Seorang pria buta terpaksa dipaksa menikahi pengasuhnya sendiri atas paksaan kedua orang tuanya.
Sejak kecelakaan yang mengakibatkan kebutaan membuatnya sama sekali menjadi pria yang tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tunangannya pun membatalkan pernikahan mereka yang akan terlaksana tiga bulan lagi.
Hal tersebut tidak hanya mengecewakannya tetapi juga kedua orang tuanya. Hingga pada suatu saat, papa dan mamanya sepakat menikahkannya dengan seorang gadis yang selama ini mengurusnya hampir setahun sejak ia buta. Ada sedikit paksaan, gadis itu terpaksa menerima tawaran tersebut.
Suatu ketika perusahaan mengalami goncangan dan hal itu mengakibatkan kerugian sehingga perushaan hampir bangkrut. Melihat hal itu, secara diam-diam, istrinya merencanakan hal lain untuk suaminya dengan mengorbankan kedua matanya agar suaminya bisa melihat kembali dan bisa mengatasi masalah perusahaan.
Bagaimana kelanjutannya? ikuti terus Novel ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permata Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke kantor berdua
Walaupun terpaksa dari pihak Joi, namun akhirnya pernikahan itu terjadi juga secara tertutup atas permintaan gadis itu. Tentu saja Harvey juga sangat senang karena tujuannya menikah bukan karena menginginkan gadis itu tapi sebagai ajang balas dendam.
Joi pun menginginkan sesuatu secara pribadi sehingga dia meminta dengan sangat kepada kedua orang tua Harvey juga sang daddy untuk tidak memberitahukan identitasnya kepada sang suami.
Cukup Harvey mengenalnya sebagai seorang perawat yang bekerja untuknya.
****
acara telah selesai dan benar-benar tidak ada acara apapun. setelah pernikahan itu berlangsung, keluarga mereka menyewa sebuah restoran untuk dinner bersama sebagai ucapan syukur mereka dan setelah itu mereka bubar.
Malam hari sebagai sepasang suami-istri mereka harus ada dalam satu kamar.
"Jangan bangga jika aku menikahimu untuk menjadi nyonya dalam rumah ini" ucap Harvey dingin.
Deg
"Aku tahu" jawabnya santai.
"Mulai esok, Aku akan kembali bekerja di kantor" ucap Harvey lagi.
"Hubungannya sama aku?" tanya Joi tidak paham.
"Kamu adalah pelayan dan otomatis kamu harus ikut" ucap pria itu membuat Joi memutar bola matanya malas.
"Lalu kuliahku gimana?" tanya Joi.
"Bukan urusanku, kamu bekerja padaku dan menerima uang keluargaku dan sekarang kamu masih bertanya?" ucap Harvey.
Joi merasa emosi tapi sebisa mungkin menahan emosinya. Dalam pikiran ia akan mulai membagi waktunya dan kemungkinan ia akan memilih untuk kuliah online agar kuliahnya tidak dikorbankan.
"Baiklah" jawabnya penuh penekanan.
Saatnya mereka akan tidur dan Harvey kembali mengingatkan.
"Jangan pernah berpikir bahwa aku mau seranjang dengan gadis sepertimu" ucapnya membuat Joi memilih tidur di sofa. Awalnya ia sudah tahu jika hal ini akan terjadi.
Pagi-pqgi sekali gadis itu sudah bangun dan mulai menyiapkan kebutuhan suaminya mulai dari pakaian kantor dan atribut-atributnya hingga air hangat untuk pria itu mandi.
Setelah semuanya beres, ia menuntun sang suami masuk ke kamar mandi dan tak lupa menutup pintu kamar mandi lalu menuju ke lantai dasar untuk menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi ma" ucap Joi saat melihat sang mertua tengah sibuk dengan alat dapur di ruang masak.
"Selamat pagi sayang, sudah bangun?" tanya sang mertua tersenyum ke arah gadis itu.
"Iya ma, Harvey sedang mandi jadi Joi mau buatkan sarapan untuknya" ucapnya sambil mengambil apa yang dia butuhkan.
"Loh, kenapa dia mandi sepagi ini sayang" tanya sang mertua.
"Katanya ia mau mulai bekerja hari ini di kantor" ucap Joi menjelaskan.
"Kalian baru menikah, sebaiknya kalian menikmati saja waktu berdua" ucap mama Ellen.
"Mungkin dia pengen menikmati suasana kantor ma, sudah setahun lebih dia terkurung" ucap Joi berusaha bijak.
"Tapi nanti dia hanya menyusahkan Liem saja di kantor" ucap Mama Ellen.
"Aku akan ikut bersamanya ma" ucap Joi membuat sang mertua senang. Akhirnya putranya mau membawa istrinya ke kantor.
"Oh mama bisa tenang jika kamu ikut. Tapi bagaimana dengan kuliahmu sayang?" tanya mama Ellen lagi.
"Nanti aku sesuaikan ma" ucapnya tenang walaupun ia belum mendapat jalan keluarnya.
"Baiklah." keduanya terus mengobrol sambil membuat sarapan. Para Art hanya melakukan pekerjaan lain selain membuat sarapan.
"Oke sayang, kamu juga harus mandi. Sepertinya Harvey sudah selesai." ucap wanita paruh baya itu setelah keduanya selesai menata makanan di atas meja makan.
Joi melangkah kembali menapaki anak tangga menuju ke kamar Harvey sedangkan sang mertua juga kembali ke kamarnya untuk membangunkan sang suami.
"Pa, ayo bangun. Harvey sudah siap mau ke kantor" ucap sang istri sambil mengguncang tubuh sang suami.
"Hah? kenapa begitu?" tanya papa Matthew yang baru bangun dan langsung terkejut dengan pernyataan sang istri.
"Mana mama tahu? menantu kita yang memberitahukan kepada mama saat menyiapkan sarapan tadi" jelas mama.
"Bagaimana kalau Valen tahu dia sudah kembali?" tanya sang suami.
"Papa jangan kawatir, bagaimanapun putra kita sudah sah menjadi seorang suami" ucap mama Ellen penuh percaya diri.
"Tapi mama lihat kan? dia belum benar-benar mencintai istrinya dan Joi pun sama, bagaimana kalau rumah tangga mereka berantakan?" ucap papa Matthew kawatir. Usahanya menjadikan Joi sebagai menantu sudah terwujud dan ia tidak mau nantinya semua berantakan hanya karena fondasi rumah tangga yang belum begitu kokoh.
"Ihhh papa jangan doa yang tidak tidak dong. Mendapatkan Joi saja satu keberuntungan besar untuk Harvey. Pokoknya papa Harus menempatkan orang untuk menjaga mereka berdua" ucap mama tegas.
"Oke papa juga cepat mandi dan kita sarapan bersama karena Harvey dan istrinya akan ke kantor" ucap mama sambil beranjak dari ranjang untuk menyiapkan perlengkapan suaminya sebelum ke kamar mandi.
"Joi ikut?" tanya sang suami.
"Ya iyalah, putramu yang menginginkan itu" ucap mama membuat papa merasa lega. Setidaknya dengan adanya Joi di dekat suaminya maka semuanya bisa mengurangi rasa kawatirnya.
*****
Joi melihat sang suami yang sedang menata rambutnya memilih untuk masuk ke kamar mandi namun sebelum masuk, ia melihat suaminya kesusahan menggapai sepatu yang dia tidak tahu simpannya di mana.
Dengan tenang, Joi melangkah ke arrahnya dan mengambil sepatu tersebut dan mentimpannya tepat di depan sang suami.
Harvey mendengus tidak suka. Walaupun sudah dibantu tapi tidak ada kata Terima kasih darinya. Pikirnya, itu sudah tugasnya apalagi dia yang mengakibatkannya menjadi buta seperti sekarang.
"Tunggulah aku mandi dulu dan setelah itu kita akan sarapan" ucap Joi yang akhirnya masuk ke kamar mandi. Setelah dua puluh menit kemudian, ia kembali keluar dengan sudah berpakaian bebas. Ia memilih pakai celana jins dan kaos putih dipadukan dengan jaket berwarna hitam.
Dengan santai ia duduk di depan meja rias dan mulaii berdandan seadanya.
"Ayo" anaknya sambil membawa tas kerja sang suami.
Keduanya melangkah menuruni anak tangga dengan Joi yang tetap sabar terhadap suaminya. Selama ini ia tidak ambil pusing dengan ucapan kasar pria itu yang selalu merendahkan dia tapi sejak kemarin setelah dia resmi menjadi istri, rupanya ia menjadi orang yang sensitif. Mudah sakit hati mendengar setiap ucapan pria itu.
Mereka tiba di meja makan dan dengan telaten Joi melayani sang suami. Seperti biasa ia setia menyuapi sang suami dari sejak dia masih belum berstatus sebagai istri.
"Mama senang melihat kalian seperti ini. Tetap langgeng ya kalian?" ucap sang mama dengan suara bergetar. Bukan karena ubah dengan keadaan sang putra namun bersyukur karena masih ada gadis dari kalangan atas seperti Joi yang rela menikah dengan pria cacat yang bahkan sering berkata kasar kepadanya.
Joi hanya tersenyum menanggapi sang mertua.
Mungkin aku harus berjuang mempertahankan pernikahan ini dengan cara membuka hati untuknya. Seperti pesan daddy, ia hannya ingin aku menikah sekali seumur hidup dan juga mertuaku yang mendoakan hubungan kami abadi. Batin Joi bertekad untuk mencintai dan membuat suaminya juga mencintainya.
Bersambung
Joi cinta boleh, bodoh jangan. Kalau mmg dia ga cinta lepaskan saja