Cerita ini berkisah tentang perjalanan ketiga saudara kembar...Miko, Mike, dan Miki dalam menemukan cinta sejati. Bisakah mereka bertemu di usianya yang sangat muda?
Ikuti kisah mereka bertiga ^^
Harap bijak dalam membaca...
Plagiat dilarang mendekat...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Rani?" pikir Silvia.
Rani berjalan menghampiri mereka dan berdiri di samping siswi itu.
"Kalau masuk dengan beasiswa atau lolos test gak bangga? Lo salah. Justru mereka yang masuk dengan cara itu bisa dibanggakan karena mereka berjuang sendiri bukan karena koneksi" kata Rani memberi peringatan.
"Jangan karena lo mantan Miko jadi..."
"Memangnya gue bangga jadi mantan Miko?" potong Rani menantang.
Siswi tersebut mengerutkan dahi.
"Sana pacari Miko kalau bisa. Kalian sama" kata Rani dengan mengerutkan dahi.
Rani melihat Silvia.
"Ayo, Sil. Lo gak perlu meladeni anak seperti dia" kata Rani dengan berjalan pergi.
Silvia berjalan pergi dengan merasa heran. Semua siswa dan siswi saling berbisik apalagi membicarakan Rani. Mereka menganggap Rani keren. Rani berhenti berjalan karena Miko menghalangi. Tatapan Miko tampak kecewa. Silvia berhenti berjalan lalu melihat Miko dan Rani.
"Segitunya kamu?" tanya Miko pelan.
"Kamu gak perlu drama. Ini sekolah. Kita sudah membicarakan alasan aku mau putus. Aku semakin yakin..."
Miko melihat terus Rani.
"...kita gak akan pernah kembali setelah aku melihat peristiwa tadi di kelas kamu" lanjut Rani tegas.
Rani berjalan pergi dengan acuh dan Miko merasa semakin sedih. Semua siswa dan siswi terkejut Rani sudah tidak ada hubungan lagi dengan Miko. Sebagian menyayangkan. Sebagian lagi merasa senang Miko tidak ada yang punya. Silvia hanya diam terpaku. Sekian lama akhirnya Silvia berjalan pergi. Silvia berjalan masuk ke dalam kelas lalu Novita dan Winda segera menghampiri.
"Sil, lo gak apa-apa?" tanya Novita khawatir.
"Gue? Memangnya kenapa?"
"Gue dengar di luar ada kejadian antara lo, Miko dan Rani" kata Winda.
Silvia mengangguk.
"...tapi gue gak apa-apa" lanjut Silvia.
"Lo serius?" tanya Winda pelan.
"Rani membela gue"
"Lo serius?"
Silvia duduk di bangku lalu Winda dan Novita juga ikut duduk. Silvia menceritakan semuanya.
"Di luar memang heboh" kata Novita pelan.
"Kami gak sempat melihat karena ada di perpustakaan" kata Winda pelan.
"Gue gak apa-apa. Gue cuma sedikit kaget karena menyaksikan sebuah drama dan kalian tahu?"
Winda dan Novita merasa ingin tahu.
"Gue memutuskan gak lagi mendekati Miko. Gue akan melupakan dia" kata Silvia bertekad.
Winda dan Novita saling melihat.
"Setelah mendengarkan perkataan tadi. Gue gak terima Miko merendahkan gue" kata Silvia dengan mengerutkan dahi.
Mereka kembali melihat Silvia dan Novita mengelus pelan bahu Silvia untuk menenangkan.
"Gue akan membuktikan kalau bisa melupakan Miko" lanjut Silvia yakin.
"Kalau lo yakin lakukan saja" kata Winda pelan.
"Ya. Gue harus. Gue menyesal bisa menyukai cowok seperti dia" kata Silvia dengan tekad kuat.
"Bukankah gue sudah bicara kalau...?"
Novita segera menyikut sebentar lengan Winda lalu Winda menoleh dan melihat Novita dengan pandangan bertanya. Novita menggelengkan kepalanya. Bel berbunyi tanda masuk kelas dan pelajaran dimulai. Winda pergi ke kelasnya sendiri.
"Kalau dipikir lagi handphone gue sudah gak ada notifikasi tanda chat masuk" pikir Winda.
Istirahat kedua. Silvia berjalan menuju kantin dan bertemu dengan Rani. Mereka berhenti berjalan dan Rani tersenyum. Akhirnya Silvia membalas.
"Mau ke mana?" tanya Rani.
"Ke kantin"
"Kebetulan gue juga mau ke sana. Mau bareng?"
"Boleh. Kita searah"
Mereka berjalan.
"Lo gak bareng Novita dan Winda?"
"Kadang gue memang gak bareng mereka"
"Oh...ya"
"Terima kasih tadi lo membantu gue"
"Santai saja. Gue kesal kalau ada orang yang sok"
"Lo berani menantang mereka?"
"Gimana dengan lo? Bukankah lo juga?" kata Rani dengan tersenyum.
"Maksud gue lo lebih meluapkan semua emosi"
"Sama saja dengan lo"
"Lo serius putus dengan Miko?"
"Ya"
"Kenapa? Bukankah kalian kelihatan kalau saling sayang? Setahun kalian bersama. Gak sayang?"
Rani tersenyum heran.
"Lo sampai hapal kalau kami sudah jalan setahun"
Seketika Silvia terkejut dan harus memutar otaknya untuk mencari alasan.
"Ehmm...apa lo gak tahu?"
"Apa?" tanya Rani dengan merasa ingin tahu.
"Kalian itu jadi pasangan favorit semua anak jadi di belakang kalian banyak yang membicarakan. Dukungan untuk kalian banyak" kata Silvia dengan berusaha bersikap seperti biasanya.
Rani merasa heran.
"Apa benar? Kenapa bisa?"
"Kalian pasangan sempurna. Sesama pintar, tampan dan cantik lalu anak orang kaya. Itu kata mereka, lho"
Rani merasa lucu.
"Tampan? Cantik? Masa Miko itu tampan? Menurut gue gak cuma memang menarik dan keren tapi gak ada yang sempurna dan setahun kami bersama kalau ternyata memang dia gak bisa berubah?"
"Maksud lo?"
"Gue sudah memberikan dia kesempatan berulang kali untuk berubah. Gue cuma mau satu dari dia"
"Apa?"
"Berhenti dengan segala sikap sombong dan soknya"
"Ternyata lo juga merasa begitu?"
"Tentu saja. Gue gak mau kalau pacaran dengan cowok yang sok tinggi, merendahkan orang. Apa juga yang dibanggakan?"
"Selain itu dia punya sifat apa?"
"Sok kaya"
"Bukankah dia memang kaya?"
"Benar cuma gayanya gue gak senang. Pokoknya dia susah mau berubah jadi lebih baik putus. Memang dia tipe setia sekali tapi satu sisi sombong. Susah" kata Rani pelan.
Sejak itu Rani dan Silvia mulai akrab apalagi Rani perempuan baik jadi Silvia mau berteman. Selama ini Silvia salah menilai Rani. Menganggap Miko begitu tentu saja pacarnya juga.
Winda sering lebih dulu chat Mike dan Mike jadi merasa punya harapan untuk mendekatinya meskipun sesekali jadi kesal karena Winda sering membicarakan tentang Fandi. Pukul 20.00. Fandi dan Devie sampai di rumah Devie lalu Fandi berhenti menyetir dan mereka keluar dari mobil.
"Ayo masuk dulu"
"Aku cuma sebentar ya?"
Devie mengangguk dengan tersenyum lalu mereka masuk hingga di ruang tamu dan merasa sepi.
"Bi? Bibi"
"Ya, Non?" tanya pembantu yang baru datang.
"Kenapa sepi ya? Winda di mana?"
"Non Winda pergi"
"Ke mana?"
"Info dari Nyonya pergi dengan teman"
"Jam segini belum pulang?"
"Baru saja saya dapat kabar dari Nyonya kalau sebentar lagi pulang. Non Winda gak diperbolehkan pulang malam"
Devie mengangguk paham lalu pembantu berjalan pergi dan Devie melihat Fandi.
"Winda ke mana ya?"
"Nanti kalau sudah sampai di sini kamu bisa tanya. Tadi kata Bibi sebentar lagi sampai"
Devie mengangguk dan mereka duduk. Mereka saling bicara. Semakin lama saling tertawa hingga akhirnya bicara serius. Fandi memegang tangan kanan Devie.
"Kalau memang keputusan kamu begitu aku tidak masalah tapi kamu yakin mau bohong terus?"
"Lalu aku harus gimana?" tanya Devie bingung.
"Intinya apa? Intinya sementara memang kita harus bohong dengan Winda. Cuma sementara. Terlalu lama bohong gak baik"
"Ya tapi aku mohon kamu tetap menganggap Winda dan kita bersikap seolah berteman"
Fandi mengangguk.
"Aku juga mau menjaga perasaannya dan kalau memang gak sengaja aku menunjukkan sikap beda kamu harus menyadarkan. Aku gak luput dari salah"
Devie mengangguk lalu mereka saling melihat dan tersenyum.
semangat💪