Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Laura
Jen terbangun dari tidurnya, ia melihat dua orang laki-laki yang sedang mengobrol sambil duduk di sofa.
"Glenn" seru Jen yang suara nya berhasil di tangkap oleh telinga Glenn. Pria itu segera bangun dari duduknya lalu menghampiri Jen dan mencium punggung lengan nya.
"Maafkan aku sayang" lirih Glenn, yang tanpa disadari air matanya menetes dari dua sudut matanya. Jen tersenyum ia usap pipi kekasihnya itu.
"Aku baik-baik saja sayang, kau tidak usah khawatir". Ucap Jeniffer dengan suara nya yang masih terdengar lemah, ia juga meraih lengan Glenn lalu mengecup nya.
Suasana berubah menjadi kesedihan, tanpa ingin menganggu kebersamaan mereka Jessica dan Daniel memutuskan untuk keluar dari ruangan dan menunggu nya di kursi tunggu.
Sekarang hanya ada mereka berdua, Jen tidak bisa menutupi rasa takut dan kesedihan nya lagi. Wanita tersebut menangis tersedu-sedu, mengingat akan hal keji yang dilakukan Amara pada nya. Tubuhnya terasa sakit sekali, meski sekedar untuk membenarkan posisi tubuhnya.
"Aku takut Sayang, saat aku di sekap lalu di pukuli berkali-kali" kata Jen sambil terisak. Glenn semakin menggenggam erat lengan kekasihnya itu, ia bisa merasakan ketakutan yang mendalam dari suara Jen.
"Aku sudah menghabisi mereka yang menyakiti mu sayang, mulai sekarang kau tidak perlu takut lagi". Entah sudah berapa kali Glenn mengecup punggung tangan nya, berusaha untuk terus menenangkan kekasihnya itu.
Di luar ruangan Jen dan Daniel hanya diam tanpa kata. Keduanya seperti orang yang sama-sama sedang menunggu giliran untuk menjenguk pasien. Tidak ada interaksi atau sekedar untuk berbasa-basi satu sama lain.
Pintu ruangan dibuka, namun bukan dari kamar Jen. Melainkan Lily yang baru saja selesai menjenguk Camila. Melihat Lily keluar Daniel bangun lalu sedikit menundukkan kepala nya, meski atasan nya yang sebenarnya hanya Glenn namun tidak ada salah nya untuk bersikap sopan.
"Suruh Glenn untuk cepat keluar, aku tunggu di mobil".
"Baik Nyonya".
Jessica yang duduk tak jauh dari Daniel hanya bisa memperhatikan interaksi kedua nya. Hingga dua pasang mata saling bertemu. Jessica tersenyum saat melihat Lily meski wanita itu membalas nya dengan dingin.
Sebuah ukiran gambar bunga pada motif baju Lily membuat Jessica berpikir keras. Pola tersebut sama seperti yang ia gambar untuk sebuah perusahaan. Jessica terus memperhatikan Lily, sampai wanita tersebut masuk ke dalam lift dan tak terlihat lagi.
"Apakah dia pemilik dari PT Lily?" gumam nya dalam hati. Pasalnya selama ia bekerja remote di perusahaan Lily, belum pernah mengetahui secara langsung pemilik nya. Profile nya juga seperti disembunyikan entah apa maksud dari semua itu. Ia hanya memasang simbol berupa gambar bunga Lily pada foto profile di situs perusahaan nya.
Tak lama setelah lift yang ditumpangi Lily turun, Glenn dan Daniel keluar dari ruang rawat Jen. Kemudian Glenn berjalan dengan cepat ke arah lift untuk mencegah bertemu dengan Camila atau pengawalnya. Ia sengaja mengabaikan Jessica yang berdiri dan hendak menyapa, karena pintu lift pasti akan memakan waktu untuk naik ke atas.
Glenn segera bersembunyi pada balik tembok, saat mendengar suara pintu ruangan sebelah Jen di buka. Camila keluar dengan duduk di kursi roda, ia ingin melihat kondisi Jen saat ini.
Jessica semakin dibuat pusing dengan keadaan ini, ia bertanya-tanya dalam hati saat melihat sikap Glenn seperti orang yang ketakutan
Pintu lift terbuka, Glenn dan Daniel segera masuk dan lekas menakan tombol di dalamnya untuk turun ke lantai dasar.
"Ada apa sih dengan mereka" gumam Jessica. Ia harus segera kembali ke dalam ruangan nya.
"Hai" seperti biasa Camila yang akan selalu lebih dulu menyapa.
"Kau tidak istirahat Camila?"
"Aku bosan jika hanya di ruangan ku, lagi pula tangan ku juga sudah tidak terasa sakit". Ucap Camila.
Tak lama kedua maya nya tertuju pada paper bag di atas nakas, ia mendekat ke arahnya lalu meraih kantong tersebut.
"Kau mau roti itu, ambilah aku punya banyak". Kata Jessica menawarkan.
Camila menggeleng. "Aku juga punya roti ini dari merek yang sama, darimana kau mendapatkan nya?"
Aha! Jessica mengerti sekarang, ia mencoba menyambungkan dengan sikap Glenn tadi yang tampak panik saat ruangan Camila terbuka. Lalu roti itu dari merek dan toko yang sama, sudah bisa dipastikan jika mereka ada suatu hubungan, entah apa itu yang pasti Jessica akan mencari tahu.
"Aku membawakan nya tadi sebelum sampai kesini" ujar Jessica yang terpaksa berbohong.
"Oh baiklah, roti ini rasanya sangat enak aku saja sudah habis lima tadi". kata Camila sambil tertawa dan menaruh kembali paper bag tersebut.
"Oh iya Jes, kau juga jangan lupa makan jaga kesehatan, jika kau butuh sesuatu beri tahu aku".
"Baiklah, terimakasih"
Camila kembali ke kamar nya, dengan dibantu Chen mendorong kursi roda.
Jessica segera duduk dan mengambil ponsel nya dalam tas, ia ingin menghubungi Jhon untuk menanyakan mengenai hal tersebut.
Di dalam mobil Glenn dan Lily sama sekali tidak ada percakapan, Lily tampak kesal dengan Glenn yang pergi cukup lama setelah menyapa Camila sesaat. Sesampainya dirumah juga ia langsung masuk ke kamar masing-masing.
Glenn masuk ke kamar nya, ia rebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Hari ini cukup melelahkan lebih baik mandi sebentar lalu istirahat.
Daniel juga memutuskan untuk kembali pulang ke rumah nya, karena belum ada perintah untuk menyerang musuh atau apapun itu. Ia juga butuh istirahat untuk bisa mencharge energi nya yang terkuras cukup banyak hari ini.
Sementara Jhon yang berdiam diri di sebuah kedai tak jauh dari rumah sakit segera bangun dari tempat duduknya, saat mendapat panggilan telepon dari Jessica. Ia membayar lebih dulu pesanan nya lalu pergi.
"Ouch!" seorang wanita berkulit putih dan berambut pendek tak sengaja bertabrakan tubuh saat hendak masuk ke dalam. Hingga membuat beberapa buku di tangan nya berjatuhan.
"Maaf aku tidak sengaja". Jhon membantu membereskan buku yang berserakan lalu memberikan nya kepada gadis tersebut.
Tubuh Jhon seketika kaku mulutnya tak bisa mengatup saat melihat wanita di depan nya.
"Laura?"
"Jhon?"
Gadis tersebut segera berdiri dan mengambil semua buku dari tangan Jhon, ia tak jadi masuk ke dalam kedai tersebut dan memilih untuk pergi. Jhon sempat menahan nya namun Laura memukul pria itu dengan tumpukan buku hingga membuat Jhon tersungkur, tentu saja ini kesempatan Laura untuk melarikan diri. Jhon terbangun dan langsung mengejar nya ia melihat Laura yang berbelok ke sebuah gang yang di himpit dua bangunan mirip ruko.
Namun saat masuk ke dalam ia tidak melihat siapapun, namun insting Jhon mengatakan jika Laura masih berada disana, benar saja Laura sedang menjepit hidung nya dengan satu tangan karena harus menahan aroma tak sedap dari sebuah kandang ayam.
Langkah Jhon semakin mendekat, membuat jantung Laura berdegup kencang ia bisa kehabisan napas jika begini caranya, namun menyerahkan diri juga bukan lah solusi ia harus tetap harus menghindar dari pria yang telah membuat nya melahirkan seorang anak tanpa bertanggung jawab itu.
"Laura" panggil Jhon, suasana hening membuat suara nya bergema.
Perasaan Laura semakin tidak karuan saja dibuatnya, belum lagi aroma dari kandang ayam yang begitu menyengat.
Langkah Jhon mendekat pada balik kandang ayam, Laura menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Suara panggilan telepon berdering, membuat Jhon mengehentikan langkah nya. Ketika di jawab suara yang melengking terdengar dari sebrang telepon.
"Iya Jess, aku kesana sekarang". Jhon mengurungkan niatnya untuk mencari Laura.
Saat sudah dipastikan aman, Laura segera keluar dari balik kandang ayam tersebut. Ia mencium aroma tubuhnya yang menjadi bau.
"Huek, bau sekali" Laura mengumpat, ia meludah ke sembarang arah demi membuang rasa mual nya. Kemudian kembali keluar dari gang tersebut untuk pulang ke rumah.
Laura segera menghidupkan mesin motor nya, kemudian bergegas meninggalkan lokasi. Rencana nya malam ini ia ingin sedikit bersantai mumpung Brian sudah terlelap, namun harus batal karena tak sengaja bertemu dengan Jhon.
Ia juga mengutuk dirinya yang ceroboh, harus nya ia melakukan penyamaran saat akan keluar, meskipun bertemu dengan Jhon pria itu tidak akan mengenali nya seperti saat kejadian di restoran cepat saji.
Laura telah sampai di depan rumah nya, ia segera memarkirkan motor itu dan membiarkan nya di luar rumah. Rumah yang sederhana namun sejuk dengan dua kamar dan satu kamar di atas nya. Di kelilingi oleh taman yang ditanam bunga-bunga cantik.
"Mom" terdengar Brian yang muncul dari balik pintu kamar.
"Sayang, kau belum tidur?"
Brian mengucek mata lalu menguap, memeluk paha ibunya. Namun ia terdiam saat mencium bau aroma tidak sedap dari tubuh ibunya. Bocah berusia 3 tahun tersebut segera menjauh lalu memencet hidung nya.
"Mom, kenapa badan mu bau kotoran ayam"
"I-i-iya, saat di jalan tadi mom bersebelahan dengan truk pembawa ayam mungkin karena terlalu dekat jarak nya jadi terkena tubuh mommy".
"Oh seperti itu"
"Iya, sekarang mau membersihkan diri lagi. Kau lekas tidur kembali"
"Oke Mom" .
Jika Laura tengah akan masuk ke dalam bilik mandi untuk membersihkan tubuhnya dari bau tak sedap. Lain hal nya dengan Jhon yang kini tengah mendapat tatapan tajam dari Jen, karena sedang di interogasi.
"Ayo jawab kenapa kau diam saja, lidah mu tertelan?" omel Jeniffer dengan kedua tangan melipat di atas perut.
Jhon seperti simalakama kalau sudah begini, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Namun lambat laun juga Jen akan tahu.
"Baiklah, kalau memang kau ingin tahu keadaan sebenarnya tapi kau janji harus menutup rahasia ini sampai mati".
"Tentu saja, aku tidak akan membocorkan rahasia ini".
Jhon kemudian menceritakan mengenai siapa Glenn, Daniel dan juga dirinya, dari mulai latarbelakang mereka yang sebenarnya. Tentu saja ini membuat Jessica terkejut, ia seperti sedang berada dalam kisah di sebuah novel yang bergenre thriller. Dimana seorang mafia yang telah bucin pada satu wanita nya akan terus melakukan upaya untuk bisa dimiliki.
Jessica terkekeh. "Wah aku tidak menyangka kau seorang penjahat".
"Tapi kau suka kan?" Goda Jhon dengan mencolek dagu Jessica, hingga membuat wajah gadis tersebut memerah. Jessica mendorong pelan tubuh Jhon, namun tangan nya di tarik lalu jatuh ke pada dada bidang itu.
"Hei ingat tempat ini rumah sakit Jhon".
Jhon tak mengindahkan ucapan Jen, ia belai pipi dan rambut gadis itu lalu merapihkan nya ke belakang telinga. Kalau sudah berduaan begini mana bisa tahan, apalagi ruangan VIP tersebut mempunyai ruang pribadi untuk mereka yang bergantian jaga.
Sebuah kecupan mendarat di bibir nan merekah itu, kemudian berlanjut sampai sama-sama memainkan indera perasa.
Jen menahan tangan Jhon yang hendak akan membuka kancing baju nya. Kemudian ia juga bangun dan duduk di sisi tempat tidur. Mood nya tiba-tiba saja berubah, ia takut lebih jauh melakukan hal ini dengan Jhon. Dibilang teman tapi rasa pacar, dibilang pacar tapi salah satu di antaranya belum pernah mengutarakan perasaan.
"kenapa Jes?" tanya Jhon yang juga ikut bangun dan duduk bersebelahan dengan Jessica.
Jessica menghela napas dan menatap pria yang tengah merangkul pinggang nya ini dengan lekat. "Aku mau tanya sesuatu padamu?"
"Apa, katakan lah".
"Kau menganggap aku apa?"
Jhon seketika terdiam, lalu tertawa. "Apa maksud dari pertanyaan mu Jes?"
"Kau sadar dengan apa yang kita lakukan, itu tidak pantas disebut teman"
"Maksud mu?"
"Masa kau tidak peka". Jessica memalingkan wajah nya ke arah lain, Jhon memeluknya dari samping.
"I love you" bisik nya.
"Apa?"
"I love you, itu kan yang ingin kau dengar langsung dari mulut ku?" tanya Jhon. Jessica hanya melirik malas ke arahnya.
"Kau tahu, aku tidak suka dengan pria yang senang membual".
"Ayolah sayang, kita ini sudah sama-sama dewasa hal yang kita lakukan saat dirumah adalah hal yang biasa"
"Maksudmu?" Jessica melotot tajam.
"Sudah biasa dilakukan oleh orang yang berpacaran".
Jessica terperangah, ia kembali memalingkan wajah nya ke arah lain.
"Jadi maksud mu, kita pacaran?" tanya Jessica untuk meyakinkan.
"Benar sekali sayang, kau adalah pacarku sekarang. Tapi aku mohon satu hal padamu"
"Apa?"
"Jangan pernah memamerkan sesuatu yang berkaitan dengan hubungan kita di sosial media, karena aku khawatir jika kau akan bernasib sama dengan kakak mu".
Jessica semakin paham akan apa yang terjadi dalam kehidupan nya baru-baru ini, beberapa rangkaian peristiwa yang dapat ia rangkum menjadi satu halaman cerita.
Laura kembali dari bilik mandi setelah selesai membersihkan tubuh, ia juga mencuci rambutnya yang terkena bau dari aroma tak sedap. Laura melangkah masuk ke kamar anaknya,.memastikan sang anak apakah sudah tidur atau kembali bangun. Rupanya pangeran kecil itu tengah tertidur pulas, sambil menghisap jempol dan memeluk boneka kesayangan nya.
Tak terasa air mata Laura meleleh membasahi pipi mulus nya, saat menatap wajah sang putra yang begitu mirip dengan Ayah nya. Rasa sakit dan perih yang menusuk hingga membuat Laura enggan untuk melihat wajah nya. Namun ia juga tak bisa membohongi perasaannya, jika ia merasakan rindu pada pria yang telah membuat nya hamil 3 tahun silam.
Ia juga sempat menyuruh orang untuk memata-matai Jhon sampai tertangkap pada saat di bioskop, untung nya saja Jhon melepaskan pria itu lalu membiarkan nya pergi.
Laura membuka ponsel nya, ia masih menyimpan foto Jhon bersama wanita lain di sisi nya. Untung saja teman nya lebih cepat mengirim gambar tersebut kepada Laura sebelum di hapus.
"Apa kau tidak pernah mencari keberadaan ku Jhon, hingga aku sendiri yang mencari tahu dirimu".
Laura kembali terisak air mata nya semakin deras keluar dari kedua mata. Ia harus berusaha seorang diri menghidupi anaknya, hari-hari yang dijalani nya begitu berat, namun kehadiran malaikat kecil yang tengah tidur kini membuat nya harus tetap bertahan.