Bertahun-tahun aku berusaha melupakan kenangan kelam itu, namun mimpi buruk itu selalu menghantuiku bahkan setiap malam. Akupun tidak bisa bersentuhan dengan laki-laki. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Ku kira selamanya tidak akan ada pria yang masuk dalam hidupku. Hingga dia datang dan perlahan merubah kepercayaanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Awal Juna
Rumah pak Hadi
"Apa kamu sudah minta uangnya ke Nasya? Apa katanya?" pak Hadi bertanya pada istrinya dengan tidak sabar. Dia menunggu jawaban istrinya sambil menuangkan air putih dan meminumnya sendiri.
"Dia nggak mau pulang. Dia hanya mengirimkan uang ini aja." Bu Tinah menjawab suaminya tanpa berani menatap wajahnya. Dia menunjukkan uang dari Nasya yang sebelumnya sudah dia ambil di ATM.
"Apa ini?! Hanya segini aja?! Kamu pikir uang segini akan cukup buatku?! Ini sama sekali nggak cukup" Pak Had mengambil uang itu lalu melemparkannya kembali ke wajah istrinya.
"Aku butuh banyak uang, jadi minta dia kirimkan uangnya lagi atau aku akan datang padanya langsung!"
"Ah!"
Dia mengancam sang istri sambil memegang rahangnya dengan kuat kemudian menghempaskannya hingga terduduk di lantai.
"Bagaimana ini?Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku meminta uang lagi pada Nasya apalagi minta dia untuk pulang." gumam bu Tinah yang masih duduk dilantai setelah sang suami pergi meninggalkan rumah.
"Aku coba kirim lagi aja. Mungkin Nasya masih punya uang simpanan" Bu Tinah mengirim pesan singkan lagi pada Nasya.
"Sya, maafkan Ibu. Uang yang kamu kirim tidak cukup, apa kamu bisa kirim uang lagi untuk Ibu? Jika tidak, ayahmu akan kesana untuk meminta uangnya secara langsung." tulis bu Tinah dalam pesan singkatnya.
...****************...
Tring
Pesan singkat masuk ke ponsel Nasya sebelum dia bangun dari tidurnya. Disana ada Juna yang masih menunggu Nasya dengan sabar. Sesaat dia terlihat bingung apakah harus membuka pesan itu atau tidak. Dia menatap Nasya yang masih terlelap dengan wajah ragu.
"Buka atau nggak ya? Tapi bisa saja ini pesan penting." gumam Juna sambil menatap ponsel Nasya yang sebelumnya dia ambil dari dalam tasnya.
"Aku buka aja."
Sya, maafkan Ibu. Uang yang kamu kirim tidak cukup, apa kamu bisa kirim uang lagi untuk Ibu? Jika tidak, ayahmu akan kesana untuk meminta uangnya secara langsung.
"Dari ibunya"
Juna berniat membalas pesan bu Tinah untuk memberitahu kondisi Nasya namun tiba-tiba. Dia dikejutkan dengan gumaman Nasya dalam tidurnya.
"Tidak. Lepaskan aku! Tolong! Ku mohon. Lepaskan aku! Om, tolong aku. Jangan biarkan mereka membawaku!" Nasya terus bergumam dengan gelisah disertai air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.
Juna yang terkejut langsung meletakkan ponsel Nasya dan duduk disampingnya. Dia berusaha menenangkan Nasya sambil terus menghapus air matanya yang mengalir dan hampir masuk ke telinganya.
"Tenanglah, Kamu aman disini. Nggak akan ada yang membawamu pergi dengan paksa." Juna berbisik di telinga Nasya sambil mengusap lembut kepalanya. Perlahan Nasya pun kembali tenang dalam tidurnya.
"Kenapa aku selalu melihatmu ketakutan? Bahkan dalam keadaan tidur pun kamu ketakutan." gumam Juna yang terus menatap Nasya dengan raut wajah kasihan.
Sepanjang malam Juna terus berada disamping Nasya. Dia benar-benar menjaganya tanpa membiarkan siapapun datang ke kamarnya. Juna baru pergi menjelang pagi karena dia harus menemui Wiguna dan membahas investasi yang akan dia lakukan.
Ting nong ting nong.
Pagi harinya petugas kamar datang untuk mengantarkan sarapan dan pakaian yang dipesan Juna untuk Nasya.
"Ehm... Siapa pagi-pagi begini sudah bertamu? Nasya yang baru bangun karena mendengar suara bel perlahan membuka matanya dan mengusapnya.
"Eh? Ini ... Dimana?" Nasya menoleh kesana kemari dengan bingung memperhatikan setiap sudut kamar yang kini dia tempati. Lalu dia menundukkan kepala memeriksa tubuhnya sendiri.
"Haah... Syukurlah. Tapi siapa yang sudah menolongku?" Dia bernapas lega melihat kalau pakaian yang dia pakai saat ini masih sama dengan yang terakhir dia pakai dan tidak sedikitpun ada yang salah. Namun Nasya kembali bingung memikirkan siapa yang sudah menolongnya.
Ting nong ting nong
Nasya kembali disadarkan dengan suara bel yang berbunyi lagi.
"Iya sebentar."
Dia langsung beranjak dari tempat tidurnya untuk membuka pintu.
"Selamat pagi. Saya mengantarkan sarapan dan juga pakaian yang telah disiapkan untuk anda."
Seorang pelayan kamar langsung memberitahu apa yang dia bawa ketika Nasya membuka pintu.
"Sarapan? Pakaian? Siapa yang memesannya?"
Nasya terdiam mendengar ucapan pelayan itu. Dahinya berkerut saat memikirkan siapa yang sudah menyiapkan semua ini.
"Nona? Nona?" Pelayan itu melambaikan tangan didepan wajah Nasya yang sedang melamun
"Oh, ya tolong bawa ke dalam." Lambaian tangan pelayan membuat Nasya tersadar dan mengizinkannya masuk.
"Baik. Permisi." ujarnya begitu masuk ke kamar Nasya.
"Siapa yang sudah menyiapkan ini?" tanya Nasya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
"Pak Juna yang mempersiapkan ini secara langsung." Jawab pelayan itu dengan senyum yang ramah sambil meletakkan sarapan dan juga pakaian yang dia bawa diatas meja.
"Ada lagi yang anda perlukan?" tanya pelayan lagi memastikan sebelum dia meninggalkan kamar.
"Tidak, terima kasih."
"Kalau begitu saya permisi."
"Hmn..."
Pelayan itu meninggalkan kamar setelah mendapat tanggapan dari Nasya.
"Juna? Juna siapa ya?" Nasya masih bingung dan berusaha mengingat siapa yang dikatakan pelayan itu, namun dia sama sekali tidak mengingat seseorang yang bernama Juna.
"Ah sudahlah. Aku sama sekali tidak tahu siapa itu Juna. Yang pasti, aku berhutang budi padanya." Ujarnya yang langsung beranjak pergi menuju kamar mandi dan bersiap ke kantor.
...****************...
Sementara itu di tempat lain. Juna datang ke tempat Wiguna untuk melihat informasi yang telah dia kumpulkan.
Tok tok tok
Juna menunggu seseorang membuka pintu setelah dia mengetuknya. Postur tubuhnya yang tinggi dengan setelan jas membuatnya terlihat gagah saat sedang berdiri dengan tangan dimasukkan kedalam saku celana.
"Pagi, Bos"
"Hmn..."
Juna menanggapi dan melenggang masuk melewati Wiguna yang membukakan pintu untuknya.
"Informasi apa yang sudah kamu dapatkan mengenai perusahaan itu?" Tanya Juna setelah dia duduk di salah satu sofa.
Wiguna yang sudah terbiasa dengan sikap dingin Juna sama sekali tidak mempermasalahkannya dan langsung memberikan dokumen berisi semua informasi yang sudah dia kumpulkan selama ini.
"Perusahaan itu memproduksi makanan ringan dan menyuplainya langsung ke minimarket. Mereka mencari investor agar bisa menambah jumlah produksi dan memperluas jaringan pemasaran mereka. Semua informasinya udah ada disini." Wiguna menjelaskan sedikit tentang perusahaan yang akan di maksud oleh Juna.
"Bagaimana dengan manajemennya? Aku nggak akan berinvestasi pada perusahaan dengan manajemen yang kacau." Ujar Juna menegaskan.
"Sejauh ini nggak ada yang salah dengan manajemen mereka. Sama sekali nggak ada skandal yang melibatkan petinggi perusahaan atapun karyawannya." Wiguna bicara dengan santai pada Juna.
"Kamu yakin?" Tanya Juna lagi sedikit ragu.
"Aku nggak begitu yakin sih, tapi informasi yang ku dapat berkata begitu. Apa ada masalah, Bos? Kenapa Bos kelihatan nggak percaya sama informasi yang udah aku kumpulkan?" Wiguna terlihat ragu dan penasaran karena Juna tidak percaya dengan apa yang dia katakan.
"Nggak ada. Kamu pantau langsung prosesnya, jangan sampai ada yang salah. Laporkan padaku setiap perkembangan yang terjadi dengan perusahaan!" Juna memberikan instruksi setelah membaca sedikit informasi yang sudah dikumpulkan Wiguna.
"Tenang aja Bos. Bos nggak perlu khawatir soal itu. Aku akan pantau setiap pergerakan yang terjadi di perusahaan itu." Wiguna menjelaskan pada Juna dengan sangat percaya diri.
"Bagus. Kamu langsung aja pergi kesana sekarang. Mereka pasti sudah menunggu kedatanganmu."
"Anda nggak ikut pergi, Bos?" tanya Wiguna dengan dahi berkerut karena heran.
"Nggak. Kamu pergi sendiri aja. Aku akan kembali ke hotel. Masih banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan disana."
"Baiklah, Bos. Aku akan siap-siap pergi sekarang."
tapi tetep suka karena sifat laki²nya tegas no menye² ...