NovelToon NovelToon
Derap Dalam Gelap

Derap Dalam Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:597
Nilai: 5
Nama Author: Thara 717

Gresen sudah tertidur pulas. Suara itu selalu membuatku terbangun. Ya, seperti suara sepatu dengan sol keras melintasi kamar kami.
tuk...tuk...tuk...
Beda denganku, Gresen bilang tak pernah mendengar apa-apa.
"Mungkin suara jam dinding disuatu tempat" Itu yang kupikirkan saat kali pertama mendengarnya. Namun mana ada jam dinding yang berpindah-pindah. Aku pernah mengintip keluar lewat jendela. Tak ada apa-apa.
Akra dan Gresen adalah teman dekat. Karna sering ditinggal ortu yang sibuk, mereka sering berlibur bersama. Tapi ada yang janggal setiap kali mengunjungi desa neneknya Gresen. Ada suara aneh diluar kamar mereka.
Sebuah suara antara ada dan tiada, mengantarkan mereka pada misteri yang penuh tanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thara 717, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penghuni pondok pinggir sungai

Hari telah larut, seseorang menatap aliran sungai dari jembatan tua. Pantulan bulan terlihat diair yang mengalir. Meniru langit yang saat itu bersih tak berawan. Bintang-gemintang memantulkan cahaya indah ditengah gelapnya malam.

Sudah cukup lama dia berdiri disana. Diam menunduk kearah sungai sambil sesekali menatap langit berbintang sambil menghela napas panjang. Angin saat itu berhembus perlahan menuruni lereng pegunungan. Menerbangkan rambutnya yang dibiarkan panjang terurai.

Beberapa butir keringat membasahi dahinya. Dia membawa ransel besar yang malam itu rasanya hampir seberat gajah. Dipinggangnya terselip beberapa benda, senter kecil, tali, dan pisau.

Lelaki itu melepaskan sarung tangan dan merapikan rambutnya yang tertiup angin. Tapi rambut itu tetap berkibar karna angin tak kunjung reda.

"Hmmm...mh..." Dia tersenyum.

Mau bagaimana lagi.

02.19. Hampir pukul tiga pagi. Dia bahkan belum tidur selama hampir 24 jam non stop. Rutinitasnya begitu kejam dan kasar. Satu-satunya hal yang dia suka adalah menatap langit melalui sungai dan membiarkan dirinya menantang malam yang sepi.

Sebuah lampu menyorot dari arah Padang bunga. Lelaki dengan rambut terurai itu mengenal siapa yang mendekat.

"Apa yang membuatmu membuat jalan ini?" Tanya orang yang mendekat tersebut.

"Bukan aku yang membuatnya." Katanya

sambil mendudukkan diri direrumputan membelakangi sungai.

Orang yang baru datang itu memberikan satu kantong kacang tanah dan air mineral padanya.

"Bagaimana?"

"Mereka baru mengait gudang besar. Bagus sekali nasibnya." Katanya sambil tersenyum dan membuka botol air mineral. Dia menatap lelaki yang baru tiba itu lekat dan lama.

"Ada apa?"

"Tidak, hanya saja aku punya teman baru." Katanya.

"Kalian sudah bertemu?" Dia menggeleng. Mereka terdiam cukup lama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hampir tak ada suara hewan malam yang berbunyi. Hanya ada suara kulit kacang tanah yang berderap saat dibuka dan suara air yang bergemerisik.

"Jalan itu, kau punya banyak waktu luang rupanya akhir-akhir ini." Tanya lelaki yang datang itu.

"Tidak, sepertinya ada beberapa orang yang datang kesini dan melakukanya." Katanya.

"Kau terlalu penting untuk orang lain, sehingga tak punya waktu untuk dirimu sendiri, Vert." Katanya.

"Pulanglah, sementar lagi pagi. Bukanya kau harus tidur walaupun sementar." Katanya kemudian dan meninggalkan Vert dijembatan.

"Tunggu!" Lelaki yang dipanggil menoleh.

"Ini rahasia." Dia melemparkan sebuah liontin dan sebuah miniatur berbentuk pondok tepi sungai pada lelaki itu.

"Itu nyawaku, jadi tolong dijaga walaupun kau harus mati." Kata Vert.

"Tak ada yang takut dan mau menerima ancaman seperti itu. Aku tak percaya kau memberikan nyawamu padaku." Katanya.

"Aku juga tak percaya. Tapi, jangan beri tau siapa-siapa. Itu bisa menjaga dan membununmu sekaligus." Katanya.

"Baiklah. Kau bisa percaya padaku, Vert." Katanya dengan air mata yang nyaris menetes. Cahaya rembulan malam itu membuatnya berkilau seperti mutiara.

Vert adalah anak tak jelas dan tidak memiliki siapa-siapa. Tapi, dia hidup untuk siapa saja.

Dulu, saat gunung disebelah meletus seluruh penduduk desa mendadak hilang. Aliran lahar membuat tim evakuasi tidak bisa menuju desa tersebut untuk beberapa lama. Hanya Vert satu-satunya anak yang berhasil keluar.

"Terimakasih." Katanya singkat. Dia beranjak dan meninggalkan jembatan sebelum lelaki yang satu lagi bergerak. Dia mengikuti jalan setapak yang baru dibuat menerobos hutan belantara menuju pondok dipinggir sungai.

Suasana hutan begitu gelap, begitu juga pondok. Tapi, Vert bisa berjalan dengan baik, mengingat arah dan menuju pondoknya tanpa senter atau penerangan lainya. Dia juga tidak terpeleset, jatuh atau tersandung.

Terdengar detak dua kali sebelum pintu itu membuka. Dia menghidupkan lampu kecil dan menuju sebuah diary lama yang usang dan lusuh. Hampir setiap kembali, Vert selalu membolak balik buku itu. Membuka lembaran-lembaranya satu persatu.

Begitu juga kali ini, dia kembali membaca buku itu dan menangis. Dia bukan orang baik, dan tak ada alasan mengapa dia harus baik. Begitu yang dia pikirkan.

Tapi satu hal yang tak ingin dia lepaskan. Sebuah hal yang menurutnya menjadi alasan untuk hidup. Buku itu. Mereka pernah hidup. Dan mereka merupakan bagian terbaik dalam hidupnya.

Dia akan terus hidup untuk mengingat mereka. Hanya untuk menemukan mereka yang tak akan menelan kisah mereka dan menukarnya dengan nafsu manusia.

Berkali-kali Vert membaca buku itu, berkali-kali pula dia berusaha untuk tidak menetesnya dengan air mata. Dan berkali-kali pula dia berusaha untuk tidak memanggis. Vert, juga meresa benci pada dirinya sendiri setiap menambahkan ceritanya pada lembaran buku itu.

Sebenarnya, dia ingin ceritanya tak pernah ditulis. Tapi, tanpa cerita itu, mungkin semua cerita yang lain akan ditelan kegelapan.

Dia tidak ingin kebaikan mereka ketulusan mereka, kerja keras, dan semua yang mereka lakukan hilang. Cukup. Mereka telah tiada. Itu adalah penghapusan yang menyakitkan. Biar cerita itu mengiris hatinya setiap dia ingat. Itu tak terlalu sakit dari apa yang telah terjadi.

Vert menutup buku itu dan menuju tempat tidurnya. Dia berdoa semoga Tuhan mema'afkan semua kesalahannya hari ini.

1
miilieaa
haloo kak.. semangat berkarya 😊😊
Thara 717: Terimakasih.
total 1 replies
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Sudah jadi bagian hidupku. 🤗
Mưa buồn
Ceritanya menghibur sekali.
Sharon Dorantes Vivanco
Membacanya membuat aku merasa ikut terlibat dalam setiap adegannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!