NovelToon NovelToon
Find 10 Fragments

Find 10 Fragments

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / spiritual / Sistem / Penyeberangan Dunia Lain / Peradaban Antar Bintang / Kultivasi Modern
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: GM Tyrann

Season 2 dari I Don't Have Magic In Another World

Ikki adalah seorang pria yang memiliki kekuatan luar biasa, namun terpecah menjadi 10 bagian yang tersebar di berbagai dunia atau bahkan alam yang sangat jauh. Dia harus menemukan kembali pecahan-pecahan kekuatannya, sebelum entitas atau makhluk yang tidak menginginkan keberadaanya muncul dan melenyapkan dirinya sepenuhnya.

Akankah dia berhasil menyatukan kembali pecahan kekuatannya, dan mengungkap rahasia di balik kekuatan dan juga ingatan yang sebenarnya? Nantikan ceritanya di sini.

up? kalo ada mood dan cerita aje, kalo g ada ya hiatus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GM Tyrann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 11 - Festival Olahraga

Hari Festival Olahraga.

Seluruh sekolah dipasang anti sihir, jadi semua orang yang ada didalam sana tidak ada yang bisa menggunakan sihir sama sekali. Olahraga ini sangat mementingkan fisik yang terlatih dari pada orang yang mengandalkan sihir.

Festival olahraga sekolah akhirnya tiba, dan lapangan sekolah dipenuhi oleh murid-murid dari kelas satu hingga kelas tiga. Mereka semua mengenakan pakaian olahraga, menciptakan pemandangan yang penuh warna dan semangat. Bendera dan spanduk bertebaran di sekeliling lapangan, dan suasana riuh rendah dengan suara canda tawa serta teriakan semangat.

Aku berdiri di tepi lapangan, mengamati kerumunan murid yang berkumpul. Pandanganku tertuju pada Chris yang terlihat berada di tengah-tengah kerumunan gadis-gadis. Chris, dengan gaya khasnya, sedang menggoda mereka dengan cara yang konyol, membuat para gadis tertawa geli. Namun, tak lama kemudian, seorang guru perempuan datang dan dengan tegas mengusir Chris dari sana.

Chris, yang tidak terlihat jera, langsung melihat aku dan datang ke arahku dengan senyum lebar di wajahnya. "Ikki, bagaimana kalau kita bertaruh? Siapa yang kalah dalam lomba hari ini harus mencukur rambutnya sampai botak!" tantangnya dengan antusias.

Aku menggelengkan kepala dan langsung menolak, "Tidak, aku tidak tertarik dengan taruhan seperti itu, Chris."

Namun, sebelum aku sempat berkata lebih lanjut, ketua kelas mereka, seorang pria bersemangat dengan rambut merah yang mencerminkan semangatnya, tiba-tiba menyela. "Aku menerima tantangan itu!" katanya dengan penuh semangat, membuat semua laki-laki di kelasnya mengikuti dengan sorakan mendukung.

"Ya, kami juga ikut!" teriak beberapa siswa laki-laki dari kelas ku, menambah semangat dan antusiasme yang sudah membara di lapangan.

Aku hanya bisa menghela napas, sedikit khawatir dengan perkembangan yang tiba-tiba ini. "Baiklah, kalau kalian memang ingin begitu, tapi aku tidak ikut" kataku.

Namun teman sekelas malah menyemangati ku dan membuatku untuk lebih percaya. "Kenapa Ikki, apa kamu ingin menjadi pengecut? Kita akan menang, tenang saja!" Seru mereka yang terlihat bersemangat dengan mata yang berapi-api.

"Baiklah." Aku menghela napasku menjawab secara terpaksa agar mereka tidak terus mendorongku lebih jauh.

Chris tertawa keras, puas dengan reaksi yang dia dapatkan. "Baiklah, ini akan menjadi pertandingan yang seru! Siap-siap saja kelas kalian akan kalah dan banyak yang botak!"

Festival olahraga dimulai dari kelas satu terus kelas dua baru kelas tiga. Setiap satu lomba tiap kelas bergantian untuk lomba yang sama.

Festival olahraga berlanjut dengan semangat yang semakin membara. Setelah murid-murid kelas satu dan dua menyelesaikan lomba pertama mereka, kini giliran kelas tiga untuk bertanding. Lomba pertama yang akan diikuti oleh aku adalah lomba tim, yaitu lari estafet. Aku ditempatkan sebagai pelari terakhir, yang bertugas untuk membawa timnya mencapai garis finis.

Lomba dimulai dengan Shun sebagai pelari pertama. Shun, meskipun berusaha sekuat tenaga, berlari dengan kecepatan yang lambat. Teman-teman sekelasnya memberikan dukungan penuh dari pinggir lapangan, berteriak-teriak memberi semangat. Aku melihat Shun dengan cemas, berharap dia bisa mempertahankan jarak.

'Bukannya kelas kita semua tahu bahwa Shun tidak pandai olahraga, tapi kenapa dia ikut dalam olahraga tim yang sulit?' Aku bertanya dengan heran dalam hatiku.

Ketika Shun akhirnya menyerahkan tongkat estafet kepada Riki, posisi mereka berada di belakang beberapa tim lainnya. Namun, Riki, dengan kecepatan dan kekuatannya, langsung melesat seperti angin. Dia berlari dengan kecepatan yang luar biasa, mengejar dan melewati beberapa pelari dari tim lain. Sorakan dari penonton semakin keras saat Riki mendekati garis serah tongkat berikutnya.

"Aku tidak tahu bagaimana perasaan mereka yang dikejar olehnya."

Teman sekelas mereka menerima tongkat estafet dari Riki. Meski tidak secepat Riki, dia berlari dengan stabil dan memastikan tidak ada kesalahan dalam penyerahan tongkat. Ini cukup untuk membuat mereka tetap berada di posisi yang kompetitif. Ketua kelas, yang menunggu di posisi berikutnya, bersiap dengan penuh semangat.

Ketika ketua kelas menerima tongkat estafet, dia berlari menuju ke arah ku sambil berteriak, "Ikki, kita bisa menang ini!" Suaranya penuh semangat, membangkitkan semangat semua orang di tim mereka.

Aku berdiri di garis serah, siap menerima tongkat estafet. Ketua kelas berlari dengan kecepatan yang stabil dan penuh semangat, dan ketika dia mencapai padaku, serah terima berjalan lancar. Aku menerima tongkat estafet sebagai pelari kedua dari depan, aku bisa saja mengejarnya tapi aku lebih baik mempertahankan posisi yang sudah aku dapatkan dari ketua kelas.

Dengan napas yang teratur, aku berlari di belakang posisi pertama, mempertahankan posisi kedua sampai mencapai garis finis. Aku tahu bahwa mempertahankan posisi ini adalah kunci untuk memberi tim mereka peluang terbaik untuk menang secara keseluruhan.

Setelah lomba estafet selesai, aku menarik napas lega, senang bahwa mereka bisa menyelesaikan lomba dengan baik. Teman-temannya berkumpul di sekitar, memberikan selamat dan berterima kasih atas usaha keras mereka.

Aku merasa bersalah karena tidak mengeluarkan semua kemampuanku, mereka juga memberiku semangat dan menyemangati ku karena bisa mengambil posisi kedua.

Lomba kedua, yang juga merupakan lomba tim, dimulai tidak lama kemudian. Namun, kali ini aku tidak ikut serta. Riki, ketua kelas, dan beberapa teman sekelas lainnya yang berpartisipasi. Aku tetap di pinggir lapangan, melihat mereka berusaha lalu memberi mereka tepuk tangan.

Ketika lomba tim kedua berakhir, giliran lomba individu dimulai. Aku tidak ikut apapun pada lomba individu karena ini adalah pilihan sendiri, tapi aku tidak memilihnya sama sekali. Ketua kelas juga hanya memilih lomba tim, karena lomba tim satu dan dua sudah selesai saatnya berganti pada lomba individu.

"Nanti juga akan ada lomba tim lagi kan?" Aku bertanya pada ketua kelas.

Ketua kelas menjawabnya dengan semangat, "Tentu saja dan kita akan tetap menang dari kelasnya Chris!" Ketua kelas mengepalkan tangannya dengan mata yang berapi-api.

Lomba individu pertama dimulai dengan Shun, yang harus menghadapi lomba lari. Meskipun Shun mencoba yang terbaik, dia hanya mampu mendapatkan posisi kelima. Aku menggeleng-gelengkan kepala dan bertanya-tanya dalam hati, mengapa Shun memilih untuk berpartisipasi dalam lomba yang begitu berat padahal dia tidak terlalu pandai dalam olahraga.

Kemudian, tiba giliran Riki untuk mengikuti lomba individu kedua, di mana peserta harus mengambil apa pun yang tertulis di selembar kertas yang ditempatkan di tengah lapangan. Riki, dengan cepatnya, berlari menuju kertas tersebut dan berhasil menjadi yang pertama sampai di sana. Namun, alih-alih membaca isinya, Riki justru tertawa-tawa sendiri, menyebabkan kebingungan di antara teman-temannya.

Aku menghela napas dan bergumam dalam hati, memikirkan bahwa menjadi yang pertama tidak selalu berarti menang. Teman-teman sekelasnya mulai berteriak pada Riki, mendorongnya untuk membaca isinya. Akhirnya, Riki membaca isi kertas tersebut, dan gelak tawa pun terdengar dari sekeliling lapangan.

Setelah serangkaian lomba individu selesai, saatnya bagi mereka untuk kembali ke lomba tim. Aku tidak memilih apapun karena sebenarnya aku tidak ingin ikut kedalam lomba apapun yang ada, namun karena lomba tim adalah pilihan ketua kelas dia selalu memilihku untuk berpartisipasi.

Setelah serangkaian lomba yang telah dimulai, saatnya untuk istirahat sejenak. Di tengah-tengah keramaian kantin, teman-teman kelasnya Chris mendekati teman sekelas ku dengan nada bergurau.

"Hey! Kelas kalian nampaknya tertinggal beberapa poin dari kami, ya? Mungkin semua pria di kelas kalian harus botak dulu sebelum kalah dengan sangat memalukan," goda salah satu murid dari kelas Chris, disambut dengan tawa dan senyuman jahil dari teman-temannya.

Tapi ketua kelas dengan tegas, menentang usulan tersebut. "Kalian tidak akan mengalahkan kami dengan trik konyol seperti itu," katanya dengan ekspresi yang serius namun penuh semangat. Dia bahkan berteriak untuk memulai pertandingannya, namun guru datang dan mengingatkannya untuk istirahat sejenak.

Ketua kelas terlihat sedih karena tidak dapat langsung memulai pertandingannya, namun semangatnya tidak surut. Dia masih memiliki tekad yang kuat untuk membawa kelasnya menuju kemenangan.

Sementara itu, di sisi lain kantin, aku dengan tenangnya memilih beberapa roti dan susu kotak untuk dinikmati sebagai camilan istirahatnya. Aku tidak terpengaruh oleh perdebatan antara kelas Chris dan kelasnya sendiri, tetapi tetap fokus pada kebutuhan pribadinya saat ini.

Lomba tim berikutnya adalah memasukkan bola ke dalam keranjang dengan cara dilempar. Meskipun tidak mudah, kelas aku menunjukkan kerja sama yang solid dan semangat yang tinggi. Mereka bekerja sama dengan baik, saling mendukung, dan akhirnya berhasil mendapatkan posisi kedua.

Setelah banyak lomba kelompok, posisi kelas aku akhirnya berada di atas kelas Chris. Namun, ada satu lomba terakhir yang harus kelas aku hadapi: perebutan posisi kedua melawan kelas lain yang memiliki poin yang sama.

Lomba perebutan posisi kedua adalah tarik tambang. Aku, meskipun tidak terlalu serius menarik tambangnya, tetap berpartisipasi. Teman-teman sekelasnya, dengan semangat yang tak kenal lelah, menarik dengan sekuat tenaga. Tali tambang terasa berat, namun semangat mereka lebih kuat. Dengan kerjasama yang luar biasa, kelas aku berhasil memenangkan lomba tarik tambang tersebut.

"Ya! Kita menang!" teriak ketua kelas dengan penuh semangat, diikuti oleh sorak-sorai kegembiraan dari teman-teman sekelasnya. Aku tersenyum, merasa bangga meskipun aku tidak memberikan upaya penuh.

Setelah kemenangan mereka, beberapa teman sekelas ku mendatangi Chris dan teman-temannya. Mereka membawa alat cukur, mengingat taruhan yang dibuat sebelumnya.

Chris, yang biasanya penuh percaya diri, kali ini terlihat sedikit gugup. "Oke, oke, kami kalah. Tapi jangan sampai botak, ya!" katanya sambil tertawa kecut.

"Jangan khawatir, Chris. Kami hanya akan memangkas sedikit saja," balas ketua kelas dengan senyuman lebar, meskipun nadanya penuh dengan semangat kemenangan.

Teman-teman sekelas ku mulai memangkas rambut Chris dan beberapa murid lainnya. Suasana penuh dengan canda tawa dan olok-olok ramah. Meski Chris dan teman-temannya kalah, mereka tetap menerima kekalahan dengan sportif dan bergabung dalam kesenangan yang ada.

Festival olahraga sudah selesai dan semua orang kembali kerumahnya masing-masing.

1
GM Tyrann
Kalo kalian udah mulai baca terus ada nama MC dibagain sudut pandangnya padahal seharusnya Aku. Itu kesalahan penulisan, karena udah banyak jadi malas ganti, ada banyak sih pas sudut pandang MC seharusnya pake Aku dan Kami, tapi malah pake, nama MC, Dia dan Mereka.

Kalo dari sudut pandang karakter lain nama MC, y pake nama MC. Apa lagi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!