NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Kedatangan Gita memasuki sebuah ruangan, adalah hal tersedih yang harus selalu dilakukan.

Sebuah rumah tentunya memiliki kenangan. Tikungan dan tikungan, sudut per sudut ruangan yang selalu terhubung, seperti perasaan sedih yang berkelok. Rumit jika dijelaskan.

Seperti hal nya dengan rumah berdua lantai tua. Tidak memiliki keceriaan di dalamnya. Kosong, gelap, tidak bisa membuat kebahagiaan bagi Gita, setelah anak itu memasuki ruang tamu.

Seharusnya ruangan itu adalah tempat berkumpul. Hangat bersama dilakukan, bersama orang-orang tersayang.

Sekarang, sudah bukan lagi masanya.

Sepasang sepatu sejatinya telah dilepaskan, meninggalkan begitu saja tanpa dikembalikan rapi seperti awal, sebelum perempuan itu berpaling untuk meninggalkan rumah menuju ke sekolah.

Gita telah menganggapnya sebagai rumah kedua. Hanya orang-orang yang dikenali saja. Sisanya, manusia bermuka dua.

Begitu banyak hal-hal yang tidak ingin dipikirkan lagi.Ia hanya menginginkan suasana lama dengan kedua orang tuanya, dan neneknya. Tetapi tetap dia hanyalah manusia bisa. Bukan Tuhan.

Ia hanya menginginkan mereka kembali.

Sore itu, Gita berusaha menahan rasa kantuk yang terpajang di sepasang mata miliknya.

Tas sekolah diletakkan begitu saja, seperti rasa emosional yang tidak bisa diungkapkan. Acak-acakan seperti yang penuh akan kegiatan-kegiatan sekolah, maupun masalah yang selalu dihadapi setiap hari.

Jenuh, memikirkan kehidupannya. Membosankan, tapi harus selalu dilakukan berputar-putar.

Baju seragam tetap digunakan selama menyisir ruangan per ruangan di dalam rumahnya.

Menuju ke pintu pendingin ruangan yang menghubungkan langsung dengan ruang tamu, Gita mendapatkan secarik kertas khusus yang dikenali. Kertas kuning menempel pada bagian depan pintu pendingin.

..."Kakak pulang malam, kamu masak sendiri. Jangan beli di luar."...

Secarik kertas setidaknya memberikan peringatan kepada adiknya, agar tidak membeli makanan di luar. Hal sekecil itu juga memberikan sesuatu untuk menahan keinginan besar yang tidak bermanfaat.

Mereka juga harus menggunakan dengan sebaik-baiknya, karena gaji sang Kakak sangat menipis, untuk membeli kebutuhan rumah.

Lembaran kertas kecil telah menempel kembali seperti awal. Membuka pegangan pintu, memperlihatkan bagian dalam. Gita menunduk, mencari tau isinya.

Tentu saja bahan makanan yang tersisa dan tersedia yang dibeli oleh kakaknya. Telur sejumlah tiga butir, kotak susu ukuran sedang, serta seikat bayam yang tidak begitu segar lagi.

"Tidak ada yang bagus," Gita menutup ulang pintu tadi.

Gita kembali berdiri lurus, namun ia melihat sesuatu yang menggiurkan.

Toples plastik bekas pembelian sosis kemasan dengan garisan pada bagian penutup itu, sekiranya turut menghemat pembelanjaan oleh sang Kakak, dalam hal sederhana.

Satu benda saja, memang harus dipikirkan matang-matang, dan tidak sembarangan. Bukan masalah sepele baginya, justru benda-benda yang dibeli olehnya, harus mengeluarkan uang.

Toples itu juga memiliki sebuah kenangan. Kenangan dimana sebelum kakak mendapatkan pekerjaan, dan setahun setelah orang-orang kami akhirnya meninggalkan, Gita dan Nita harus mengirit dalam membeli bahan makanan.

Menjual barang-barang di rumah, tetap saja tidak berpengaruh. Saat itu, hanyalah sosis-sosis kemasan yang diletakkan di dalam toples itulah, yang menjadi lauk seadanya.

Sekarang pun, Gita masih mengingat kenangan itu.

Kehidupan kembali membaik, setelah kakak mendapatkan pekerjaan, serta uang-uang yang dikumpulkan akhirnya menjadi banyak.

Walau keadaan telah menjadi normal, kami tidak boleh menghabiskan boros. Peraturan tetaplah sebuah peraturan.

...***...

Lampu menyala terang setelah kegelapan malam akhirnya naik untuk bekerja di wilayah ini.

Seperti hal nya lampu meja makan, lampu dapur turut diterangkan, sebagai rasa aman selama menemani perempuan yang memasak makan malam.

Gorengan telur dadar, adalah menu masakan yang bisa diterima oleh Gita, karena selama ia bersama ibunya, Gita tidak diperkenankan membantu. Kata ibu, nanti takut terkena api.

Sebenarnya, sejak Gita berada dalam fase mas kecilnya, perempuan paling riang itu tidak bisa mengendalikan gerakan. Selalu berlari dan berlari. Sampai-sampai, sang Kakak harus menuruni tangan untuk menahan tingkah anaknya.

Sepiring telur goreng dengan nasi panas telah tersedia di atas meja makan, segelas susu sebagai minuman segar yang didapatkan.

Tidak ada suara lain, selagi perempuan berbaju rumah itu melahap makanan yang dimiliki. Sekeliling tubuhnya, hanya cahaya gelap yang sengaja tidak dimatikan agar tidak begitu boros.

Melamun sembari mengunyah adalah hal membosankan. Dia tidak tau harus melakukan pekerjaan apa lagi, selagi duduk pada lantai satu, menghabiskan makanan.

Suara hening membuatnya kesepian.

Sementara ia cukup yakin bahwa piring tadi tidak ada makanan yang tersisa, Gita berjalan menuju area pencucian piring.

Sedih, perasaan itu dikeluarkan dalam bentuk mencuci. Gosokan dan gosokan peralatan makan, setidaknya pekerjaan ini membuat kelegaan bagi dirinya yang merindukan mereka. Ayah, ibu, dan nenek.

Selesai pada misi utama, Gita mengelap kering. Beralih tempat untuk menaiki anak-anak tangga menuju ke kamarnya. Melalui lorong pendek dan gelap, Gita membuka pintu, dengan cahaya kamar yang menyala sejak tadi.

Kesibukan yang dilakukan untuk malam itu, mengerjakan tugas yang diberikan. Buku tulis bahasa Inggris tentu ditemukan tertimbun dengan buku-buku pelajaran lain, yang belum dibereskan rapi.

Gita mencoba melakukan dengan semangat, yang dia bisa. Keheningan malam membuatnya fokus sementara waktu, sebelum akhirnya deringan ponsel menggetarkan meja belajarnya.

"Ternyata hanya alarm," Gita mengusap wajah. Cukup lega mengetahui. "Matikan saja,"  Gita menekan tombol mati, meletakkan di dekat buku belajarnya.

Anak itu tidak ingin ter-distraksi dengan apapun di dalam ponselnya.

"Ayo, fokus lagi, Git," ucap kepada diri sendiri dengan menepuk pelan pipi tirusnya. "Malam ini harus selesai," anak itu melakukan gerakan berulang kali.

Semenit berlalu sejak kegiatan belajar mandirinya berlangsung, bukan lirikan mata yang fokus ke materi, justru Gita melirik kepada ponsel di dekat bukunya.

"Oke, sekali saja, Gita." Satu tangan meraih ponsel, membuka media sosial yang dimiliki.

Anak itu tertawa keras, menggugurkan ketenangan malam yang seharusnya hening, mendadak menjadi berisik.

Buku dibiarkan begitu saja, selama mata perempuan itu sibuk bergerak melihat video-video lucu.

Bukan lagi hal yang bagus untuk mengembalikan semangat dalam belajarnya.

Semenit berpindah begitu cepat, beralih menjadi satu jam. Tetap saja, perempuan itu fokus memainkan ponselnya.

Diarahkan menuju video-video lain, Gita mendapatkan satu potongan video yang terlintas begitu saja.

Gita memajukan dirinya, mendapatkan inspirasi baru di pikiran. Tubuh yang bersandar di kursi itu, diluruskan tegak dan maju.

"Sepertinya mudah membuatnya," Gita berpikir dengan proses panjang, selama menonton cuplikan tadi.

Video yang menunjukkan proses pembuatan gelang keren.

Telintas sebuah ide. Menurutnya, barang itu dapat meringankan beban pekerjaan kakaknya. Setidaknya jika dijual, bisa mendapatkan uang.

Maka, beralih mata, Gita tetap memperhatikan pembuatan gelang yang dirangkai dengan jari-jari lihai.

"Seingatku, ibu pernah memiliki barang-barang itu untuk membuat karya seni waktu aku kecil. Tapi itu hanya dahulu. Sekarang ada dimana, ya?"

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!