"Mari kita bercerai, Kakak kembar mu sudah kembali." Elmer berucap dengan nada dingin.
Wanita itu meremas tespack yang ia pegang, sebuah kado yang ingin berikan, ternyata dirinyalah yang mendapatkan kado terindah dari suami tercintanya.
Dibenci oleh kedua orang tuanya dan suaminya.
Gerarda Lewis di hidupkan kembali setelah menerima kenyataan pahit, dimana suaminya Elmer Richards menyatakan akan menikahi saudara kembarnya Geraldine Lewis, sang kekasih yang telah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergian Gege
"Kau yakin untuk menemui Gege?" tanya Elmer. Antara percaya dan tidak percaya, keadaan saat ini belum tenang.
"Aku merindukannya," ucap Rara. Sebagai seorang kakak, sekalipun ia di sakiti. Ia sangat menyayangi adiknya.
"Baiklah, aku akan menemani mu. Tetapi harus dapat izin dari Daddy dan Mommy." Elmer mengelus pucuk kepala Rara dan tersenyum. "Tidurlah ini sudah malam, malam ini aku akan menginap di sini."
"Sayang, sebaiknya kau tunda dulu untuk bertemu dengan Gege." Mommy Becca tidak ingin Rara sedih dan teringat kejadian pahit itu.
Gadis itu tersenyum, sekalipun mereka ada konflik tapi yang namanya saudara tidak akan pernah hilang. Merek lahir di hari yang sama bahkan berbagi tempat yang sama. "Aku merindukannya Mom."
Daddy Arthur menghela nafas, ia mengangguk. Kedua putrinya pasti bisa mengatasinya. Setelah ini ia tidak akan mengabaikan Gege. Ia tak bisa lebih lama lagi mendiami putrinya. Ia rindu dengan sambutan Gege.
"Saya akan menemani Rara Mom, Dad." Elmer menyela. Kedua mertuanya pasti khawatir.
"Baiklah, kami percayakan pada mu." Daddy Arthur menepuk bahu Elmer. Untuk saat ini ia belum membicarakan hubungan mereka. Ia akan memikirkan waktu yang tepat untuk mereka.
"Daddy, aku merindukan Gege," ucap Mommy Becca. Dia menatap punggung Rara dan Elmer yang menaiki mobil hitam itu.
"Setelah ini aku akan mengatur waktu untuk mereka," ucap Daddy Arthur. Ia merindukan kebersamannya dulu.
"Ya, aku tidak sabar," ucap Mommy Becca.
....
Gege memolesi wajahnya dengan make up tipis dan natural. Hari ini ia akan menyambut kakaknya, wanita itu tak boleh tau kalau rumah tangganya tak baik-baik saja. Untuk yang terakhirnya ia akan menemui kakak perempuannya. Ia mengambil sebuah foto dirinya dan Rara.
"Setelah ini, semoga kakak bahagia."
Gege memakai sebuah dress putih, bagian bahunya terlihat dan memakai kalung mutiara putih. Ia menatap wajahnya dan tersenyum. Kedua matanya kembali mengembun.
"Nyonya, tuan dan nona Rara telah sampai."
Gege sejenak menenangkan batinnya yang bergejolak. Ia berbalik dan tersenyum sambil mengangguk. Hanya hari ini ia bertahan dan tersenyum.
Gege meremas ujung dressnya, perlahan wanita itu mendekatinya. Ia menunduk dan air matanya turun dengan deras. Sakit dan rindu, kini bercampur aduk.
"Gege," Rara langsung memeluk Gege.
Saudara kembar itu kini menangis dalam pelukan. Saling merindukan dan saling menyakiti, namun mereka tidak ingin pernah terlepas.
"Kakak,"
Rara melerai pelukannya dan mencium kening Gege. "Bagaimana kabar adik kesayangan ku ini?"
"Kenapa Kakak menanyakan kabar ku? Seharusnya aku yang bertanya kabar Kakak." Gege merasa bersalah pada kakaknya ini, karenanya kehidupan kakaknya menderita.
Rara memasuki kediaman mewah itu, semua dekorasinya masih sama. Gege tidak merubahnya, bahkan lukisan yang ia gantung ke dinding tempatnya masih sama. Ia menoleh pada Elmer, ternyata pria itu sangat menghargainya.
"Ge, bukankah ruangan ini aku sendiri yang mendekorasinya?"
Gege menyapu pandangannya, sebenarnya ia merubahnya berharap Elmer menyukainya. Namun semuanya sia-sia, ia mengembalika. Semuanya. Ia hanya bisa berteriak dalam hati yang terdalam. "Iya Kak, aku percaya Kakak akan kembali."
Merasa mendapatkan sebuah tatapan, Gege mencari tatapan itu sebentar dan kembali mengalihkan tatapannya pada Rara.
"Terimakasih Ge, kau tidak mengubahnya."
Nyess
Gege tersenyum, "Tentu saja. Kesukaan Kakak juga kesukaan ku."
Deg
Perkataan Gege seakan menyadarkan perasaannya, Elmer kembali merasa aneh. Di antara dua wanita yang wajahnya sama, namun sifatnya berbeda. Hatinya berteriak siap yang harus berada di sampingnya. Ia bingung, keduanya sama-sama mencintainya. Satunya mencintainya dan ia cintai, tapi menyakitinya dan satunya lagi mencintainya tapi tak ia cintai.
"Terimakasih Bibi Ang,'' ucap Rara melihat Bibi Ang menghidangkan roti cokelat kesukaannya.
"Aku ke ruang kerja dulu, kalian ngobrol lah dengan santai," ucap Elmer. Pria itu pun menuju ruang kerjanya, lalu duduk di kursi hitam itu. Wajahnya terlihat gusar, entah apa yang harus ia lakukan untuk selanjutnya. Padahal tadi malam ia mantap untuk menikah dengan Rara, tapi sepertinya hatinya menolak, ia tak sanggup melihat wajah Gege.
"Apa yang harus aku lakukan?" Ia memijat pelipisnya, kepalanya terasa mau pecah. Selama berjam-jam ia berada di ruang kerjanya dan kadang menengok dua wanita yang tertawa bersama itu, entahlah apa yang kedua wanita itu ceritakan, namun sepertinya tengah menceritakan hal yang lucu, sebuah kisah kenangan masa lalu yang penuh canda tawa.
Kini waktunya telah habis, setelah makan malam Rara berpamitan untuk pulang. Dia tak mau menginap, ia masih merindukan kedua orang tuanya. Tak banyak yang mereka bahas kecuali kisah masa kecil mereka. Keduanya tak berniat untuk memulai cerita sakit keduanya. Memilih diam dan mengikuti arus kehidupan mereka.
"Kakak, kapan-kapan kesini ya?"
Rara mengangguk sambil menggenggam kedua tangan Gege. "Iya, kakak akan kesini. Pasti, tapi untuk malam ini Kakak masih merindukan Daddy dan Mommy."
Gege mengangguk, air matanya langsung jatuh melihat mobil yang berbelok menuju gerbang besi itu. Bibirnya gemetar, bibi Ang yang berada di belakangnya langsung memeluk Gege.
"Mari nyonya, semuanya sudah siap. Mungkin butuh dua hari untuk sampai."
"Ya,"
Gege mengambil kopernya yang telah ia siapkan dari pagi, ia menyapu semua ruangan tempat di mana pernah berbagi ranjang dengan suaminya, Elmer. Seakan ia tak akan bisa melihat suasana dan menghirup aroma ruangan ini lagi.
"Di persimpangan jalan akan ada teman saya yang akan melayani Nyonya. Tolong berhati-hati."
Gege memeluk Bibi Ang, ia sangat berterimakasih pada wanita di depannya. Menjaga dan menemaninya suka dan dukanya.
"Aku pergi Bi,"
Gege menangis terus, ia memasuki mobilnya. Air matanya sangat deras, tak ingin berhenti. Ia pun melajukan mobilnya dan menjemput seorang wanita.
"Nyonya,"
Gege mengangguk dan tersenyum. Dia kembali melajukan mobilnya. Melewati jalan pintas yang tak cukup ramai, ia terus melajukannya dengan air mata yang mengalir. Sesaknya seakan menarin nyawanya. Kenangan demi kenangan berputar dalam kepalanya.
Namun tanpa ia sadari sebuah truk melaju kencang dan aoleng, Gege membanting mobilnya hingga keluar pagar pembatas dan mobilnya berguling tiga kali.
Sebuah pecahan kaca menancap di dahi dan di pipinya, ia menoleh pada wanita di sampingnya yang sudah tak sadarkan diri. "Bangun, tolong bangunlah," ucap Gege lirih. Ia memegang perutnya yang terasa sakit.
"Tolong ..." Gege berteriak. Ia mencoba keluar sambil terus berteriak meminta tolong. Ia merangkak, di tengah hutan gelap gulita, dengan di sertai darah yang mengalir di wajahnya. Ia menangis kesakitan lahir batinnya.
"Tolong ...."
Duar
"Tolong ....."
sudah menghilang baru terasa sakit nya
bahwa kehadirannya sungguh berharga....