitnya mulai muncul ruam. Ini aneh, padahal dia tak makan udang. Hidungnya juga terasa sangat gatal.
Saat keluar dari toilet, Embun kaget melihat Rama yang ada didapur.
"Kamu kenapa Mbun?" tanya Rama. Tadi tak sengaja dia melihat Embun gelisah saat berjalan menuju toilet. Tak hanya itu, dia juga melihat Embun menggosok hidungnya. 10 tahun pacaran dengan Embun, membuatnya hafal seperti apa reaksi tubuh Embun saat mengalami alergi udang.
"Gak kenapa kenapa," sahut Embun. Dia harus cepat pergi darisana. Karena kalau sampai Nathan atau Navia melihatnya bersama Rama, akan jadi masalah besar. Embun hendak pergi tapi Rama tiba tiba menahan lengannya. "Rama, kamu apa-apaan sih, lepasin."
"Kamu alergi Mbun?"
"Enggak, lepasin Ram."
Bukannya melepaskan, Rama malah menarik sedikit lengan baju Embun, sehingga terlihat kulitnya yang mulai muncul ruam.
"Lepaskan istriku." Suara berat Nathan membuat Rama reflek melepaskan lengan Embun. Dia tak menyangka jika Nathan akan tiba tiba muncul.
Dengan rahang mengeras, Nathan menghampiri Embun. Dia mencengkeram lengan Embun kuat sambil menariknya menjauh dari Rama. "Ternyata nyali kalian besar juga, berani kucing-kucingan dibelakangku," geram Nathan.
"Ini tak seperti yang Bapak pikirkan," sahut Embun.
"Kau pikir aku buta, tak bisa melihat apa yang kalian lakukan. Sudah berkali-kali aku tekankan, jaga sikapmu saat dirumah mamaku," tekan Nathan. Sorot matanya memperlihatkan jika dia sedang marah besar. Kalau saja tak ingat ada mamanya, sudah pasti Nathan akan berteriak karena kesal. Dia lalu berbisik ditelinga Embun. "Ingat, tujuanku menikahimu adalah agar kau tak lagi mengganggu rumah tangga adikku. Tapi jika kau masih saja belum jera, aku bisa melakukan hal yang buruk padamu. Jadi jangan coba-coba bermain-main denganku," ancamnya.
"Kau salah paham Nath, aku hanya i_"
"DIAM KAU," bentak Nathan, memotong ucapan Rama.
Nathan lalu menarik kasar lengan Embun keluar dari dapur.
"Embun alergi," seru Rama.
Nathan menghentikan langkahnya, begitupun dengan Embun. Dia menatap Embun, kelopak mata wanita itu terlihat sedikit bengkak, membuat matanya terlihat menyipit. Nathan menarik keatas lengan baju Embun, tampaklah kulit putih yang mulai muncul ruam.
"Bagaimana bisa seperti ini, bukankah kau tak makan udang?"
"Aku juga tidak tahu." Embun menggosok-gosok hidungnya yang terasa amat gatal.