Aurora Clarissa adalah seorang gadis piatu yang dibesarkan di panti asuhan sejak ia masih bayi, dia tidak pernah tahu siapa orang tuanya.
Suatu hari ibu panti memaksa Aurora untuk menikah dengan salah satu putra donatur panti, bagi kebanyakan orang itu adalah sebuah keberuntungan bisa menikah dengan orang terpandang, tapi tidak dengan Aurora, pernikahan ini bagaikan neraka di hidupnya karena telah merenggut kebebasan dan masa mudanya.
Seperti apa kelanjutan dan perjalanan hidup Aurora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himeka15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
Sherly dan Chelsea berjalan menuju kantin, mereka mengambil minuman kaleng di kulkas letak di tengah. Mereka mendaratkan bokong di bangku panjang.
"Sih Anhar nyebelin banget," ujar Chelsea seraya membuka minumannya.
"Itu orang mana ngerti perasaan kita," timpal Sherly.
Chelsea menurunkan kaleng, "kira-kira Aurora kenapa enggak masuk!"
"Bisa aja sakit," lontar Sherly sambil mengetuk dagunya.
"Enggak mungkin. Aurora sakit biasanya kasih kabar, kira-kira itu anak kemana?"
Sebuah pemikiran terlintas di benak Sherly, "mungkin dia bolos, kenapa enggak kita telpon aja!" lontarnya memberi saran.
"Ih Sherly kenapa tidak bilang dari tadi!" seru Chelsea seraya merogoh sakunya menjangkau ponselnya.
"Chelsea enggak nanya," ucap Sherly polos.
Chelsea memutar bola matanya malas ia menekan kontak berjudul Bestod. Panggilan itu berdering untuk waktu yang lama, panggilan pertama tidak diangkat. Chelsea mengulangi panggilan dan tetap tidak diangkat.
"Ini panggilan ketiga jika Aurora gak angkat artinya dia tidak mau diganggu," ujar Sherly yang diangguki oleh Chelsea.
Chelsea menekan ikon panggilan sekali lagi dan langsung diangkat.
"Halo!" sapa suara seorang gadis dari seberang sana.
"Ra, kau dimana? Kenapa enggak masuk sekolah? Pasti kau bolos kan?" lontar berbagai pertanyaan dari Chelsea dan Sherly yang berhasil membuat Aurora menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Satu-satu kali aku enggak budek," balas Aurora kesal.
"Kenapa enggak masuk? Sekarang kau lagi dimana?" tanya Sherly.
Bisa mereka dengar Aurora menghela napasnya sepertinya kondisinya sedang tidak baik.
"Aku begitu malas masuk hari ini jadi, aku bolos." Aurora menjawab dengan terkekeh kecil.
Sherly dan Chelsea saling menatap satu sama lain, mereka sadar jika teman mereka sedang ada masalah.
"Are you okay?" tanya Chelsea.
"Aku baik. Santai aja aku matikan bye!" Aurora langsung mengakhiri panggilan secara sepihak.
Chelsea dan Sherly cuma bisa memandang sendu handphone di tangan Chelsea.
"Kayaknya dia lagi ada masalah," lontar Sherly parau.
"Seperti iya. Dia enggak pernah seperti ini sebelumnya," timpal Chelsea menghela nafas.
......................
Di sebrang sana terdapat seorang gadis menatap hampa pada telepon genggam di tangannya, ia menghela napas begitu panjang.
"Maaf Chelsea. Aku tidak bisa cerita padamu sekarang," ucap Aurora lirih.
Aurora sekarang berada pada warung bakso terletak di pinggir jalan, ia bisa berada di sini karena ini rute terakhir bus yang ia naiki tadi.
Pelayan meletakkan seporsi bakso mercon dan sepiring kerupuk pangsit.
"Minumnya apa?" tanya pelayan.
"Teh manis dingin aja," balas Aurora seraya mengambil saus.
Aurora menuangkan kecap, saus, dan sambal pada baksonya lalu ia menyantap begitu lahap, ia merasa begitu lapar karena ia belum ada makan sama sekali dari tadi pagi.
Selama makan ia juga mengedarkan penglihatannya mengamati sekitarnya dapat dilihat orang-orang berlalu-lalang terdapat sepasang kekasih yang naik motor dengan seragam sekolah.
Melihat sepasang kekasih tersebut membuat ia membayangkan bagaimana rasanya naik motor berduaan dengan Gideon.
Aurora menarik lebar sudut bibirnya menikmati khayalan namun, sayang sekali khayalannya harus buyar karena kedatangan pelayan mengantarkan minumannya.
Pelayan menatap heran ke arahnya sedangkan Aurora cuma bisa tersenyum cengengesan sambil mengusap tengkuknya.
Aurora ngapain kau melamun tadi pasti orang tadi anggap aku gila. Aurora menggerutu di hatinya seraya menusuk bakso dengan garpu lalu memakannya dalam satu kali suapan.
Aurora telah selesai makan dia langsung bayar baksonya tadi, ia pergi dari warung bakso tersebut. Dia berjalan saja tanpa tahu arah, ia merasa perjalanan kecilnya begitu menarik.
Aurora melihat ada pedagang yang menjual aksesoris di pinggir jalan memilih melihatnya terlebih dahulu. Aurora melihat aksesoris yang dipajang ia akui itu begitu unik dan indah. Dia mengambil jepit rambut, bando, gelang, dan kalung.
Aurora menyodorkan barang ia ambil tadi pada penjual terus dikembalikan lagi pada Aurora dengan terbungkus rapi. Ia membayarnya lalu melanjutkan jalan-jalan kecilnya.
Aurora merasa langit telah berubah orange memutuskan untuk kembali ke halte tempat ia turun tadi. Dia duduk menunggu bus bersama orang-orang yang bisa ia tebak habis pulang kerja.
Bus berhenti orang-orang berebut masuk begitu juga Aurora, ia berdiri seraya memandang ke luar jendela menampilkan pemandangan langit orange kekuning-kuningan sampai langit berubah warna menjadi gelap.
Aurora berhenti di halte dekat panti selanjutnya ia berjalan pulang, baru saja ia memasuki pekarangan dapat dia lihat Rani berdiri di depan pintu.
"Aurora, habis darimana saja! Ini sudah pukul 9 malam dan kau baru pulang, kau membuat ibu khawatir sana" Rani mengomelinya dengan membentak sedikit.
"Aku habis jalan-jalan," jawab Aurora seadanya.
"Kau sudah makan?" tanya Rani yang Aurora balas dengan anggukan.
Aurora terlihat ragu membuat Rani mengerutkan keningnya. "Apa ada yang mau dikatakan pada ibu?" tanyanya.
"Apa ibu sudah menghubungi tuan Zafar?" tanya Aurora balik.
Rani menggeleng, "belum. Ibu masih ragu menghubunginya," jawabnya.
"Kenapa?"
"Ibu pikir mungkin kau akan mengubah keputusanmu," jawab Rani nada rendah.
"Ibu, aku tidak pernah menarik kembali perkataanku jika aku bilang iya artinya aku setuju," papar Aurora tegas.
Aurora memilih masuk meninggalkan Rani seorang diri di luar, dia langsung menuju kamarnya enggak lupa ia kunci dari dalam.
Aurora meletakkan tas dan barang yang ia beli tadi di bawah meja belajarnya, dia membuka seragamnya lalu ganti dengan kaos dan celana pendek tanpa bersih-bersih sama sekali karena ia merasa lelah.
Aurora berbaring di atas kasur sambil memeluk guling, "selamat tidur Aurora!" ucapnya memejam mata.
...****************...
Pasangan Alexander sedang menikmati secangkir coklat panas di balkon yang ada di kamar mereka.
"Sudah lama kita tidak seperti ini," ujar Dila seraya tangannya menjangkau cookies.
"Maaf karena aku tidak ada waktu untukmu," ucap Zafar sambil mengecup punggung tangan istrinya.
Dila menggeleng pelan, "ini bukan salahmu saja, aku juga tidak ada waktu untukmu."
"Kita sama-sama sibuk semenjak Dion sadar dari koma," timpal Zafar dengan tatapan sendu.
Mereka berdua terdiam lalu larut dalam lamunan sampai harus buyar karena bunyi dering handphone milik Zafar.
Zafar menatap malas ponselnya dan tidak ada niat angkat sama sekali.
"Angkat saja mana tahu itu penting!" Seru Dila menegur suaminya.
Zafar mengambil ponsel lalu menggeser ikon menjawab panggilan.
"Halo!" sapa Zafar datar.
"Tuan ini aku Rani," balas seorang wanita paruh baya dari sebrang sana.
"Langsung saja Rani gerangan apa kau meneleponku malam-malam begini!" Lontar Zafar to the point.
"Tuan, Aurora setuju. Dia akan menikah dengan putra sulung-mu," jawab Rani dengan nada datar.
Zafar tersenyum puas, "keputusan yang sangat tepat," ucapnya memutuskan panggilan sepihak.
Zafar meletakkan ponselnya di atas meja dia menatap istrinya, "Dila bersiap-siaplah menantu kita akan datang."
Dila mengangkat gelasnya begitu juga dengan zafar.
"Cheers!" ucap mereka kompak.
Segi penokohan ya unik biasanya pemeran utama selalu digambarkan secara sempurna tanpa cela. Tapi di cerita ini setiap tokoh memiliki kekurangan masing-masing.