Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di balik gerbang pos perlindungan
Pemandangan perbatasan kota terlihat semakin jelas ketika mereka mendekat, namun ketenangan yang awalnya menyelimuti berubah ketika suara berat bergema dari arah belakang. Sekilas, Darius melihat bayangan besar yang bergerak di antara reruntuhan gedung dan mobil-mobil berkarat. Tubuh monster itu tak sepenuhnya seperti zombie biasa—lebih besar, berotot, dan tampak lebih ganas. Dengan langkah terseok, makhluk itu mendekati mereka, menggiring ketakutan yang merambat di setiap serat tubuh mereka.
Samuel merasakan denyut nadi berdebar keras di tenggorokannya. Dalam sekejap, ia tahu bahwa menghindar bukan lagi pilihan. "Kalian lari ke arah pos itu," bisiknya kepada Lara dan Scrappy, sambil menunjuk ke arah bangunan yang mereka lihat tadi. "Aku dan Darius akan menghadang ini."
Darius menyeringai kecil, tampak tak gentar meskipun di dalam hatinya ada kekhawatiran. "Akhirnya, sedikit tantangan," gumamnya, mempererat cengkeraman pada belati yang selalu ia bawa. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, namun tatapan mata itu—tatapan yang hampir seperti seorang petarung berpengalaman—menyiratkan semangat untuk bertempur.
"Jaga jarak, Darius," Samuel memperingatkan, sadar bahwa zombie ini berbeda. Otot-ototnya tampak lebih besar, dengan mata yang meskipun kosong, menyiratkan ancaman kematian yang nyata. "Kita tak tahu apa yang bisa dia lakukan."
Darius mengangguk dengan sedikit senyum. "Aku tahu. Tapi aku bukan orang yang akan lari."
Zombie mutasi itu akhirnya mendekati mereka, langkahnya menyeret aspal yang kasar, menciptakan suara berderak yang meremangkan bulu kuduk. Darius, yang sudah tak sabar, mengangkat belatinya tinggi-tinggi dan berlari mendekat, menghindari pukulan zombie itu dengan gerakan cepat ke arah samping, lalu menusukkan belati ke punggung makhluk itu.
Jeritan geram memenuhi udara saat belati Darius menembus daging zombie mutasi, tapi seolah tak merasakan sakit, makhluk itu malah mengayunkan tangannya ke arah Darius dengan kekuatan yang mematikan. Darius terlempar beberapa meter ke belakang, mengeluarkan erangan kesakitan saat tubuhnya menghantam keras ke permukaan tanah.
Samuel tak membuang waktu; ia mengambil tombak kayu yang selalu ia bawa dan segera mengayunkannya dengan kekuatan penuh ke arah lutut zombie itu, berusaha melumpuhkannya dari bawah. Tombak kayu itu berhasil mengenai lutut zombie, membuatnya terhuyung-huyung sedikit ke belakang. Tapi alih-alih jatuh, makhluk itu malah berbalik dengan gerakan cepat, menunjukkan keganasan dan kecerdikan yang tak pernah terlihat di zombie biasa.
Dari jarak jauh, Lara berteriak, "Awas, Samuel! Dia terlalu kuat!"
Samuel hanya mengangguk singkat, sementara pikirannya berputar mencari cara lain untuk melawan monster itu. Namun makhluk itu kembali mengayunkan lengannya yang besar, dan kali ini Samuel hampir tak sempat menghindar. Dengan cepat, ia melompat ke samping, namun sedikit terlambat—lengan zombie mutasi itu berhasil mencakar sisi tubuhnya, merobek kain dan menyisakan luka memanjang yang mulai mengeluarkan darah.
Darius, yang sudah kembali berdiri meskipun tubuhnya penuh debu dan memar, berlari mendekat. "Kita harus fokus menyerang kepala atau bagian vital lainnya," katanya. Ia memberikan tanda kepada Samuel untuk membiarkannya menyerang lebih dulu. Tanpa ragu, ia maju dengan penuh tekad, mengalihkan perhatian zombie itu, memberikan Samuel kesempatan untuk menyiapkan serangan.
Zombie itu beralih menyerang Darius, dan Darius tahu bahwa satu kesalahan saja bisa membuatnya tak bernyawa. Ia berhasil menghindari serangan dengan lompatan kecil ke samping, dan tepat saat itulah Samuel menyelinap di belakang zombie dan mengayunkan tombaknya langsung ke leher makhluk tersebut.
Jeritan mengerikan keluar dari zombie mutasi saat tombak Samuel menghantam tepat di sisi leher, menembus daging tebal makhluk itu. Tapi sekali lagi, serangan itu tampak hanya memancing kemarahan zombie mutasi lebih lanjut. Makhluk itu menggeliat dengan kasar, membuat Samuel harus menarik diri dengan cepat agar tidak terkena cakar besarnya.
Darius mendekat dari arah lain, mengangkat belatinya yang kini terlumuri darah kental zombie. Dengan keberanian yang tak kenal takut, ia melompat dan menancapkan belatinya ke mata kiri makhluk itu. Zombie mutasi itu menggeram liar, mengayunkan tangannya secara membabi-buta hingga hampir mengenai Darius yang terpaksa melompat ke belakang untuk menghindari serangan balasan.
"Dia semakin mengamuk!" teriak Lara yang menyaksikan dengan napas tertahan.
Samuel dan Darius berusaha mempertahankan koordinasi mereka, bergerak dari satu sisi ke sisi lain, mengalihkan perhatian zombie dan menyerang titik-titik lemah. Namun setiap kali mereka melancarkan serangan, zombie mutasi itu tampak semakin tak terkendali.
"Kita perlu sesuatu yang lebih tajam atau lebih berat," Samuel terengah-engah, menyeka darah di sudut bibirnya.
Darius menatap reruntuhan di sekitar mereka, matanya menyala dengan ide. "Kamu lihat besi di sana?" tanyanya, menunjuk ke sebatang logam yang menonjol dari bangunan terdekat. "Itu mungkin cukup kuat untuk meremukkan kepala makhluk ini."
Samuel mengangguk cepat. "Aku akan mengalihkan perhatiannya."
Tanpa menunggu lebih lama, Samuel berlari ke arah zombie dan berteriak keras, memancing perhatian monster itu. Zombie mutasi itu langsung berbalik ke arah Samuel, mengeluarkan suara berderak yang menandakan kemarahan.
Sementara itu, Darius berlari ke arah batang logam yang mencuat, meraih bagian ujung yang lebih tipis dan menariknya sekuat tenaga hingga logam itu terlepas. Ia mengangkatnya dengan kedua tangan, merasakan berat logam yang dingin di telapak tangannya. Dalam benaknya, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan mereka untuk mengakhiri pertempuran.
"Sekarang, Samuel!" teriaknya, memberi sinyal.
Samuel menghindari pukulan terakhir zombie dan berguling ke samping, memberi ruang kepada Darius. Dengan seluruh tenaga, Darius berlari ke arah zombie mutasi dan mengayunkan batang logam tersebut tepat ke kepala makhluk itu. Suara benturan keras bergema di udara ketika batang logam menghantam tengkorak zombie mutasi, memecahkan tulang dan membuat makhluk itu terhuyung-huyung.
Makhluk itu sempat mengeluarkan suara terakhir sebelum akhirnya jatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk berat. Tubuhnya yang besar tergeletak tak bergerak, darah gelap mengalir di sekitar kepalanya yang hancur. Samuel dan Darius berdiri terengah-engah, memandang tubuh monster itu, mencoba mencerna kemenangan yang baru saja mereka raih.
Lara dan Scrappy berlari mendekat, ekspresi mereka menunjukkan campuran lega dan kekaguman. "Kalian benar-benar berhasil," ujar Lara dengan suara bergetar.
Samuel tersenyum lelah, lalu menatap Darius. "Kau melakukan pekerjaan bagus."
Darius hanya mengangguk kecil, tatapannya masih tertuju pada mayat zombie mutasi di depannya. "Kita hanya beruntung kali ini," gumamnya. "Jika yang lain seperti ini atau lebih kuat lagi, kita mungkin tak akan seberuntung ini."
Kata-katanya membuat mereka semua merenung dalam diam, menyadari bahwa perjuangan mereka belum selesai. Monster ini mungkin hanyalah satu dari banyak ancaman yang menunggu di luar sana, dan jika mereka ingin bertahan hidup, mereka harus menjadi lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih cepat.
"Yah, setidaknya kita selamat untuk hari ini," kata Samuel akhirnya, mencoba membawa sedikit harapan di antara ketakutan yang melingkupi mereka.
Lara mengangguk, mencoba tersenyum. "Dan sekarang kita tahu bahwa kalian bisa melawan mereka."
Samuel dan Darius saling bertukar pandang, mungkin untuk pertama kalinya dengan sedikit rasa hormat yang baru tumbuh. Mereka adalah dua pribadi yang berbeda, dengan cara pandang dan pendekatan yang berbeda, namun di tengah kekacauan ini, mereka memiliki satu tujuan yang sama: bertahan hidup.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju pos perlindungan yang tampak tak terlalu jauh lagi. Meskipun kelelahan, mereka berjalan dengan langkah yang lebih pasti, membawa pengalaman dan kekuatan baru yang akan mereka butuhkan untuk menghadapi tantangan selanjutnya.
Di depan, pos perlindungan itu tampak menjanjikan perlindungan dari dunia yang penuh kengerian ini. Tapi bagi mereka, perlindungan hanyalah sementara—sebuah tempat untuk bernapas sebelum kembali terjun ke dalam kegelapan. Sebab mereka tahu, selama wabah ini masih berkecamuk, tak ada yang benar-benar aman.