Saat Sora membuka mata, dia terkejut. Dia terbangun di sebuah hutan rindang dan gelap. Ia berjalan berusaha mencari jalan keluar, tapi dia malah melihat sebuah mata berwarna merah di kegelapan. Sora pun berlari menghindarinya.
Disaat Sora sudah mulai kelelahan, dia melihat sesosok pria yang berdiri membelakanginya. "Tolong aku!" tanpa sadar Sora meminta bantuannya.
Pria itu membalikkan badannya, membuat Sora lebih terkejut. Pria itu juga memiliki mata berwarna merah.
Sora mendorongnya menjauh, tapi Pria itu menarik tangannya membuat Sora tidak bisa kabur.
"Lepaskan aku." Sora terus memberontak, tapi pegangan pria itu sangat erat.
"Kau adalah milikku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bbyys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Pria Yang Hebat
Flora datang menghampiri, ia langsung memeluk Sora.
"Akh!" Sora meringis kesakitan saat di peluk temannya. Sepertinya, tubuhnya sakit karena genggaman monster itu.
"Kau terluka?" tanya Flora khawatir.
"Aku tak apa-apa." jawab Sora berusaha tersenyum. Dia tak ingin membuat Flora khawatir.
"Jangan bohong. Katakan sakit kalau memang sakit tidak perlu menutupinya."
Flora mengomeli temannya, tubuhnya gemetar, air matanya mengalir. la sangat khawatir.
"Jangan menangis." Sora langsung memeluk Flora. "Hanya luka kecil saja." ucap Sora.
Flora memandangi Sora dengan tatapan tak percaya. "Ayo kembali dan obati lukamu."
Setelah penyerangan monster itu, Sora dan Flora kembali ke camp. Setibanya disana. Sora melihat kereta kuda milik seseorang yang dikenal terparkir di depan camp.
"Jendral, sudah kembali." Sora langsung berlari ingin menemuinya.
"Tunggu!" Flora menghentikan Sora. "Obati dulu lukamu."
"Sudah tidak sakit." jawab Sora cepat.
Sora meninggalkan Flora dan berlari ke ruang kerja Jendral. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Dia melihat seseorang yang tak asing berdiri di depan pintu.
"Kau!" tunjuk Sora.
Seorang pria yang dia temui di kota tadi. Seorang pria berambut hitam bermata kuning. Bentuk matanya seperti mata kucing. "Kenapa kau bisa ada disini?"
Selama ini Sora tidak pernah melihatnya, dia sudah mengenal banyak prajurit, tapi tidak pernah melihat pria itu.
"Apa kau orang baru?" tanya Sora.
"Ternyata kau tinggal disini." sahutnya. la berjalan mendekati Sora. "Kenalkan. Namaku Izek, mulai hari ini aku akan tinggal disini juga."
"Tinggal disini? Apa kau prajurit baru?"
"Aku akan menjadi pengawal Jendral."
"Pengawal?" Seorang anak kecil menjadi seorang pengawal. Sora mengangkat alisnya tak percaya. "Dimana Jendral?" tanya Sora.
"Siapa kau? Kenapa ingin bertemu Jendral?" la malah balik bertanya.
"Kenalkan. Namaku Sora. Aku adalah asisten Jendral. Asisten yang membantu mengurusi dokumen-dokumen." ujar Sora memperkenalkan diri.
"Asisten? Ohh ... kau asisten wanita pertama yang dimiliki Jendral." ingat Izek.
'Entah rumor apa yang sudah menyebar tentangnya. Apalagi wanita pertama? Dia memang pernah mendengar Jendral tidak pernah memiliki pelayan wanita dan hanya ada pelayan pria. Tapi apa benar tidak pernah ada?'
"Aku sudah mendengar banyak cerita tentangmu. Tidak menyangka hari pertamaku akan langsung bertemu denganmu." ucap Izek tersenyum smirk.
"Sora!" panggil Ashley saat membuka pintu. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu.
Jendral keluar bersama beberapa orang yang terlihat memiliki jabatan tinggi. Mereka memberi salam, lalu pergi.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ashley.
"Hmm ... itu ... aku ...."
Entah mengapa Sora sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Sejujurnya, dia hanya ingin melihat wajahnya dan melihat keadaannya. Tidak ada tujuan lain.
"Aku ... hanya ingin melihat keadaan Jendral. Sudah 3 hari Jendral tidak kembali dan tidak memberi kabar. Aku takut terjadi sesuatu pada Jendral."
"Aku baik-baik saja." jawab Ashley sambil mengelus kepala Sora dengan lembut.
Sora melihat wajahnya yang tak pucat seperti terakhir kali dia melihatnya. Tangannya yang sedikit dingin saat menyentuh kepalanya. Dia sudah tidak sakit lagi.
"Apa kalian saling kenal?" tanya Ashley. Saat melihat Izek yang berdiri dekat dengan Sora.
"Apa dia akan menjadi pengawalmu? Lalu dimana Javier?" timpal Sora.
Sora tidak melihat Javier, biasanya ia selalu berada disamping Jendral kemanapun Jendral pergi.
Ashley terdiam sejenak, ia menggaruk lehernya. "Ada hal yang perlu ia lakukan."
"Apa ini tentang masalah count?"
"Iya. Ada hal yang perlu ia urus terkait mereka." jelas Ashley.
Sora tidak bertanya lagi, untuk masalah count dan anaknya sebaiknya dia tahu.
"Karena aku sudah melihat Jendral, kalau begitu aku pamit dulu."
"Tunggu." Ashley menarik tangannya.
"Akh!" Sora meringis kesakitan padahal genggaman tangannya tidak erat. tapi jika disentuh sedikit rasanya sangat sakit.
"Ada apa denganmu? Kau terluka?" Ashley khawatir. la melihat luka memar di pergelangan tangan Sora. la mengerutkan keningnya. Menggulung lengan baju Sora. Betapa terkejutnya saat melihat beberapa luka memar di lengan Sora.
"Kenapa dengan tanganmu?" Ashley melihat lengan Sora yang sebelahnya, terlihat luka memar yang sama. Sora hanya terdiam tak menjawab.
"Sepertinya, itu karena monster yang baru menyerang kota tadi." Izek menjawab.
"Monster? Kabar tentang penyerangan monster dan penyihir itu?"
"Iya." sahut Izek. "Gadis itu ada di tempat kejadian dan tubuhnya hampir remuk. Untung aku datang tepat waktu."
"Lalu bagaimana dengan monster itu?"
"Aku sudah membunuhnya begitupun dengan penyihir itu. Penyihir bodoh itu bisa-bisanya ia ingin menghancurkan kota seorang diri. Nyalinya cukup besar juga." ucap Izek terkekeh pelan.
"Di dalam kota sudah diberikan dinding pelindung oleh penyihir putih. Bagaimana bisa seekor monster datang dan menghancurkannya?" ucap Ashley bingung.
"Untuk itu, saya juga tidak mengerti. Memang kejadian itu cukup aneh."
"Izek!" panggil Ashley. "Aku ingin kau menyelidikinya lebih lanjut."
"Baik Jendral." Izek langsung pergi, pergi meninggalkan Sora berdua dengan Jendral.
...****************...
"Kenapa kau tidak mengobatinya dan malah datang ke sini."
"Aku hanya ingin melihat wajah Jendral sebentar dan akan mengobatinya setelah ini." sahut Sora pelan.
Wajah Ashley terlihat sangat menyeramkan.
"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!"
Tiba-tiba Ashley menggendong Sora masuk kedalam ruangannya. Diletakkannya Sora di atas sofa.
"Buka bajumu!"
"Apa?"
Mata Sora terbuka lebar, dia terkejut. Bagaimana bisa ia meminta untuk membuka baju di depannya. Sora langsung memegangi bajunya dengan erat.
"Kau sudah gila? Kenapa menyuruhku untuk membuka baju?"
"Tentu saja untuk menyembuhkan lukamu." ujar Ashley sambil merogoh laci meja. Ia mengambil sebuah obat. "Apa kau memikirkan hal lain?" bisiknya pelan menggoda Sora.
"Aku akan minta Flora untuk mengobatinya." Sora beranjak dari sofa. Tapi Ashley menarik Sora duduk kembali.
"Kau terluka. bukannya mengobatinya dulu, Tapi kau malah berlari menemuiku. Sebenarnya kau ingin aku yang mengobatinya kan?" Ledek Ashley sambil tersenyum usil.
"Mana ada? Aku tidak pernah berfikir seperti itu." sanggah Sora cepat.
"Karena sudah ada disini, aku yang akan mengobatinya. Bukalah bajumu. Apa aku yang harus membukanya?"
Ashley mengangkat tangannya bersiap mendekati Sora.
"Tidak!" tolak Sora cepat.
Sora tidak bisa menolak keinginan Ashley lagi. Dia membelakanginya, membuka kancing bajunya dengan perlahan lalu membuka bajunya. Hingga tersisa kaus singlet tanpa lengan.
"Akh!" Rasa sakit terasa saat Ashley menyentuh punggungnya. Padahal sentuhannya lembut tapi rasanya nyeri.
"Monster itu menggenggam mu dengan sangat kuat. Bagaimana bisa kau menahan rasa sakit ini." ucap Ashley pelan. Entah mengapa suaranya terdengar sedih.
"Dingin!"
Tangannya yang dingin masuk kedalam kausnya, mengolesi punggungnya tanpa membuka kaus. Obat itu adalah obat yang sama seperti obat yang dipakai di kediamannya. Wangi mawar.
Sora bertanya, "Aku tidak pernah melihat obat itu diruang pengobatan?"
"Tentu saja. Ini adalah obat khusus. Obat yang dibuat oleh bangsa vampire yang memiliki khasiat yang sangat ampuh."
"Vampire yang membuatnya? Apa bisa digunakan kepada manusia?"
"Tentu saja bisa. Obat ini bisa mengobati siapapun maupun monster sekalipun."
"Apa wangi mawar adalah ciri khas para vampire? Aku merasa wangi Jendral juga mawar."
Wanginya manis dan segar. Hanya mencium aromanya saja. Sora seperti merasa sedang ada di taman mawar.
"Bunga mawar bisa hidup di kerajaan vampire. Dimana kerajaan tanpa matahari yang ada hanya langit gelap. Entah karena apa, hanya tanaman mawar yang bisa bertahan. Bunga lain tidak ada satupun yang bisa bertahan hidup. Karena jumlahnya yang banyak akhirnya bunga itu dijadikan wewangian bagi bangsa Vampire." Ashley menjelaskan.
Sora tidak bisa membayangkannya. Kerajaan tanpa adanya hari siang dan selalu malam. Menurut buku, vampire tidak terbiasa dengan cahaya matahari, tubuh mereka bisa terbakar.
'Tapi Ashley, Javier dan Izek tidak terpengaruh dengan cahaya matahari. Mereka tidak terbakar atau terganggu sama sekali. Aku tidak mengerti kenapa bisa seperti itu.' batin Sora.
Ashley mengolesi punggung Sora dengan lembut, rasa sakitnya perlahan mulai mereda.
"Jendral!" panggil Sora.
"Dari dulu aku merasa terganggu dengan panggilanmu itu. Panggil lah namaku." ucap Ashley kesal.
Sora langsung menolak. "Mana bisa aku memanggil nama anda begitu saja. Jika Madam mendengarnya, entah hukuman apa yang akan aku terima."
"Kalau begitu, panggil namaku disaat hanya ada kita berdua saja." Desak Ashley.
"Ashley." panggil Sora pelan.
"Aku tidak bisa mendengarmu. Panggil aku lagi." pinta Ashley lagi.
"Ashley ... Ashley ... Ashley."
Sora terus memanggilnya agar Pria ini puas.
Wajah Sora jadi merah karena malu. Ternyata memanggil nama seorang pria bisa memalukan seperti ini. Tiba-tiba Ashley berhenti mengolesi obatnya, tangannya terhenti.
"Ukh" Sora mendengar suaranya yang merintih kesakitan.
"Ada apa denganmu?" Sora khawatir. Tidak ada jawaban hanya suara rintihan yang terdengar.
"Apa yang kau lakukan?"
Ashley memeluk Sora dari belakang, tangan kanannya melingkari pinggang Sora. Sora merasakan nafasnya yang berat terasa di punggungnya, menggelitik tubuhnya. Tangan kirinya yang panas menjalar menjelajahi punggungnya.
"Panas? Jendral apa anda sakit lagi?" tanya Sora.
Ashley tetap tidak menjawabnya. Ia mengecup punggung Sora, menjilatinya. Tubuh Sora dibuat bergetar karenanya.
"Aroma yang manis." gumamnya sambil mencium Sora.
"Akh!"
Tiba-tiba sesuatu yang tajam menusuk punggungnya. Ashley menghisap darahnya. Dia bisa merasakan darahnya yang mengalir keluar.
"Jendral!" Ia menyandarkan tubuhnya padanya. Tangannya melemah, melepaskan pelukannya. Sora terus memanggilnya tapi tetap tidak ada sahutan. Sora melihat ke arah belakang, Ashley tak sadarkan diri. Tubuh serta nafasnya terasa panas.
"Ternyata, kau adalah budak darah."
Izek tiba-tiba berdiri disamping Sora, padahal seharusnya ia sudah pergi. Sejak tadi Sora tidak mendengar suara pintu terbuka.
"Aku merasa aneh saat Jendral memiliki seorang asisten wanita. tapi ternyata kau adalah seorang budak darah." Oceh Izek.
"Berhentilah bicara. Cepat bantu aku pindahkan Jendral." Ia mendengarkan. membopong tubuh Jendral ke dalam kamarnya. Sora langsung bergegas memakai pakaiannya dan mengikutinya.
Direbahkannya di tempat tidur, Sora menarik selimut dan menyelimutinya. Dia mengecek suhu tubuhnya.
"Panas?"
Selama ini badan Ashley selalu terasa dingin, kini tiba-tiba menjadi panas. Panasnya sama seperti saat di kediaman count.
"Pasti ada sesuatu yang tidak beres." pikir Sora.
"Aku tidak menyangka kalau jendral akan mengambil seorang budak darah. Padahal selama ini jendral selalu menolaknya." Izek terus saja mengoceh tentang budak darah. "Aku jadi penasaran bagaimana rasanya?"
Tiba-tiba Izek memandangi Sora dengan tatapan penasaran. Mata kuningnya berubah menjadi merah, ia menjilati bibirnya seperti ingin mencicipi makanan enak. la berjalan mendekati Sora.
Sora langsung mengambil langkah mundur menghindarinya. la terlihat memiliki niat buruk.
"Aku harus menghindarinya." gumam Sora.
Izek terus berjalan mendekat sambil
memamerkan gigi taringnya serta kukunya yang panjang. Tembok ruangan ada dibelakang Sora, dia tidak bisa mundur lagi. la sudah berdiri tepat didepannya, jaraknya satu langkah, posisinya terlalu dekat.
"Akh!"
Izek menarik kerah baju Sora. la bisa melihat bekas gigitan di dada Sora.
"Wangimu enak dan manis seperti wangi permen." gumamnya dan mendekati wajahnya ke leher Sora. Ia membuka mulutnya siap untuk menggigit.
"Hentikan, izek!"
Suara Ashley menghentikannya. Ashley sudah bangun. Sora langsung berlari kearahnya, mencari perlindungan. Izek membalikkan badannya, warna matanya kembali normal.
"Kau tahu konsekuensinya jika kau minum budak darah milik orang lain." Peringatnya.
Izek hanya memonyongkan bibirnya ke depan. Seperti anak kecil yang tidak bisa mendapatkan hadiah yang ia inginkan.
"Kau sudah sadar?" tanya Sora. "Masih sakit? Sebenarnya tadi kau kenapa?" Sora terus melontarkan banyak pertanyaan, banyak hal yang tidak dia mengerti.
"Aku tak apa-apa." sahut Ashley. "Untuk hal tadi aku tidak bermaksud untuk meminum darahmu. Itu diluar keinginanku."
"Apa kutukannya kambuh?"
"Kutukan? Rasanya tidak seperti kutukan. Sepertinya, efek dari obat yang count berikan masih ada. Aku jadi melakukan hal yang aneh." ucap Ashley tersenyum tipis.
'Sebenarnya obat apa yang count berikan. Hingga membuat tubuhnya yang dingin menjadi panas dan hilang kendali seperti itu.' batin Sora.
"Minumlah obatmu." Ashley merogoh laci, ada banyak botol obat disana. Tanpa perlu bertanya lagi, Ashley langsung menarik Sora mendekat, ia meminumkan obatnya. Sora menutup mata menahan rasa pahitnya.
"Apa gadis itu bisa dipercaya?" Tiba-tiba Izek melontarkan pertanyaan yang aneh.
'Percaya apa? Apa maksudnya aku bisa dipercaya menjaga identitas Jendral?'
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Mulai sekarang kalian akan sering bersama. Kalian harus saling akur." ucap Ashley serius.
"Biar aku memperkenalkan diriku sekali lagi, namaku Izek. Mulai hari ini aku akan menjadi pengawal serta kaki tangan Jendral." ujarnya. "Kau harus memanggilku kakak karena aku lebih tua darimu."
"Jangan bercanda." Ashley memukul kepala Izek, wajah Izek kaget dan kesakitan. "Kalian itu seumuran."
"Usiaku sudah hampir 50 tahun." rengeknya.
"Itu perhitungan umur bangsa vampire. Jika mengikuti perhitungan manusia kalian itu seumuran."
Bisa dilihat wajah Izek yang merajuk layaknya anak kecil yang tidak dibelikan mainan. la memonyongkan bibirnya sambil melipat kedua tangan.
"Semoga kita bisa berteman." ucap Sora
tersenyum lebar ke arah Izek.