NovelToon NovelToon
Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fafafe 3

"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"

Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehidupan Baru Sebagai Pasangan

Kehidupan baru sebagai suami istri bagi Karin dan Pandu, meskipun hanya sebuah pernikahan kontrak, ternyata tidak semulus yang mereka harapkan. Sejak hari pertama tinggal bersama, perbedaan sifat mereka mulai menjadi sumber ketegangan. Karin yang perfeksionis dan teratur seringkali uring-uringan menghadapi sikap santai Pandu yang cenderung seenaknya.

Setiap pagi, suasana apartemen selalu terasa seperti medan perang kecil. Karin akan bangun lebih awal, membereskan tempat tidur, membersihkan dapur, dan memastikan segala sesuatu berada pada tempatnya. Sementara Pandu, dengan santai, bangun siang, meninggalkan cangkir kopi di meja, dan melempar jaket ke sofa tanpa berpikir dua kali. Itu cukup untuk membuat Karin naik darah.

"Serius, Pandu? Lagi-lagi kamu tinggalkan cangkir begitu saja?" Karin berseru dari dapur suatu pagi, dengan suara tegang. Matanya tertuju pada cangkir kopi yang ditinggalkan begitu saja di meja makan, meninggalkan noda kopi yang mengering.

Pandu, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan wajah segar, hanya mengangkat bahu sambil tersenyum santai. "Tenang saja, Karin. Aku akan beresin nanti."

Karin mendengus, mencoba menahan diri agar tidak langsung memarahinya. "Kamu selalu bilang begitu, tapi kamu nggak pernah melakukannya! Aku yang selalu berakhir membersihkan semuanya."

Pandu mendekatinya, mencoba mengambil cangkir itu dengan santai, seolah-olah masalah ini tidak sepenting yang dipikirkan Karin. "Aku beneran akan membereskan setelah ini, kok. Kamu nggak usah terlalu tegang."

"Tegang?" Karin menggelengkan kepala dengan frustrasi. "Ini bukan soal tegang, Pandu! Ini soal menghargai tempat yang kita tinggali. Kamu nggak bisa terus-terusan santai seperti ini, apalagi sekarang kita tinggal bersama."

Percekcokan kecil seperti ini terjadi hampir setiap hari. Karin merasa Pandu tidak serius menjalani pernikahan ini, bahkan dalam hal-hal kecil seperti merapikan tempat tidur atau menaruh sepatu di rak. Sementara itu, Pandu merasa Karin terlalu keras, selalu menuntut segalanya sempurna.

Suatu sore, setelah kembali dari kantor, Karin menemukan Pandu sedang tidur-tiduran di sofa dengan tumpukan pakaian yang belum dilipat berserakan di sekitarnya. Pandu bahkan tidak mempedulikan bahwa pakaian itu sudah menumpuk sejak pagi. Karin merasa kesal melihatnya, apalagi setelah seharian bekerja.

"Pandu!" seru Karin dengan suara yang jelas menahan marah. "Kenapa kamu malah tidur-tiduran sementara baju-baju ini masih berantakan?"

Pandu terbangun dengan mata mengantuk, mengusap wajahnya dan melihat Karin berdiri di depannya dengan tangan bersedekap. "Oh, ya... aku lupa. Aku bakal lipat nanti."

Karin hampir saja meledak. "Nanti! Lagi-lagi nanti!" teriaknya, benar-benar kehilangan kesabaran. "Kamu bilang nanti terus, tapi kamu nggak pernah benar-benar melakukan apa pun!"

Pandu, yang merasa situasi ini terlalu berlebihan, hanya bisa menghela napas. "Karin, kamu tahu nggak? Kamu terlalu stres soal hal-hal kecil. Kita ini nggak hidup di majalah interior, ini cuma apartemen. Kadang-kadang sedikit berantakan itu wajar."

"Itu mungkin wajar buat kamu," balas Karin dengan dingin. "Tapi aku nggak bisa hidup seperti ini, Pandu. Aku nggak bisa terus-menerus membereskan kekacauan yang kamu buat."

Pandu menatapnya dengan ekspresi bingung, merasa dia tidak melakukan kesalahan besar. "Karin, kenapa kamu nggak coba lebih rileks sedikit? Kita ini cuma menjalani ini sementara, nggak perlu terlalu tegang."

"Itulah masalahnya!" Karin mendengus frustrasi. "Kamu selalu berpikir ini cuma sementara, tapi aku tetap punya standar. Meski ini pernikahan kontrak, aku nggak mau hidup dalam kekacauan setiap hari."

Akhirnya, Karin memutuskan untuk mengambil alih semua urusan rumah tangga, sementara Pandu, yang lebih santai, mulai mencoba mencari cara agar tidak selalu membuat Karin kesal. Namun, meskipun begitu, bentrokan kecil terus terjadi, dari masalah baju yang belum dilipat, handuk basah yang dibiarkan tergeletak, hingga masalah kecil lainnya yang bagi Pandu tidak penting, tapi bagi Karin adalah bencana besar.

Suatu malam, setelah mereka hampir bertengkar lagi tentang hal yang sama, Pandu akhirnya menyerah. "Oke, Karin," katanya sambil mengangkat tangan tanda damai. "Aku akan berusaha lebih rapi, oke? Aku tahu kamu nggak suka berantakan, dan aku akan coba menghargai itu. Tapi kamu juga harus sedikit lebih sabar sama aku."

Karin mendesah panjang, akhirnya merasa ada sedikit kemajuan. "Aku nggak minta kamu sempurna, Pandu," katanya pelan. "Aku hanya ingin kita bisa saling menghargai dan berusaha membuat ini berjalan lebih baik. Kita mungkin cuma pasangan kontrak, tapi kita tetap harus bisa hidup bersama tanpa terus bertengkar."

Dengan itu, meskipun masih sering terjadi percekcokan kecil, keduanya mulai belajar menyesuaikan diri. Pandu berusaha lebih rapi, meskipun dengan caranya yang santai, dan Karin berusaha lebih sabar meskipun tidak mudah. Hidup bersama sebagai pasangan kontrak memang tidak pernah mudah, tapi mereka mulai menemukan cara untuk tetap bisa berdamai di tengah perbedaan besar yang ada di antara mereka.

PAndu, yang mulai paham betapa seriusnya obsesi Karin terhadap kebersihan dan keteraturan, kadang-kadang tak bisa menahan diri untuk sedikit menggoda istrinya yang jelas-jelas mengidap OCD. Baginya, melihat Karin bereaksi berlebihan terhadap hal-hal kecil adalah hiburan tersendiri. Bukan karena dia ingin menyakiti hati Karin, tetapi dia merasa, sesekali, sedikit humor bisa meredakan ketegangan yang sering terjadi di antara mereka.

Suatu pagi, setelah keduanya sedikit berbaikan dari cekcok malam sebelumnya, Pandu memutuskan untuk membuat sarapan. Dia memasak telur dan roti bakar dengan penuh semangat, meskipun, tentu saja, dapur berakhir dalam keadaan yang benar-benar berantakan, wajan berlumuran minyak, remah-remah roti tersebar di meja, dan piring serta gelas yang belum dicuci menumpuk di wastafel.

Karin, yang baru keluar dari kamar mandi dan mencium aroma masakan, berjalan ke dapur dengan rasa curiga. Begitu dia melihat keadaan dapur yang kacau balau, matanya langsung membelalak.

"Pandu!" serunya dengan nada kaget. "Apa yang kamu lakukan di dapur ini? Apa kamu habis perang?"

Pandu, dengan santai, membalikkan telur dadarnya sambil tersenyum licik. "Hanya bikin sarapan, sayang. Tenang aja, aku akan bereskan setelah selesai."

Karin berdiri di ambang pintu dapur, terlihat tidak bisa mempercayai pemandangan di depannya. "Kamu serius mau beresin ini semua? Aku bahkan ragu kamu tahu di mana lap dapur berada!"

Pandu tertawa kecil, lalu dengan sengaja membiarkan remah-remah roti jatuh ke lantai saat dia memindahkan roti bakar ke piring. Dia tahu persis bagaimana hal ini akan membuat Karin merinding, dan itulah yang membuatnya semakin lucu di matanya.

Karin menatapnya dengan campuran kesal dan tidak percaya. "Pandu! Kamu lihat itu! Remah-remah roti di lantai, aku nggak bisa hidup seperti ini!"

Pandu pura-pura tidak mendengar keluhannya dan malah semakin memperparah keadaan. Dia dengan sengaja menyentuh gagang kulkas dengan tangan berminyak, meninggalkan jejak-jejak jari di sana. "Ups, maaf, nggak sengaja," katanya dengan nada main-main.

Karin hampir pingsan melihat kekacauan kecil yang diciptakan Pandu. "Ya ampun, Pandu! Kamu benar-benar menguji kesabaran aku, ya?" Dengan cepat, dia meraih lap dan mulai membersihkan noda minyak itu dengan sigap, bahkan sebelum Pandu selesai dengan sarapannya.

Pandu, melihat Karin yang sibuk membersihkan bekas tangannya, hanya bisa menahan tawa. "Karin, kamu tahu nggak? Kadang-kadang kamu harus belajar rileks sedikit. Dunia nggak akan kiamat hanya karena ada sedikit remah-remah di lantai."

Karin melotot kepadanya, berhenti sejenak dari aktivitas bersih-bersihnya. "Rileks? Kamu mau aku rileks saat kamu sengaja membuat semuanya berantakan seperti ini?"

Pandu mengangkat bahu dengan senyum licik. "Hidup ini terlalu singkat untuk khawatir soal remah-remah, Karin. Aku hanya ingin kamu lebih bisa menikmati hidup, seperti aku."

Karin menatapnya dengan tajam. "Aku menikmati hidup ketika segala sesuatunya teratur dan bersih, Pandu. Bukan saat apartemen ini berubah jadi zona perang."

Merasa puas dengan reaksinya, Pandu akhirnya mengangkat tangannya tanda menyerah. "Baiklah, baiklah. Aku akan bantu bersihkan. Tapi dengan satu syarat."

Karin menyipitkan matanya curiga. "Apa syaratnya?"

Pandu mendekat, lalu dengan senyum jahil berbisik, "Kamu harus bisa bertahan selama lima menit tanpa mencoba membersihkan apa pun yang berantakan. Kalau kamu bisa, aku akan bersihkan semuanya sendiri."

Karin mendesah keras. "Kamu ini benar-benar menyiksa aku, ya?" katanya, setengah bercanda setengah kesal.

"Deal?" Pandu menatapnya menantang.

Karin akhirnya menyerah, meskipun dengan jelas terlihat bahwa ini bukan sesuatu yang mudah baginya. "Deal. Tapi lima menit, nggak lebih," balasnya dengan mata penuh kewaspadaan.

Selama lima menit yang terasa seperti seumur hidup bagi Karin, dia mencoba menahan diri dari merapikan apapun, meskipun setiap kali dia melihat kekacauan yang diciptakan Pandu, seluruh tubuhnya seperti berteriak untuk segera beraksi. Pandu, di sisi lain, menikmati setiap detik dari tantangan ini, bahkan sengaja menambah beberapa remah lagi ke lantai hanya untuk menguji ketabahan Karin.

Begitu lima menit berlalu, Karin langsung menyerbu dapur dengan lap di tangan, mulai membersihkan semuanya dengan cepat seperti seorang profesional.

Pandu tertawa terbahak-bahak melihat istrinya yang akhirnya menyerah. "Aku nggak percaya kamu bisa tahan selama itu," katanya sambil tersenyum puas.

Karin menggelengkan kepala sambil terus mengelap meja. "Kamu ini benar-benar bikin hidup aku susah, Pandu. Tapi entah kenapa, aku nggak pernah benar-benar bisa marah sama kamu."

Pandu mendekatinya, melingkarkan lengannya di pinggang Karin dan berbisik pelan di telinganya, "Mungkin karena di balik semua kekacauan ini, kamu tahu aku selalu ada untuk kamu."

Karin terdiam sejenak, menyadari bahwa meskipun Pandu sering membuatnya uring-uringan, ada kenyamanan yang aneh dalam keberadaannya. Pandu mungkin santai dan berantakan, tapi dia juga membawa tawa dan kelucuan ke dalam hidupnya yang selama ini selalu teratur dan serius.

1
Gus Surani26
seru nih
Gus Surani26
wahhh, kira2 gmn ya cara mereka melakukan nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!