Kisah ini menceritakan hubungan rumit antara Naya Amira, komikus berbakat yang independen, dan Dante Evander, pemilik studio desain terkenal yang perfeksionis dan dingin. Mereka bertemu dalam situasi tegang terkait gugatan hak cipta yang memaksa mereka bekerja sama. Meski sangat berbeda, baik dalam pandangan hidup maupun pekerjaan, ketegangan di antara mereka perlahan berubah menjadi saling pengertian. Seiring waktu, mereka mulai menghargai keunikan satu sama lain dan menemukan kenyamanan di tengah konflik, hingga akhirnya cinta tak terduga tumbuh di antara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darl+ing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersenang senang
Di tengah-tengah lamunannya, suara langkah kaki yang familiar membuatnya mengangkat kepala. Betapa terkejutnya Widuri ketika melihat Fajar berjalan ke arah ruang tunggu yang sama. Widuri mengerutkan kening, merasa tak percaya dengan kebetulan ini. Fajar tampak terkejut juga, namun segera menyapanya.
"Widuri?" Fajar memulai, suaranya terdengar ramah meski ada nada hati-hati. "Kenapa kamu di sini? Ada urusan?"
Widuri, yang masih terkejut dengan kehadiran Fajar, langsung memasang sikap sinis. "Kenapa aku selalu bertemu denganmu di tempat-tempat yang nggak terduga?" gumamnya dengan nada ketus, matanya menatap Fajar dengan dingin.
Fajar tersenyum tipis, berusaha menenangkan suasana meski jelas-jelas bisa merasakan ketidaksukaan Widuri. "Kebetulan saja. Aku kan memang bekerja disini. Kamu menunggu Naya?"
Widuri mengangkat bahu, tidak ingin terlibat percakapan lebih jauh dengan Fajar. "Iya, tapi nggak perlu ikut campur. Aku nggak butuh bantuanmu, jadi pergi saja kalau memang nggak ada urusan."
Fajar menghela napas panjang, menyadari bahwa usahanya untuk bersikap baik tidak diterima dengan baik. "Baiklah, aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja. Kalau kamu butuh sesuatu, aku ada di sini."
Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Fajar berjalan menjauh, membiarkan Widuri kembali ke dunianya sendiri. Namun, setelah Fajar pergi, Widuri tetap merasa kesal. Perasaan jengkel bercampur dengan kekhawatiran akan Naya membuatnya sulit duduk tenang. Sementara itu, di ruang pertemuan, Naya dan Dante akhirnya menyudahi pertemuan dengan kesepakatan untuk mempertimbangkan kedua sisi, meski perbedaan pandangan masih terasa menggantung di udara.
Setelah beberapa menit, Naya keluar dari ruang pertemuan dengan wajah lelah. Ketika melihat Widuri menunggunya, Naya tersenyum tipis, meski jelas terlihat beban diskusi tadi masih terasa.
"Bagaimana?" tanya Widuri penuh rasa ingin tahu.
Naya hanya menggelengkan kepala, mengisyaratkan bahwa pembahasan tadi tidak berjalan semudah yang diharapkan. "Masih banyak yang perlu diselesaikan. Tapi setidaknya, Dante mau mempertimbangkan sebagian konsepku."
Widuri mengangguk, memberikan dukungan tanpa banyak kata. Mereka pun berjalan keluar bersama, bersiap menghadapi apa pun tantangan berikutnya yang akan datang.
Setelah pertemuan yang melelahkan dengan Dante, Widuri menyadari bahwa Naya butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya. Saat mereka keluar dari gedung kantor Dante dan berjalan menuju parkiran, Widuri menoleh ke arah Naya yang tampak masih memikirkan perdebatan dengan Dante.
"Nay, daripada kamu terus-terusan pusing mikirin proyek itu, gimana kalau kita pergi ke mal? Kita belanja-belanja, seru-seruan, sekalian cari baju dan makeup baru buat kamu," ajak Widuri sambil tersenyum ceria.
Naya langsung mengerutkan kening, ekspresi bingungnya jelas terlihat. "Wid, kamu kan tahu sendiri. Aku lagi nggak punya uang. Tabungan aku habis gara-gara... ya kamu tahu sendiri masalahnya. Aku harus berhemat sekarang," keluhnya, nada suaranya sedikit berat.
Widuri hanya menggeleng pelan, lalu menepuk bahu Naya dengan semangat. "Ah, sudahlah, Nay! Hari ini biar aku yang traktir. Kamu nggak usah mikirin soal uang. Aku tahu kamu lagi butuh hiburan, dan nggak ada salahnya bersenang-senang sekali-sekali. Kita nggak harus belanja mahal-mahal, kok."
Naya menatap sahabatnya dengan ragu, tapi senyuman lebar Widuri dan semangat yang menular akhirnya membuat Naya menyerah. "Oke, oke. Tapi jangan belanja yang aneh-aneh ya," katanya sambil tersenyum tipis.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di mal besar di pusat kota. Widuri, yang dari tadi sudah terlihat antusias, langsung menarik tangan Naya ke dalam toko pakaian. "Ayo, kita mulai dari sini! Aku mau lihat kamu pakai baju yang lebih fresh dan stylish. Mumpung ada diskon!" ucap Widuri dengan mata berbinar.
Naya hanya bisa tertawa melihat betapa semangatnya sahabatnya itu. "Kamu tuh kaya ibuku, selalu saja nyuruh aku beli baju baru," canda Naya sambil mulai melihat-lihat deretan pakaian di toko tersebut.
Widuri tak memperdulikan candaan itu dan segera mulai memilih beberapa baju untuk Naya. Ia mendorong Naya ke ruang ganti sambil memegang beberapa setel pakaian yang warnanya lebih cerah daripada apa yang biasa Naya pakai. "Coba yang ini, dan ini, dan... yang ini! Cepat ganti, aku tunggu di luar," seru Widuri sambil menyodorkan tumpukan pakaian dengan penuh semangat.
Naya tak punya pilihan selain menurut. Ia masuk ke ruang ganti dan mulai mencoba satu per satu pakaian yang diberikan Widuri. Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan memakai dress berwarna pastel yang lembut, sangat berbeda dari gaya biasanya.
Widuri tersenyum lebar, menatap Naya dengan bangga. "Tuh kan, lihat! Kamu kelihatan jauh lebih segar pakai baju kaya gini. Kayak baru selesai liburan dari Bali."
Naya terkikik kecil, meskipun sebenarnya merasa sedikit canggung dengan penampilannya yang berbeda. "Ini terlalu formal nggak sih? Rasanya aku bukan aku kalau pakai baju ini."
"Tidak sama sekali! Justru ini kamu banget, tapi versi yang lebih ceria dan menarik," jawab Widuri dengan penuh keyakinan. "Sekarang kita lanjut ke toko makeup!"
Mereka pun berjalan menuju toko makeup favorit Widuri. Di sana, Widuri tanpa ragu mulai memilihkan produk-produk yang menurutnya cocok untuk Naya. "Ini lipstik nude, ini eyeshadow dengan warna yang soft tapi cantik. Kamu pasti suka deh!"
Naya merasa sedikit kewalahan dengan semua pilihan makeup yang diberikan Widuri, tapi ia tahu bahwa sahabatnya itu hanya ingin yang terbaik untuknya. Setelah beberapa kali mencoba warna-warna makeup yang berbeda, Naya akhirnya menemukan produk yang membuatnya merasa lebih percaya diri. "Oke, yang ini kayaknya cocok," katanya sambil memegang lipstik yang dipilihnya.
Sambil tertawa dan bercanda, mereka menghabiskan waktu di toko-toko lain, membeli beberapa pakaian baru dan produk kecantikan. Naya yang awalnya merasa ragu untuk belanja, kini mulai menikmati momen tersebut. Ia tertawa lepas ketika Widuri mencoba beberapa topi aneh dan berpose lucu di depan cermin.
Setelah berbelanja, mereka memutuskan untuk makan di restoran favorit mereka di dalam mal. Sambil menikmati makanan lezat dan minuman segar, Naya akhirnya merasa beban pikirannya sedikit terangkat. "Wid, terima kasih ya. Aku nggak ingat kapan terakhir kali merasa seru kaya gini. Mungkin memang aku butuh bersenang-senang sedikit."
Widuri mengangkat gelasnya, tersenyum lebar. "Itulah gunanya sahabat. Kadang kita perlu melupakan sejenak semua masalah dan menikmati hidup. Dan lihat, Nay, kamu kelihatan lebih ceria sekarang."
Naya tersenyum sambil mengangguk. Hari yang dimulai dengan kekhawatiran dan stres berakhir dengan tawa dan kebahagiaan. Berkat Widuri, ia bisa merasakan kembali sedikit keceriaan yang hilang di tengah beban hidupnya.
Hari itu, mereka berdua pulang dengan hati yang lebih ringan, membawa tas belanjaan dan tentunya kenangan manis dari momen yang dihabiskan bersama.