Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 34
“Matio….matio…”
Suara wanita itu berbisik berulang, penuh penekanan seiring kuatnya tenaga tangan tak kasat mata yang mencekik leher Nadira. Keadaan semakin tak menguntungkan bagi gadis itu, meski usahanya menggerakkan tubuh mulai membuahkan hasil.
Nadira mulai menendang dan meronta, sungguh perlawanan yang sengit antara seorang gadis dan makhluk tak kasat mata. Gadis itu menyesal menutup kepala dengan selimut, membuat keadaan di dalam semakin sesak.
Lelah berusaha menyingkirkan tangan tak terlihat itu, Nadira mencoba menggapai tubuh ibunya. Namun, sayang ranjang di samping ternyata kosong. Entah kemana sekarang ibunya pergi. Setetes air mulai membasahi pipi, Nadira ketakutan. Berpikir inilah akhir dari hidupnya, ajalnya akan segera tiba, meregang nyawa di tangan setan.
“Nadira… Nadira, bangun!” Sebuah tangan yang Nadira yakini sebagai tangan sang ibu mengguncang pundaknya, dan saat itu juga Nadira tersadar. Ia lantas terbatuk-batuk sambil menyentuh lehernya yang memerah.
Sukma membuka selimut yang menutup kepala anak gadisnya, lantas membantu putrinya duduk bersandar di punggung ranjang.
“Kamu kenapa?” tanya Sukma panik.
Nadira menangis lantas menghambur dalam pelukan sang ibu, Sukma mengusap rambutnya perlahan, berusaha memberikan ketenangan pada putrinya sambil menunggu dengan sabar gadis itu memberikan jawaban atas pertanyaannya tadi.
“Sudah, tenang dulu ya. Sekarang jawab pertanyaan ibu, kamu kenapa Sayang?”
Nadira merasa heran akan sikap lemah lembut sang ibu yang terkesan dipaksakan, tapi ia memaklumi itu. Mungkin ibunya terlalu khawatir padanya, Nadira mengusap air mata dan menjelaskan apa yang baru saja terjadi.
“Ada yang cekik leher Nadira, Ibu,” adunya.
“Bagaimana maksudmu?” tanya Sukma tak mengerti.
“Ya dicekik Bu, seperti ini.” Nadira mulai memperagakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Begini.” Sukma turut memperagakan apa yang dicontohkan putrinya itu, meletakkan kedua tangannya di leher Nadira. “Begini maksudmu, Cantik? hihihihihi….”
Nadira tersentak kaget, pasalnya tangan Sukma mendadak menjadi lengket dan berbau, tangan itu mencekiknya kuat. Sementara itu wajah Sukma mendadak menghitam, muncul taring di sudut bibirnya, dan matanya berubah warna menjadi merah darah.
“Matio…Cah ayu…” ucap makhluk mengerikan itu. Suaranya terdengar serak dan lirih, namun mampu menggetarkan hati Nadira.
Nadira memukul dan menendang sosok mengerikan itu, tapi tangannya menembus sosoknya. Tak ingin mati konyol, tangan Nadira mulai bergerak ke atas nakas. Mencari-cari benda apa yang bisa digunakan sebagai senjata, minimal ia harus membuat suara untuk meminta bantuan nenek dan pak leknya.
Beruntung Nadira memiliki kebiasaan meletakkan gelas berisi air di atas nakas sebelum tidur, gadis itu meraih gelas dan melemparnya kuat ke arah dinding. Bunyi gelas pecah memenuhi ruangan, saat itu juga mata sosok mengerikan itu semakin melotot ke arahnya, seolah-olah biji matanya yang berwarna merah bisa saja keluar kapan saja.
Nadira terus membaca ayat kursi di dalam hati, dan ia beruntung karena saat pintu terbuka sosok itu lenyap menjadi asap yang membumbung tinggi di langit-langit kamar.
“Uhuk uhuk uhuk.. uhuk…” Tubuhnya terjatuh di atas tilam, dengan tangan terus menyentuh lehernya yang terluka. Nadira melihat ibu, nenek dan pak leknya masuk ke kamar dengan tergesa, mereka menjerit-jerit memanggil namanya. Tapi, kesadaran gadis itu pun menghilang, Nadira berada diambang batas kekuatannya sendiri, gadis itu jatuh pingsan.
Keesokan harinya, Nadira terbangun di kamar Sukma. Kali pertama saat membuka mata ia menemukan ibu, nenek, dan mbah Sani berada di sampingnya. Tiga wanita itu terlihat begitu mengkhawatirkannya.
“Nduk, kamu sudah bangun?” Mbah Sani menyambutnya dengan sebuah pertanyaan, sedangkan sang ibu menangis memeluknya.
“Maafkan Ibu Nadira, tak seharusnya ibu meninggalkanmu semalam.”
“I-ibu, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Nadira saat melihat pak lek masuk ke dalam kamar bersama kyai Usman.
“Jangan banyak bertanya dulu, ini kamu minum ya Nak.” Sukma menyerahkan segelas air yang diterimanya dari Wijaya, air itu adalah air doa dari kyai. Saat air mengaliri kerongkongannya yang terasa kering, rasa perih menjalar hingga Nadira sulit menelan.
Wijaya lantas membawa kursi plastik dan meletakkannya di samping Nadira, dan meminta kyai Usman duduk disana.
“Bagaimana keadaanmu Nduk? tanya Kyai.
“Alhamdulillah Kyai, selain leher yang masih sedikit sakit,” jawab Nadira menyentuh lehernya sendiri, ia tak sengaja menatap cermin dan melihat bekas cekikan berwarna merah di lehernya.
Kyai Usman mengangguk mengerti, menatap Nadira sebentar lantas kembali berkata, “istirahat saja dulu, jangan banyak melamun, sebelum tidur pastikan baca doa. Insya Allah semuanya bisa diselesaikan,” ucap beliau berbalik menatap nenek Ratih yang berada tepat di belakangnya. “Mbah Ratih, insya Allah nanti malam saya akan kembali, sekarang saya pamit dulu. Dan mbak Sukma, luka Nadira bisa dibelikan salep saja, biar cepat kering ya. Oh iya, untuk sementara jangan biarkan Nadira tidur sendiri, tapi ini juga berlaku untuk semua.”
“Baik Kyai,” jawab Sukma dan nenek Ratih hampir serentak, sementara itu Wijaya segera bersiap mengantar sang kyai kundur ke ndalem.
“Baik, kalau begitu saya pamit. Assalamualaikum," ucap Kyai Usman.
“Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.”
Nadira melihat kyai Usman keluar kamar, setelah itu ia beralih memandang ibunya lantas memeluk wanita itu erat, kali ini benar-benar ibunya tak seperti semalam. Rupa sosok mengerikan itu bahkan masih terekam jelas dalam ingatan, ia bergidik ngeri kala mengingat hal itu.
“Ibu, apa yang terjadi semalam? sebenarnya ibu kemana?”
“Dengarkan Nduk, pagar ghaib sudah rusak. Pak lek tadi menggali tanah dan tak menemukan apa-apa, sepertinya ada yang mengambil botol itu. Dan semalam, sebenarnya ibu mendengar nenek menjerit. Makanya ibu keluar kamar meninggalkanmu."
“Nenek? apa yang terjadi Nek?” Nadira beralih menatap neneknya yang terdiam disamping mbah Sani. Dua wanita sepuh itu saling merangkul seolah memberikan kekuatan.
“Sebenarnya semalam nenek ingin pergi ke toilet, awalnya semua masih normal hingga saat nenek mendengar suara air dari wastafel cuci piring di dapur,” ucap nenek Ratih.
Wanita itu menuturkan jika suara itu seperti seseorang sedang mencuci piring, sesekali terdengar dentingan sendok dan piring yang tak sengaja beradu. Selain itu suara anak kecil berlarian kesana kemari sambil bercanda dan tertawa. Nenek Ratih yang penasaran mencoba mengintip dari celah pintu toilet yang berlubang.
Namun, keadaan di luar sana sangat sepi. Bahkan suara-suara yang didengarnya mendadak lenyap. Tapi saat nenek Ratih hendak membuka pintu, ia terperanjat sebab mendengar suara gelas dan piring yang seolah sengaja dilempar ke lantai.
“Pada akhirnya karena takut nenek menjerit sekuat tenaga, dan yang pertama datang adalah pak lekmu, disusul ibumu kemudian,” kata nenek Ratih mengakhiri ceritanya.
Nadira merinding mendengar cerita ini, ternyata bukan cuma dirinya yang mendapat gangguan.
“Bukan cuma nenek yang diganggu Nduk, tapi pak lekmu juga mengaku mendengar suara orang memasak, dan saat dilihat juga tidak ada siapa-siapa,” timpal Sukma.
“Kalian semua nginep di rumahku aja yuk, aduh nggak sanggup aku dengarnya,” kata mbah Sani yang ketakutan.
“Kita lihat nanti malam saja San, kyai Usman bilang akan kembali. Semoga saja segera terpecahkan masalah ini.” Nenek Ratih memandang ke arah jendela, rumah kosong milik mendiang Memey terlihat jelas dari sana.
.
Tbc
Terima kasih buat para pembaca setia "Misteri Rumah Kosong". Alhamdulillah retensi di dua puluh bab pertama memenuhi standart penilaian. Pokoknya author sangat berterima kasih pada kalian, tanpa kalian tentu semua ini tidak akan terjadi.
Para pembaca yang mau membaca tepat waktu, alias tidak tabung bab. Tidak pelit like dan komen juga vote, cinta kalian banyak-banyak. ❤️💃
Kali ini, mohon bantuannya lagi sampai 40 bab kedepan ya. Agar retensi novel ini bisa kembali memenuhi standart editor Noveltoon. Mohon bantuan buat semuanya, dan terima kasih banyak. Semoga semua dalam lindungan Tuhan, dan semakin dilancarkan rizkinya ya. Amiiin. 🥰🙏