Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Slow Respon
"Permisi," ucap Leo setelah mengetuk pintu ruangan Mba Ara.
"Masuk," jawab Mba Ara.
Leo membuka pintu. Reca berjalan mendekat dan memeluk Leo. Mba Ara hanya tersenyum senang melihat sikap Reca. Raut bahagia jelas terlihat di wajah Mba Ara. Dengan wajah senang keduanya menghilang dari pandangan Mba Ara. Menyisakan Mba Ara yang berderai air mata.
Kapan aku bisa seperti mereka? Kapan aku bisa bahagia? Adakah laki-laki yang mau menikahiku?
Dering ponsel membuat Mba Ara terperanjat. Tangisannya semakin kencang saat mendapat kabar jika kondisi Pak Alam memburuk.
"Pah, bangun Pah. Ini Ara," ucap Mba Ara disela isak tangisnya.
Tak ada jawaban. Pak Alam masih belum sadarkan diri. Hal ini membuatnya panik. Hanya ada beberapa bodyguard yang berjaga di sana. Tidak ada pilihan lain, Mba Ara segera menghubungi Leo.
"Siapa, Mas?" tanya Reca.
"Mba Ara," jawab Leo.
"Mba Ara?" Reca mengernyitkan dahinya.
Leo mengangguk. Setelah mendapat izin dari Reca, Leo segera menjawab panggilan dari Mba Ara. Bukan hanya Leo, Reca juga terlihat panik saat Mba Ara menelepon dengan diiringi tangisan yang tersedu.
"Tapi maaf ya Mba, saya gak bisa ke sana. Mungkin nanti pagi sebelum ke kantor saya pasti ke rumah sakit dulu," ucap Leo.
Ada rasa bahagia saat Leo menolak permintaan Mba Ara untuk menemaninya di rumah sakit. Ia juga senang saat Mba Ara tidak memaksa Leo untuk pergi ke sana saat ini. Sebagai perempuan, Mba Ara juga paham penolakan Leo karena memang khawatir dengan kondisi Reca. Tidak mungkin Leo meninggalkan Reca sendirian di rumah. Untuk dibawa pun, rasanya tidak mungkin.
"Sayang, Mas izin cek email dulu ya. Tadi ada beberapa email yang belum sempat dibuka," ucap Leo.
"Iya, Mas." Reca mengangguk.
Melihat suaminya sibuk, Reca membuatkan teh hangat dan menyiapkan cemilan untuk menemani suaminya bekerja. Akhirnya Reca mampu melawan rasa malasnya. Semua berkat Mba Ara. Baru saja tadi siang Mba Ara mengingatkannya tentang pelayanan terhadap suami.
Memang harus diakui, selama hamil Reca sudah sangat jarang melayani kebutuhan suaminya. Tapi selama itu juga, Leo tidak pernah protes. Reca merasa semua baik-baik saja sampai akhirnya Mba Ara mengingatkannya. Memberikan beberapa kemungkinan terburuknya. Hal itu berhasil membuat motivasi baru untuk Reca.
"Buat Mas?" tanya Leo bingung saat Reca menyuguhkan teh hangat dan cemilan.
"Iya. Biar kerjanya makin semangat," jawab Reca.
Tidak hanya itu. Reca duduk di samping suaminya. Memeluk Leo dan menghisap ara tubuh Leo. Aroma yang khas. Tidak pernah berubah semenjak mereka menikah.
"Kenapa?" tanya Reca.
"Gak apa-apa sayang. Terima kasih ya," ucap Leo.
Leo terlihat bingung namun akhirnya bahagia dengan perubahan istrinya. Leo berpikir jika masa ngidam itu sudah selesai. Namun ternyata Leo dibuat terkejut dengan ucapan Reca bahwa hal ini terjadi karena motivasi Mba Ara. Sebegitu besarkah pengaruh Mba Ara pada istrinya?
"Sayang, sebentar ya! Dini telepon," ucap Reca.
"Iya," jawab Leo.
Reca menjawab panggilan dari sahabatnya, sedangkan Leo sibuk dengan pekerjaannya. Ia tidak mendengarkan percakapan istrinya dalam sambungan telepon. Ia hanya terkejut saat Reca memintanya untuk pergi ke rumah sakit.
"Mas gak bisa ninggalin kamu sendirian. Besok pagi aja Mas ke rumah sakit," ucap Leo.
"Mas ke rumah sakit aja. Kasihan Mba Ara sendirian. Pak Alam juga keadaannya semakin parah. Masa tega sih Mas," ucap Reca.
"Mas lebih khawatir sama kamu sayang. Pak Alam masih punya Mba Ara. Tapi Mas? Mas cuma punya kamu satu-satunya," jawab Leo.
"Ih gombal," ucap Reca.
"Serius sayang," ucap Leo.
Reca terus membujuk Leo untuk pergi ke rumah sakit. Ternyata setelah Leo bersikukuh untuk tetap di rumah, akhirnya Reca jujur. Malam ini Dini butuh teman untuk bercerita. Ia ingin menginap di rumah Reca karena Resi sedang tidak ada.
"Oh jadi kamu lebih milih teman kamu?" tanya Leo.
"Bukan gitu, Mas. Aku tuh sebenernya kasian sama Pak Alam. Tapi aku juga gak mau sendirian di rumah. Nah kebetulan Dini juga butuh aku. Jadi aku bisa nemenin Dini, Mas juga bisa nemenin Pak Alam. Gimana?" ucap Leo.
Leo menggeleng. Ia tidak bisa meninggalkan Reca dalam keadaan hamil. Namun ia juga bingung jika Dini benar-benar menginap di rumahnya. Dini pasti sungkan untuk bercerita. Ia juga hanya akan jadi nyamuk saat Dini di rumahnya.
"Iya, iya. Mas ke rumah sakit kalau Dini udah ke sini," ucap Leo.
Leo harus memastikan Dini benar-benar menginap di rumahnya. Setidaknya Leo tahu Reca tidak sendirian di rumah malam ini. Hal yang membuatnya khawatir.
"Ca," panggil Dini.
Pintu rumah Reca sudah di buka. Leo juga sudah siap pergi. Tak lama setelah Dini datang, Leo segera pergi. Bukan karena terburu-buru tapi Leo tidak nyaman karena Dini datang ke rumahnya menggunakan pakaian mini.
"Hati-hati ya Mas," ucap Reca.
Leo hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Sebuah kecupan singkat dan mengusap perutnya kemudian berlalu.
"Mas Leo jangan khawatir. Reca sama aku kok," ucap Dini.
Leo yang mengabaikan kedatangan Dini akhirnya tersenyum dan menitipkan istrinya pada Dini. Saat Reca melambaikan tangan, Dini juga melakukan hal yang sama.
"Ca, gini kali ya kalau mamaku jadi dimadu." Dini bergidik.
Reca menatap Dini sembari ikut bergidik.
"Ih amit-amit," ucap Reca.
Leo memperhatikan keduanya dari spion. Ia kesal saat Reca tidak langsung masuk ke dalam rumah. Dengan cepat, Leo menghubungi ponselnya. Tidak ada jawaban bahkan sampai panggilan ketiga. Hampir saja Leo putar balik, karena khawatir. Beruntung Reca segera menghubunginya.
"Kamu dari mana? Cepat masuk. Kunci pintunya," ucap Leo.
"Iya Mas. Ini juga udah masuk. Pintu udah dikunci. Tadi aku bikinin teh dulu buat Dini. Jadi gak pegang HP," ucap Reca.
Setelah memastikan Reca aman, Leo kembali melanjutkan perjalanannya. Sesekali ia melihat ponselnya. Sudah jam sepuluh. Jalanan masih cukup ramai, tapi hatinya sedikit sepi. Reca tidak ada di sampingnya malam ini.
Tidak terasa mobil sudah ada di parkiran rumah sakit. Ia mengambil tas laptopnya kemudian menuju ruangan Pak Alam. Sebelum masuk, ia bertemu dengan beberapa perawat yang baru keluar dari ruangan Pak Alam. Leo bertanya tentang keadaan Pak Alam saat ini. Kondisinya memang semakin memburuk.
Mendengar suara obrolan dari luar, Mba Ara berjalan perlahan. Memastikan siapa yang ada di luar ruangan ayahnya. Dengan perasaan campur aduk, Mba Ara segera menghambur memeluk Leo. Perawat yang berada di sana pun segera pamit. Meninggalkan Mba Ara yang menangis di pelukan Leo. Sementara Leo masih mematung tanpa suara.
"Terima kasih kamu udah ke sini. Aku bingung harus gimana. Aku takut," ucap Mba Ara.
Leo tidak bisa melepas pelukan Mba Ara. Ia takut Mba Ara tersinggung. Akhirnya ia hanya berdeham. Berharap Mba Ara mengerti maksudnya. Tapi ternyata, nihil. Mba Ara terus menangis di pelukan Leo.
Tuhan, bagaimana ini? Sayang maafin Mas ya. Mas gak salah. Mas gak selingkuh. Sumpah.
"Leo, kamu kok gak ngomong-ngomong sih?" tanya Mba Ara.
Setelah puas menangis dalam pelukan Leo, Mba Ara sedikit merasa tenang. Setidaknya ia bisa meluapkan rasa sesak dalam dadanya. Walaupun Leo tidak meresponnya sama sekali.
"Iya, Mba. Saya paham bagaimana perasaan Mba saat ini. Hanya saja saya yakin Pak Alam akan segera sembuh. Dia sosok pemimpin yang kuat," ucap Leo setelah beberapa saat.
"Kamu kenapa sih? Kayak orang cacingan. Slow respon. Ditanya kapan jawabnya kapan," ucap Mba Ara kesal.
Mba Ara tidak tahu jika sikapnya saat memeluk Leo yang dianggap sebagai sebuah kewajaran, namun tidak bagi Leo. Menurutnya itu hal yang sangat tidak wajar. Hal yang tidak lumrah dalam hidupnya. Sangat tidak pantas bagi dirinya yang berstatus sebagai seorang suami dan calon ayah.
maaf ya
semangat