Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantu Terbaik Umi.
" Fanya ?! " Gumam Fikri terkejut dengan kehadiran adiknya.
" Siapa wanita ini, kak ? Siapa yang menikah ? " Tanya Fanya mencecar Fikri tapi tatapan menyelidik menyorot tajam ke arah Maria.
" Sus, suapi Cilla dan Ann. " Titah Fikri pada babby sitter Asyila.
" Baik, pak ! " Babby sitter bertubuh subur itu mengambil kembali piring makanan Cilla.
" Ayo Kita bicara di ruang tamu ! " Ajak Fikri pada adiknya.
Fanya menurut tapi tatapannya tetap menyorot tajam ke arah Maria. Maria menunduk merasa risih sekaligus geram ditatap seperti itu. " Siapa lagi itu perempuan pengacau. " Gumamnya sempat terdengar di telinga Mbak Ina yang sedang membereskan meja makan.
" Itu adik kesayangan Pak Fikri. Siapapun di keluarga ini sangat menyayanginya. Jangan pernah mengatakan hal yang buruk tentang ibu Fanya, karena itu akan membuat semuanya murka. " Desis Mbak Ina setengah mengancam Maria.
Maria terjengkit kaget. Dia tidak menyangka Mbak Ina yang entah dari mana mendengar gumamannya. " Heh...pembantu ! Jangan ikut campur urusan majikan. Kau hanya pelayan di sini, jaga sikapmu ! " Sentak Maria kesal pada art Dilara itu.
Mbak Ina mengerutkan keningnya. " Sombong sekali pelakor satu ini. Seumur-umur dia ikut dengan Dilara, belum pernah sekalipun mendengar majikannya itu berkata kasar pada semua pelayan di rumah ini. Majikannya itu selalu bersikap sopan dan ramah pada semua tanpa memandang status.
Mbak Ina hanya mencebik kesal lalu pergi dari sana dengan perasaan dongkol. " Jadi pelakor kok sombongnya minta ampun. Majikan-majikan pala gundulmu ! " Gerutu Mbak Ina dengan dialek jawa medok, misuh-misuh sendiri.
" Kenapa komiu ranga ? " Tanya salah satu pelayan melihat Mbak Ina mengomel tidak jelas.
" Tidak kenapa-kenapa. Cuma kesal saja sama nyonya baru. Sombongnya minta ampun. Sejak kehadirannya, rumah ini tidak tenang. Baru sehari, ibu dan anak itu sudah bikin kepala pening. " Gerutu Mbak Ina terlihat sangat kesal.
" Heehhee...namanya juga pelakor. Dimana-mana itu namango. Soalnya dia butuh validasi, makanya seperti itu biar disegani. " Sahut pelayan berkulit eksotik tu sambil terkekeh.
" Cih...pelakor kampungan ! " Decih Ina sambil berlalu.
♡♡♡
" Apa ? Istri kakak ? Astaghfirullah.. ! Kenapa kakak setega itu menduakan kak Lara ? Kurang apa kak Lara buat kakak ?! " Pekikan Fanya menggema di ruang tamu setelah mendengar penjelasan Fikri bahwa Maria adalah istrinya.
" Kakak tega ! Bagaimana perasaan kakak jika aku yang dimadu sama papanya Cilla ? Apa kakak tidak sakit hati ? " Isak Fanya. Bayangan wajah sendu Dilara tiba-tiba melintas di mata ibu muda itu.
" Fanya benci kakak ! Dengan teganya kakak bawa wanita itu ke rumah Kak Lara. Kakak memang tidak punya hati. " Fikri semakin tersudut mendengar ucapan Fanya.
" Dek.. Dengar dulu penjelasan Kak Fikri. Kakak punya alasan tersendiri kenapa kakak menikahinya. Yang jelas Dilara adalah wanita satu-satunya di hati kakak. " Ujar Fikri dengan suara serak menahan tangis.
" Heh ?! Satu-satunya ? Kalau satu-satunya kenapa ada wanita itu di rumah Kak Lara ? " Sarkas Fanya tersenyum sinis.
" Dan tunggu dulu, jangan bilang anak kecil itu adalah anak kakak bersama pelakor itu ?! " Imbuh Fanya semakin memojokkan Fikri.
" Tidak dek. Ann bukan anak kakak. Ann anak -- "
" Ooh...nikahi janda toh..cih. Pantas ! " Cibir Fanya memotong ucapan Fikri. Ibu muda itu sangat geram melihat kakaknya sedang mencoba meyakinkannya.
" Ssuuuss !! Bawa pulang Cilla ! " Teriak Fanya menggema memanggil Babby sitter anaknya lalu beranjak dari duduknya.
" Ayo kita pergi ! " Titahnya pada babby sitter yang tergopoh-gopoh menggandeng tangan Cilla.
" Dek ! " Lirih Fikri melihat adiknya sangat murka.
" Mama ! Cilla sini bobo sama ayah ! Cilla mau tidak pulang lumah. Cilla jaga-jaga ayah ! " Rengek Asyila tidak mau diajak pulang oleh mamanya.
" Pulang Asyila ! " sentak Fanya pada anaknya.
" Fanya ! Biar Cilla di sini ! Jangan membentaknya ! " Geram Fikri melihat perlakuan Fanya pada Asyila.
" Tidak ! Aku tidak sudi anakku serumah dengan pelakor. Jangan harap kakak akan bertemu denganku dan Cilla selama wanita itu ada di rumah kak Dilara. Bawa dia pergi dari sini kalau kakak menginginkan anakku ada di sini. " Tandas Fanya keras kepala.
" Ayo Cilla ! " Fanya menarik kasar tangan anaknya. Dia terbawa emosi hingga tidak sadar sudah kasar pada anak semata wayangnya.
" Fanya ! "
" Ayah ! "
Pekikan Asyila dan Fikri menggema tapi tidak diperdulikan oleh Fanya. Wanita itu segera membawa anaknya keluar dari rumah mewah milik kakaknya tanpa peduli jeritan anaknya yang ingin bersama Fikri.
" Ingat, kak ! Bawa jauh perempuan itu dari sini, sebelum kakak menyesal karena kehilangan kak Lara ! " Sebelum keluar dari pintu rumah, Fanya masih sempat mengancam Fikri dengan sorot mata penuh kemarahan bercampur dengan kekecewaan.
Fikri mengusap wajahnya dengan kasar dan menghempaskan punggungnya di sandaran sofa empuk. Jari-jarinya memijat pelan pangkal hidung mancungnya. Kepalanya semakin berdenyut, seharian ini urat-urat syarafnya terasa tegang dengan keadaan.
" Hhff...Astaghfirullah. Aku tidak sangka akan jadi seperti ini ! " Keluhnya dengan napas berat.
" Sial ! " Umpat seseorang di balik tembok pembatas ruangan sambil mengepalkan tangannya.
♡♡♡
" Sayang ! Makanlah dulu, nak ! Dari tadi kamu belum makan. " Bujuk Umi pada Dilara sambil menyodorkan sendok ke mulut sang menantu.
" Nanti Lara makan sendiri, Mi. Lara belum lapar saat ini. " Tolak Dilara lembut dengan senyum tipis.
" Sebaiknya Umi pulang saja. Umi pasti capek, sebentar lagi Raya akan tiba menemani Lara di sini. " Imbuhnya lagi.
Umi Fatimah menggeleng pelan. " Umi tidak capek, nak. Umi tidak bisa tenang di rumah mengingat kamu di sini sendiri. " Tukasnya membelai rambut halus sang menantu.
Dilara terharu mendapat kasih sayang tulus dari mertuanya. Hatinya tercubit perih. Andai dia bisa memberi cucu buat mertua yang sebaik mertuanya, dunianya pasti akan sangat indah meskipun suaminya sudah menikah lagi.
" Hei...kenapa menangis lagi, sayang ! Ada yang sakit ? " Ujar Umi lembut lalu meletakkan piring makanan Dilara di atas nakas, melihat Dilara meneteskan air mata.
Dilara menggeleng lalu memeluk tubuh sang mertua. " Maafkan Lara, Mi. Lara tidak bisa jadi menantu yang baik untuk Umi. Lara tidak sempurna ! " Isak Dilara di dalam pelukan Umi Fatimah.
" Sstt.. ! Lara adalah menantu terbaik Umi. Masalah kamu bisa memberi cucu atau tidak pada Umi, Umi tidak menuntut itu. Umi sudah cukup punya cucu dari Fanya. Anak itu adalah titipan Allah, dan kita tidak bisa memaksakan sesuatu yang belum direstui oleh Allah. Cukup bersabar, Allah lebih tau yang terbaik buat hamba-Nya. " Tutur Umi bijak memberi kekuatan buat sang menantu.
Umi Fatimah memang sudah tau tentang penyakit Dilara. Dilara sudah mengungkapkan itu. Wanita paruh baya itu memang shock, tapi bukan karena Dilara tidak bisa memberi keturunan, melainkan mendengar Dilara mengidap penyakit serius.
Umi sangat menyayangi Dilara. Wanita paruh baya itu memberi dukungan penuh atas kesembuhan sang menantu." Kita berobat ya nak..agar kamu sembuh dan kembali sehat. " Ujar Umi sambil mengusap punggung menantunya yang bergetar menahan tangis.
Dilara semakin terharu. Kasih sayang seorang ibu yang dirindukannya sedari dulu akhirnya didapatkan dari ibu mertuanya. Di sisi lain, Dilara bahagia dengan perlakuan mertuanya. Dan di sisi lainnya lagi dia sedih mengingat suaminya menduakannya. Dilara tidak ingin bertahan di sisi Fikri, dia bertekad akan menggugat cerai suaminya itu.
Umi mengurai pelukannya. " Umi boleh meminta sesuatu, nak ? " Ucap Umi lembut seraya memghapus jejak air mata di pipi mulus Dilara.
Dilara menatap mertuanya serius. " Umi mau minta apa, Mi ? " Sahut Dilara mengangguk pelan.
" Jangan tinggalkan Fikri ! Fikri butuh kamu, nak ! "
" Deg ! " Dilara ter peranga. Kenapa dari sekian banyak permintaan, mertuanya memintanya bertahan dengan suami yang sudah memberinya madu.
Dilara mengerjapkan matanya berulang kali. Otaknya mencerna. Dia coba mencari jawaban yang tepat agar tidak menyakiti mertuanya tapi tidak ingin membuatnya terjebak dalam dilema.
" Umi tahu, Umi egois. Umi menjebakmu dalam rasa sakit ini. Tapi, Umi mohon bersabarlah sebentar. Umi yakin, Fikri sangat menyayangimu. Fikri tidak bisa kehilanganmu. " Ungkap Umi dengan wajah memelas.
" Ke-napa harus minta yang ini, Mi ? Kenapa ? " Ucap Dilara lirih dengan air mata kembali mengucur deras.
" Karena Umi hanya ingin kamu menjadi menantu Umi. "
" Ya Allah ! " Keluh Dilara dalam hati.
" Bertahanlah sebentar. Hanya sebentar, nak ! Setelahnya Umi dukung semua keputusanmu. " Umi mengusap lembut kepala Dilara lalu mengecup penuh kasih sayang pucuk kepala menantunya itu.
" Ya..hanya sebentar. " Desah Dilara dalam hati.
lanjut thor
..