Suami Penutup Aib

Mata Nadya beberapa kali melihat ke arah jam dinding di ruang kerjanya. Rasa gelisah membuatnya tak bisa duduk tenang. Semua ini karena informasi yang datang dari temannya, si pelayan tak amanah bahwa Ardha sudah kembali dari Indonesia dan sedang menuju restoran. Rona merah di pipi pucatnya tampak jelas saat dia bercermin untuk memastikan penampilannya baik-baik saja.

Empat hari berlalu sejak Ardha menyampaikan niatnya untuk melamar. Janjinya untuk memberikan jawaban dalam waktu satu minggu nyatanya malah terasa menyiksa dirinya sendiri. Maksud hati supaya tidak terlalu nampak kalau dia senang bukan main, akhirnya hari itu dia tidak langsung menjawab. Padahal dalam hatinya berteriak, iya, iya, dan sangat iya!

Tapi itu sudah terlanjur, dan dia harus bersabar untuk segera mengungkapkan betapa dia sangat bersedia untuk menikah dengan Ardha.

Empat hari tidak bertemu membuat Nadya merasa rindu. Bagaimana tidak, bicara lewat telpon atau sekedar berkirim pesan pun tidak mereka lakukan. Nadya melihat bahwa Ardha adalah orang yang benar-benar menghindari interaksi tak perlu yang dianggapnya kurang pantas dilakukan sebelum pernikahan. Dan Nadya menghormati itu. Untungnya Ardha sebentar lagi akan datang ke restoran dan Nadya sudah memutuskan hari ini juga akan memberi jawaban atas lamaran Ardha.

Jam istirahat sudah hampir habis, tapi teman-teman satu ruangannya masih belum juga kembali dari makan siang. Selang beberapa menit kemudian, di ambang pintu muncul Aris, si pelayan tak amanah teman curhatnya. Aris satu-satunya karyawan dari Indonesia di restoran ini. Dengan senyum usil dan alis yang naik turun dia menatap ke arah Nadya.

"Apa?! Senyum-senyum gak jelas begitu", ucap Nadya kesal.

"He.. Ehm.." Aris berdehem seolah-olah ingin bicara serius.

"Nona Nadya, saya cuma mau memberitahukan bahwa karyawan yang sudah hadir disuruh kumpul di ruang rapat oleh chef kepala sekarang juga", ujarnya sengaja bicara resmi untuk mengolok-olok Nadya.

Nadya tersentak kaget dan tanpa sengaja tersenyum cerah mendengar perkataan Aris. Tapi sejurus kemudian dia malah jadi salah tingkah menyadari perilakunya. Aris pun tertawa puas berhasil mengerjai Nadya yang menyebabkan dirinya mendapat lemparan pulpen tepat di dahinya.

"Aduh! Ck.. ck.. calon nyonya Ardha galaknya minta ampun. Jangan-jangan nanti Pak Ardha bisa jadi korban KDRT nih", ucapnya seolah prihatin lalu buru-buru pergi karena dilihatnya pulpen kedua sudah akan dilempar lagi.

***********

"Selamat pagi semuanya", Ardha membuka pembicaraan dengan senyum ramah. Namun tatkala matanya tertuju ke arah Nadya, hatinya melengos melihat senyum tipis nan manis di bibir gadis itu. Di satu sisi dia senang bertemu dengan Nadya, namun di sisi lain dia juga merasa gundah.

Rapat pagi itu berjalan serius tapi tetap dalam suasana santai. Ardha mengakhirinya tanpa perlu berpanjang lebar. Mereka harus segera melanjutkan pekerjaan karena restoran akan buka beberapa saat lagi.

Saat semua peserta rapat berdiri, Nadya menghampiri Ardha. Ardha mendadak gugup tapi tetap berusaha tenang untuk menutupinya.

"Maaf pak, kalau boleh nanti saya minta waktu untuk bicara dengan anda sebentar", ucap Nadya dengan mata yang enggan menatap langsung ke wajah Ardha. Tentu saja bukan karena tak sudi, tapi takut rona di pipinya akan tambah jelas bila melakukan itu.

Ardha yang merasa cepat atau lambat memang harus bicara dengan Nadya pun menyetujui permintaan tersebut. Lebih cepat lebih baik, itu yang terbersit dalam hati mereka berdua namun untuk maksud yang berbeda.

Setelah menetapkan waktu dan tempatnya, mereka pun berpisah untuk kembali ke pos kerja masing-masing. Nadya sudah bisa fokus mengurus pekerjaannya setelah melihat pujaan hati, sedangkan Ardha menuju ke dapur untuk menemui Jason. Dia melakukan rapat berdua dengan Jason karena dalam waktu kurang dari seminggu dia akan kembali lagi ke Indonesia. Itu artinya Jason akan kembali diserahi tanggung jawab untuk mengurus restoran selama kepergiannya. Ardha tak pernah ragu kepada Jason karena selama mereka bekerja bersama, Ardha tak sekalipun merasa kecewa dengan hasil pekerjaannya.

Tentu saja Ardha tidak akan mengatakan kepada Jason kalau kembalinya dia ke Indonesia adalah untuk melangsungkan pernikahan. Tapi dia hanya beralasan ada urusan penting masalah keluarga yang harus dia tangani. Sang asisten pun maklum, hitung-hitung sebagai proses belajar. Siapa tahu suatu saat nanti dia bisa membuka restoran miliknya sendiri.