NovelToon NovelToon
Hati Yang Kau Sakiti

Hati Yang Kau Sakiti

Status: sedang berlangsung
Genre:Janda / Wanita Karir / Persahabatan
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hawa zaza

Apa pun itu, perihal patah hati selalu menjadi bagian kehidupan yang paling rumit untuk diselesaikan.

Tentang kehilangan yang sulit menemukan pengganti, tentang perasaan yang masih tertinggal pada tubuh seseorang yang sudah lama beranjak, tentang berusaha mengumpulkan rasa percaya yang sudah hancur berkeping-keping, tentang bertahan dari rindu-rindu yang menyerang setiap malam, serta tentang berjuang menemukan keikhlasan yang paling dalam.

Kamu akan tetap kebasahan bila kamu tak menghindar dari derasnya hujan dan mencari tempat berteduh. Kamu akan tetap kedinginan bila kamu tak berpindah dari bawah langit malam dan menghangatkan diri di dekat perapian. Demikian pun luka, kamu akan tetap merasa kesakitan bila kamu tak pernah meneteskan obat dan membalutnya perlahan.

Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu penawar, tapi raciklah penawarmu sendiri, Jangan menunggu orang lain datang membawakanmu kebahagiaan, tapi jemputlah kebahagiaanmu sendiri.

Kamu tak boleh terpuruk selamanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11

Di dalam hening, Laras berusaha untuk menyibukkan diri dengan menulis setiap keluhan hatinya di laptop usang miliknya. Air mata yang tak ingin dia keluarkan tetap merengek keluar dan membasahi wajahnya yang nampak letih.

"Kalau saja aku punya uang yang cukup, tak ingin terus bertahan dengan keadaan seperti ini. Aku adalah seorang istri, tapi sama sekali tidak tau bagaimana rasanya menjadi seorang istri yang seharusnya. Anakku punya ayah, namun nasibnya seperti anak yatim. Tuhan ampuni perasaan ini, ampuni pikiran ini. Sungguh aku lelah dan ingin menyerah dari keadaan ini." Lirih Laras sambil jemarinya mengetik pasti di atas keyboard dengan dada terasa sesak dan air mata yang tak berhenti mengalir.

"Di dunia ini, aku sudah tidak memiliki apapun, hanya ada tubuh ini yang harus di paksa tetap kuat dan sehat, agar tetap mampu menjadi penopang untuk segala lara putriku yang selalu di hina dan di pandang sebelah mata oleh semua orang. Aku benar benar sendirian, tak punya saudara, keluarga yang bisa aku jadikan tempat sekedar mencurahkan keluh kesah. Semua seolah menutup mata, dan satupun tak ada yang perduli dengan apapun yang terjadi padaku juga anakku. Mampukan aku melewati semua ini dengan ikhlas, Tuhan. Sungguh, semua ini sangat berat dan sulit untuk kulalui seorang diri, namun aku juga tidak punya hak apalagi kekuatan untuk melawan takdir yang sudah KAU gariskan." Laras terus mencurahkan isi hati dan kepalanya, hanya itulah satu satunya cara melepaskan segala sesak di dadanya.

Dalam larutnya Laras mencurahkan perasaannya, tiba tiba ponselnya berdering. Nama Rani terpampang di layar datar miliknya, Laras tak punya niat untuk mengangkat telpon dari saudara sepupunya, karena sudah tau apa yang akan di bicarakan Rani nantinya, tentunya tak lepas dari uang dan rumah yang kini Laras tempati. Sudah dua kali panggilan tak terjawab, namun Rani masih belum juga menyerah, dia terus melakukan panggilan telepon ke nomor milik Laras.

"Sepertinya si Laras sengaja tidak menjawab telpon dari ku, kurang ajar dia, sudah mulai berani melawan." Sungut Rani dengan wajah memerah. Kedua anaknya Rangga dan Ayu ikut berkomentar mendengar ibunya menggerutu.

"Ada apa, Bu. Apa mbak Laras tidak lagi menganggap ibu dan mau mengelak dari tanggung jawabnya mengganti uang tanah yang dia tempati?" Tanya Ayu dengan mata menyipit.

"Lebih baik usir saja mereka semua, karena sepertinya mereka tidak ada yang mau diajak kompromi. Aku butuh modal untuk buka usaha bengkel, sedangkan ibu juga butuh uang untuk membayar hutang di bank. Kita datangi saja mereka, minta kejelasan. Kalau tidak ada yang mau mengganti uang tanah, usir saja. Kita sudah tidak punya waktu lagi, Bu." Rangga ikut bersuara dan seolah mendesak ibunya untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tidak untuk di lakukan. Rani mendesah, menarik nafas dalam-dalam dan menatap lekat wajah kedua anak kesayangannya.

"Ngusir mereka itu gak mudah, Ga. Ibu sedikit gak tega, bagaimanapun mereka itu saudaranya utimu. Mereka masih keluarga kita, kayaknya ibu gak akan sanggup kalau bersikap kasar dengan terang terangan begitu.

"Terus, apa ibu akan terus diam saja, sampai kapan, Bu? Kita juga butuh uang segera, mau rumah ini di sita sama bank karena gak bisa bayar tunggakan. Dan juga, kita harus bisa beli mobil lagi, malu lah kalau kemana mana kita cuma pinjam mobilnya om Agus." Kembali, Rangga mengutarakan isi kepalanya dan terus membujuk ibunya untuk segera melakukan tindakan pada keluarga dari saudara neneknya.

"Kalau begitu, hari minggu tolong kamu antar kan ibu ke sana. Sepertinya memang ibu harus bertindak tegas." Sahut Rani yang terpengaruh dengan ucapan putranya. Ayu dan Rangga saling melempar pandangan, tersenyum sumringah membayangkan uang yang nanti akan di dapat.

"Siap, Bu. Apa kita pinjam mobilnya om Agus atau ibu aku bonceng naik motor saja?" Tanya Rangga dengan semangat.

"Naik motor saja, tapi naik motornya bapakmu. Ibu gak mau kamu bonceng naik motor mu yang gede itu, sakit pinggang nanti ibu." Sahut Rani dengan kening di lipat, Rangga terkekeh mendengar jawaban ibunya.

"Yasudah, Rangga mau keluar dulu. Besok harus balik lagi ke Surabaya karena ada acara sama teman teman klub motor." Sambung Rangga yang berdiri dan meninggalkan kamar ibunya dengan wajah bahagia.

"Ibu yakin mau melakukan apa yang Rangga katakan?" Ayu kembali bertanya untuk meyakinkan apa yang tadi dia dengar dari mulut ibunya.

"Bagaimana lagi, kita juga butuh uang. Jangan sampai rumah ini di sita, nanti mau tinggal dimana kita kalau rumah ini sampai di sita oleh bank? Harusnya bapakmu yang memikirkan ini semua, tapi dia tidak mau tau, padahal sertifikat rumah ini dia yang gunakan untuk meminjam uang di bank buat berobat nenekmu yang penyakitan itu." Keluh Rani dengan pikiran menerawang, hatinya sebenarnya enggan jika harus berhadapan dengan keluarga ibunya. Tapi, kejaran hutang di bank membuatnya tidak punya pilihan lain lagi. Harta warisan dari orang tuanya sudah habis dia jual semuanya. Mulai dari sawah, tegalan, rumah besar lantai dua, juga beberapa kendaraan. Semua sudah tidak ada sisanya, dan hanya rumah waris yang sebenarnya bukan haknya yang kini di tempati oleh adik adik ibunya dan kebetulan petok D nya tertulis nama ibunya sebagai pemilik. Membuat Rani berani melangkah sejauh itu, meskipun semua menentang dan susah mengatakan kebenaran akan tanah waris itu. Rani tak mau perduli dan tetap bersikap mass bodoh dan merasa dialah yang berhak atas tanah itu.

"Tapi Bu, apa rumah yang ditempati mbak Laras juga ibu minta?" Sambung Ayu yang entah kenapa merasa tak tega sama perempuan yang dulu merawatnya. Saat masih remaja, Laras tinggal satu rumah dengan Rani dan anak anaknya. Karena Laras memang di minta sama budenya yaitu ibunya Rani untuk tinggal bersamanya. Laras di sekolahkan, tapi Laras tau diri, Laras selalu membantu mengerjakan semua pekerjaan rumah dan juga ngemong anak anaknya Rani yang waktu itu masih kecil kecil.

"Sepertinya iya, karena kita juga butuh uang banyak. Bayangkan saja, buat nutup hutang di bank saja kita butuh hampir enam puluh juta. Belum lagi Rangga minta modal untuk buka bengkel, dan kamu juga butuh tambah modal untuk renovasi usaha suamimu. Uang dari mana, kalau bukan dari rumah yang di kampung nenekmu." Lirih Rani dengan pikiran berkecamuk, Ayu hanya diam dengan pikiran pikiran yang masih ragu antara mendukung dan menolak.

"Tapi, untuk mbak Laras sebaiknya beri keringanan, Bu. Kasihan, mbak Laras hidupnya susah dan berjuang sendirian merawat anaknya yang sering sakit sakitan. Apalagi suaminya tidak bener begitu, miskin tapi berani nikah lagi. Aku cuma kasihan saja sama mbak Laras, kalau untuk yang lainnya terserah ibu. Lagian mereka juga sombong dan gak menghargai kita ini keluarga." Sambung Ayu yang mengutamakan pemikirannya. Masih ada rasa ingin membalas budi akan kebaikan Laras selama ini. Dulu, Laras begitu telaten merawat dan menjaga ayu juga dua adiknya yang masih kecil kecil. Dan bahkan Laras juga rela mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian. Rani menatap lekat anak perempuannya, dengan dahi di lipat Rani mengangguk lemah. Ayu tersenyum dan meraih jemari ibunya untuk digenggam.

1
neng ade
dihh .. dasar ga tau malu .. si Dewi hamil sm si Roy yg udah kabur eh malah mau jerat si Wawan buat nikahan Dewi yg perut nya udah kelihatan lagi hamil .. apa. benar si Wawan sebodoh itu
neng ade
menyesal ?? udah pasti itu .. tapi sayang nya semua udah terlambat
neng ade
bener2 manusia ga tau diri.. !
neng ade
diihh.. dasar ga tau malu .. masih aja mau memanfaatkan Laras ..
neng ade
lagi satu masalah besar akan muncul . Dewi hamil Roy kabur
neng ade
eh ga. nyangka. ya si Munaroh itu jadi pemuas nafsu teman2 nya si Bimo .. jangan2 keputihan yang di alami nya itu suatu penyakit .
neng ade
ya liat aja Bim.. karma buruk mu itu udah datang menghampiri mu .. bukan nya sadar diri tapi masih aja menghina Laras
neng ade
haha .. Bimo .. Bimo yang cuma mau ngincar uang nya Laras tuh kamu .. jangan ngomong sembarangan karena kamu blm tau siapa tuh calon suami nya Laras ..
neng ade
Iya bener tuh kata bule Tini jngn mimpi klo Laras mau balik an lagi ..
diihh .. khayalan nya terlalu tinggi pake segala ingin ibu nya tinggal disitu .. hadeuuhh .. dasar ga tau malu .. semoga aja Laras bisa melindungi diri nya dan Luna ..
neng ade
Itu si Bimo yg datang .. dasar udah putus urat malu nya .. ah .. kirain Laras udh nikah sm mas Dana ternyata baru mau lamaran besok .. semoga lancar acara nya
neng ade
dasar keluarga ga tau malu .. emang nya Laras mau balik an lagi.. dia udah menikah dan jadi juragan kos .. jngn halus km Bimo
neng ade
Udah keras ikan iblis tuh si Bimo
neng ade
Ga nyangka ya keluarga Bimo kelakuan nya sangat buruk
neng ade
mau mau mas Dana .. ayo gas poll .. 😁😍
Lusia Ani Hermawati
lanjutkan tor
neng ade
si lis mah udah ke enakan di melanin sm si Bimo bukan nya usaha cari kerja sendiri .. maka nya jadi orang tuh jngn sombong selalu menghina Laras miskin dan ga bisa kerja .. akhir nya km juga ga bisa kerja dan bakalan jadi miskin
neng ade
bagaimana pun keadaan anak nya seorang ibu selalu melimpahkan kasih sayang nya dan menerima semua nya dngn hati yang lapang karena anak adalah pelita bagi ibu nya
neng ade
yah memang begitulah sikap nya si Bimo .. baru nyadar ya ..
neng ade
kamu memang orang baik rezeki mu juga lancar dan tak disangka sangka datang nya hingga Allah pertemukan dngn orang baik juga yaitu mas Wardhana . semoga km berjodoh dngn nya
neng ade
Ya walaupun saudara kadang mereka tak mau peduli karena keadaan kita yg kekurangan dan enggan membantu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!