Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 07
"Pak, pak Mun ini ikan punya siapa banyak amat?" Tanya Kasih yang tercengang saat melihat kolam ikannya berisi banyak ikan.
"Mas Rangga yang beli mbak." Jawab Pak Mun membuat Kasih bergeleng kepala.
"Tapi gak ikan lele juga kali pak!"
"Ini di kampung mbak, cuma ada ikan lele, ikan mujair dan ikan nila.Nah, mas Rangga lebih memilih ikan lele."
"Gimana, kamu suka?" Tanya Rangga tiba-tiba ada di sana.
"Duh, mas. Aku mintanya di kan piranha kok malah lele?" protes Kasih.
"Kamu boleh minta apa aja asal jangan ikan piranha. Nangkapnya jauh, di sungai Amazon!"
"Mas Rangga bener loh mbak!" Timpal pak Mun.
"Udah ah, terserah!!"
Semangat Kasih mendadak hilang, ia memilih pergi dari kolam.
"Perempuan itu aneh ya pak. Semua maunya harus di turutin. Sekarang Kasih ngambek, apa yang harus aku lakukan?"
"Buatin taman bunga aja mas. Cewek kan suka bunga!"
"Tapi bunga apa yang bagus pak?"
"Bunga mawar juga bagus, bunga melati juga bagus dan wangi."
"Oh, kalau begitu bantu saya ya pak!"
Mulailah Rangga dan pak Mun mengerjakan taman mini untuk Kasih. Cukup melelahkan tapi Rangga masih bersemangat.
Menjelang sore, Rangga baru masuk ke dalam kamarnya.
"Mas, habis ngapain kok kotor semua?"
"Kamu kok jadi orang kepo banget. Gak boleh loh banyak tanya!"
"Loh, aku gak kepo. Wajar dong nanya sama suami sendiri?"
"Emangnya kamu istri ku?"
Kasih menatap tajam ke arah Rangga lalu berkata. "Kalau begitu ceraikan aku mas...ceraikan aku!!" Rasa-rasnya ingin sekali Kasih menonjok wajah Rangga yang menyebalkan itu.
"Eh, gak boleh loh ngomong gitu. Mas punya sesuatu untuk kamu sebagai permintaan maaf ikan!"
"Apa?" Tanya Kasih seraya mengerutkan keningnya.
Rangga menarik tangan Kasih, mengajak istrinya turun ke bawah. Rangga ingin menunjukan kebun bunga yang ia buat untuk Kasih.
"Taaaraaaaaa........!!" Ujar Rangga sembari merentangkan kedua tangannya.
"Maksudnya gimana mas?" Tanya Kasih tidak mengerti.
"Ini kebun cabe buat kamu," jawab Rangga lagi-lagi membuat Kasih tercengang.
"Kebun cabe?, katanya kebun bunga! Kok malah kebun cabe?"
"Biar kamu ada kesibukan pagi dan sore. Rawatlah kebun cabe ini, kalau udah buah kan bisa kamu jual cabenya."
"Kamu udah gak sanggup nafkahin aku kah mas?"
"Kamu minta kuda juga mas belikan." Sahut Rangga semakin membuat Kasih kesal.
"Di mana-mana seorang suami itu memberikan hadiah untuk istrinya berupa kalung, cincin ya sejenis begitu lah. Lah kamu, ngasihnya ikan lele, kebun cabe. Romantis dari mana?"
"Kasih udah di Kasih kok gak bersyukur. Dosa loh menolak pemberian suami."
Huft,.....
Kasih menarik nafas panjang.
"Iya mas. Terimakasih ikan lele dan kebun cabenya," ucap Kasih dengan senyum terpaksa.
"Ya udah, kalau begitu mas mandi dulu."
Rangga kembali ke kamar untuk segera mengguyur tubuhnya dengan air. Sedangkan Kasih masih berdiam di kebun cabe buatan suaminya.
"Ya Tuhan, sampai kapan suami ku bersikap kekanakan seperti ini?"
Mata Kasih berkaca-kaca, ia terduduk lesu di sana. Rangga memperhatikan Kasih dari balkon kamar sebelum ia benar-benar pergi mandi.
"Ayah, sudah pasti ayah sedang menertawakan anak perempuan mu ini dari atas sana kan?" Kasih mendongakkan wajahnya, menatap langit yang mulai berwarna jingga.
Langit Jingga berubah menjadi gelap, makan malam cukup menjengkelkan hingga membuat Kasih kehilangan selera makan.
"Gak suka pedas. Kenapa bi Warti bikin sambel sih?" protes Rangga.
"Ya udah, kalau mas Rangga gak suka pedas, sambelnya di skip aja. Biar aku yang makan."
"Gak boleh. Buang aja sambelnya!"
"Jangan dong mas. Aku suka makan pedas. Biar aku aja yang makan."
"Bi,...bibi....!!"
"Iya mas, ada apa?" Tanya bi Warti.
"Ganti semua menu makan malam ini. Aku tidak suka!" Titah Rangga.
"Mas, gak boleh gitu dong. Aku udah lapar, masa mau di ganti."
"Ganti.....!!" Sentak Rangga dengan nada tinggi.
Kasih terdiam, sorot matanya lesu. Tiba-tiba saja cairan berwarna merah keluar dari hidungnya.
Kasih mengusap darah tersebut.
"Darah,....!!" Lirih Kasih yang tiba-tiba kehilangan kesadaran.
Rangga yang terkejut dengan sigap meraih tubuh istrinya yang nyaris menghantam lantai.
"Kasih bangun,....!!"
"Mas, bawa ke rumah sakit!!" Ujar bi Warti yang panik.
Rangga langsung menggendong istrinya, memasukan Kasih ke dalam mobil kemudian pergi ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, Kasih langsung mendapatkan penanganan dari Dokter.
"Pak Mun, tolong jemput bu Erni dan Nada." Titah Rangga.
"Baik mas!!"
Rangga benar-benar khawatir, pria ini berjalan ke sana ke mari seperti setrika kepanasan.
"Keluarga pasien!"
"Saya suaminya Dok!!"
Dokter mendadak diam sejenak menatap Rangga dengan wajah bingung.
"Serius itu istrinya?" Tanya Dokter tidak percaya.
"Kenapa?, Dokter iri ya lihat istri saya cantik!!" Goda Rangga.
"Ah, gak juga. Istri anda hanya kelelahan, ia seperti TERTEKAN!!" Ujar Dokter dengan menekan kata TERTEKAN.
"Istri ku tidak bekerja, dia hanya makan tidur dan terima uang saja dari ku. Apa yang membuat dia kelelahan?"
"Tanyakan sendiri pada istri anda!" Jawab Dokter mulai kesal.
"Tapi hidung istri saya keluar darah. Kenapa Dokter bisa mengatakan jika istri saya hanya kelelahan."
"Pak,.....!!" Dokter melemaskan suaranya, "tekanan demi tekanan yang di hadapi istri lah penyebabnya."
Rangga tidak menanggapi, pria ini bergegas masuk ke dalam ruangan.
"Maaf ya Dok. Majikan saya rada.....!!" Ucap bi Warti.
"Oh pantesan istri tekanan batin. Ngomong-ngomong, kalau boleh tahu kok bisa mereka menikah?" Tanya Dokter yang mendadak ingin tahu.
"Maklum, hasil di jodohkan!" Bohong bi Warti.
"Oh, korban keegoisan orang tua!"
Dokter pergi, sedangkan Bi Warti menyusul Rangga masuk ke dalam. Tak berapa lama bu Erni dan Nada tiba di rumah sakit.
"Kasih, nak. Bagaimana keadaan kamu?"
Bu Erni menghampiri anaknya yang terbaring lemas.
"Kasih baik-baik aja kok bu," jawab Kasih yang masih lemah.
"Mas Rangga, keluar bentar yuk!" Ajak Nada.
"Ngapain?" Tanya Rangga penasaran.
"Udah ayuk!!"
Rangga dan Nada keluar dari ruangan, mereka duduk di kursi panjang tepar di depan ruangan.
"Ada apa?" Tanya Rangga.
"Mbak Kasih kalau kelelahan apa lagi banyak pikiran suka begitu memang. Mimisan terus pingsan," ujar Nada memberitahu. Rangga cukup terkejut mendengar ucapan Nada.
"Sewaktu ayah meninggal, mbak Kasih yang paling kehilangan. Hampir setengah bulan mbak Kasih di rawat di rumah sakit."
"Masa sih?"
"Iya. Mas Rangga paham apa gak sih?"
"Iya paham!"
"Jangan buat mbak Kasih terbebani dengan pikiran yang aneh-aneh ya mas. Kalau mbak Kasih sakit, ibu yang paling sedih. Mbak Kasih kalau sakit suka bikin tegang orang, drop nya dia bikin kami panik."
Rangga hanya terdiam, ia mulai merasa bersalah dengan keadaan Kasih sekarang. Nada gadis yang baik, ia memberitahu Semua tentang kakaknya.