Sky Rain terlalu gengsi untuk mengatakan jika dirinya mencintai sekretarisnya. Dia selalu beralibi, jika perasaannya pada janda seksi itu hanya sekadar penasaran saja.
Meski sudah cukup kentara perhatiannya, bahkan selalu menjadi seseorang yang ikut memisahkan hubungan Lala dengan lelaki- lelaki lain.
Pun, Sky masih tak mau mengakui jika dirinya
memiliki sebongkah ketulusan di hatinya. Malahan, Sky terus menunjukkan kesan jika dia hanya menginginkan seksinya Lala.
"Di luar sana banyak sekali personil Teletubbies yang mengantri untuk aku kencani, Lala!"
Lala menggerutu pelan. "Aku lebih suka kerja lembur dari pada menerima ajakan kencan boss mesum, galak, playboy, narsistik!"
Follow IG: Pasha_Ayu14 untuk tahu visual para tokoh Pasha yang menggemaskan ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKB bab 32
Sudah jam enam pagi, Lala sudah berkutat dengan sarapan ibu dan suaminya.
Di sini tak ada pelayan, biasanya Lala memang memasak sendiri bahkan untuk Rahmi dan perawatnya.
Sering juga, Lala membawakan bekal untuk Dominic dan Sky. Yah, tergantung mood dan adanya bahan makanan saja.
Namun, pagi ini jelas berbeda. Sky terus menempel di belakang tubuhnya seperti kuman bakteri saja.
Ke depan ikut, ke belakang ikut, membuka lemari es ikut, membuka penanak nasi pun ikut, pokoknya Sky tak ketinggalan apa pun pagi ini.
Sesekali Lala menyuapi potongan buah apelnya ke mulut, Sky. Sesekali dirinya yang harus menerima suapan tangan, Sky.
Mereka masih sering berdebat seperti biasanya, dan puncaknya saat Sky membelai pantat besar istrinya sambil cekikikan, Lala menamparnya dengan spatula.
"Sekalian kubur suami mu, La!" ketus Sky.
"Lagian kebiasaan, Pak Sky iseng!" sergah Lala tak kalah kencangnya. "Kan saya suka reflek karena kebiasaan juga!"
Entahlah, saat bersama, Sky, Lala bisa menjadi lebih kuat, berbeda dengan pasangan sebelumnya yang hanya bisa Lala takuti bahkan mendekati saja Lala cukup trauma.
Sky biar arogan dan ketus, lelaki itu tak pernah main tangan. Selalu menyentuhnya dengan kelembutan, yah, ... kalau perkara play boy sudah dari sebelum menikah, Lala tahu suaminya play boy.
"Uhuk- uhuk!" Lala tengah menyiapkan salad ala kadarnya untuk suaminya, pria itu justru tersedak potongan bengkoang yang sengaja dilempar ke atas saat memakannya.
"Pak!" Puas Lala panik, tapi di detik berikutnya Lala terdiam oleh bungkaman bibir suaminya, rupanya keselek hanya trik untuk mencium.
"Morning kiss, Teletubbies!" Lala cemberut, lalu beralih kembali pada salad buatannya.
Sky lekas memeluk dari belakang. "Marahnya jangan kebanyakan. Lagian, berkat kesabaran mu, menahan cemburu, Viola akan diadili seadil- adilnya mulai sekarang."
"Saya tidak cemburu," sanggah Lala.
"Oya?" Sky terkekeh. "Aku kurang yakin, ada istri yang kabur dari suami ganteng-nya tanpa alasan."
Lala hanya memutar bola matanya.
"Viola itu, sudah biasa memeras lelaki untuk kekayaannya. Dia patut diberi pelajaran, dan sejauh ini, tim kita sudah punya cukup bukti untuk melumpuhkannya," jelas Sky lagi.
"Baguslah," kata Lala, "sayang sekali kalau harta Pak Sky harus dilimpahkan ke Nyonya Viola yang sudah benar- benar kaya."
"Kamu takut miskin?" sela Sky.
"Mungkin iya." Lala mengangguk.
"Why?"
"Saya belum bisa membayangkan, Pak Sky ngaduk semen, atau mungkin nyari rumput untuk pakan peliharaan, gara-gara bangkrut."
Sky tertawa. "Ngaduk semen mungkin belum bisa, tapi kalau ngaduk kamu aku ahlinya."
Lala mengalungkan tangan pada tengkuk Sky, karena lelaki itu memaksa. Sarapan sudah siap, tapi Sky ingin sarapan yang lain.
Semalam tak dapat, masa pagi pun harus tidak dapat juga. Setidaknya, kiss yang dalam sampai Sky puas pagi ini, dan entah siapa yang memulai bibir keduanya sudah saling pagut satu sama lain.
Sky tak pernah menyia- nyiakan squishy besar Lala. Semua wajib terkena remasan tangan nakal yang merembet pelan dari dada ke perut sampai merengkuh punggung erat.
Lama sekali Lala menginginkan sentuhan seperti ini. Dan ternyata, Sky cukup handal dalam bidang touch and hug.
Satu paha Lala sudah Sky angkat, meremas, meraba hingga ke tonjolan bawah tanpa mengakhiri permainan bibir. "Masuk ya?"
Keduanya lekas terlerai oleh seruan seseorang yang kaget. "Neng..."
Rahmi mengelus dadanya terkejut, tapi juga tersenyum setelah melihat Sky. "Kamu di rumah sama Nak mantu, Neng?"
"Iya, Buk." Lala menyengir setelah mengelap saliva suaminya di bibirnya.
Rahmi memergoki Lala dicumbu, itu lebih baik dari pada memergoki putrinya dipukuli menantunya. "Masha Allah, kalian serasi."
Sky tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Pagi, Tante, mmh, Buk maksud saya."
"Ueegh!" Panggilan alami Rahmi di pagi hari biasanya memang mual. Sky lekas meraih wanita tua itu untuk dituntun ke wastafel.
Rahmi meluahkan isi perutnya di sana. Lala ikut membantu, kemudian meraih tisu dan mengelap bibir ibunya.
"Ibu perlu cek lagi ke dokter?"
Sky menawarkan. Lala terharu, sungguh, karena dia tak berekspektasi terlalu jauh, jika Sky yang dia anggap arogan, akan sehormat dan setanggap itu pada ibunya.
Berbeda sekali dengan Harry. Namun, Rahmi menggeleng pelan. "Sudah, ... Tidak usah, Nak mantu, ... Ibu sudah biasa muntah begini, dokter bilang ini efek kebanyakan terapi."
"Tapi aman?" tanya Sky memastikan.
"Aman." Rahmi tertawa. Lalu duduk di kursi meja makan sederhananya di bantu putrinya.
"Ibu yang sehat, sekarang makan ya, Neng sudah buat sarapan buat Ibu." seperti hari- hari sebelumnya, Lala mengambilkan minuman dan makanan untuk ibunya.
"Ehm!"
Lala menepis tangan nakal Sky yang merembet diam diam ke punggung bagian bawahnya. "Pak Sky juga duduk."
Sky menyengir menyebalkan. Belum juga duduk tenang, perawat Rahmi tiba dengan raut yang serius. "Teh Lala!"
"Iya, Sus?"
"Itu di luar ada yang nyari Boss katanya Teh."
Sky tak tunggu lama, pria itu bangkit kembali untuk mengayunkan langkah keluar dari rumah kontrakan mertuanya.
"Wilona, Boss!" Di sana Dominic dan dua pengawalnya berlari mengejar Wilona yang meraung sambil berlarian. "Kabur!"
Sky berdecak, mau tak mau dia harus turun tangan karena Wilona hanya akan menurut pada dirinya dan Rega. Bahkan, pada Dominic pun Wilona masih begitu agresif.
"Baby!" Sky memekik siulnya. Tak lama dari itu, Wilona berlari berbalik arah Padanya.
Sky tahu, ada seseorang yang sedang Wilona kejar, lelaki berhoody hitam yang agaknya membuat Wilona mencurigainya.
"Siapa dia?" Sky mengusap Wilona sambil menatap dua pengawalnya.
"Beberapa hari terakhir, orang itu mengintai Nyonya Lala, Boss!" jawabnya terengah- engah.
Mereka lebih suka melawan manusia jahat yang menjadi pengintai dari pada menjaga Wilona sepertinya. Ya Tuhan, baru sebentar saja sudah ngos- ngosan.
Dominic mendesah. Seharusnya, biar saja Wilona menangkap lelaki stalker yang tadi, dia juga penasaran siapa orangnya. "Orang Viola kah? ... Raffa? ... Atau musuh dari bisnis kita?"
"Selidiki saja." Sky menginterupsi. Kemudian menggendong Wilona sambil berbisik. "Okay, Baby, kau boleh memakan orang yang berpotensi berbuat jahat dengan your Mom."
Wilona agaknya tidak terima, dia seperti menyesal tidak mendapatkan orang itu. Bisa dilihat dari caranya meraung dan menatap ke arah di mana lelaki misterius itu berlari.
"Ssstt!" Sky memasukan Wilona ke dalam mobilnya, Dominic juga masuk untuk meraih setir kemudinya. "Kamu tambah lagi orang- orang yang ada di sekitaran Lala."
"Okay... Tapi aku tidak mau mati konyol karena menyetiri Wilona sendirian."
"Baiklah, baiklah!" Ah, Sky belum mendapat amunisi dari Lala, dan Dominic mulai manja.
"Aku perlu asisten yang bisa menangani Wilona juga, kalau Boss sayang padaku, tambah asisten untuk ku. Dua pengawal yang kekar itu tidak becus!"
Dominic menggerutu sambil melirik pada dua asisten yang menyengir. Semalaman tadi, dia yang disuruh menjaga Wilona, asisten sialan memang!
Sky setuju. "Pasang iklan kalau begitu, DICARI PENGENDALI WILONA. Tawarkan juga gaji yang bagus supaya cepat ada yang melamar!"
Seketika Dominic menyengir. "Begitu dong! Sekali- kali cosplay jadi orang baik."