Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Memang Jodoh
“Serius lo udah enakan?”
Ola hanya mengangguk. Jam istirahat, mereka berada di ruang loker, yang juga digunakan untuk istirahat. Ada beberapa sofa dan meja kursi. Malas untuk keluar meski sekedar beli makan, ia memilih berbaring.
Sudah hampir dua minggu semenjak insiden mendadak pingsan dan dinyatakan hamil, Ola tidak pernah pulang larut atau lembur. Kebetulan majikannya sedang di luar kota, ia diizinkan pulang lebih awal dengan alasan kurang sehat.
“Makan dululah, badan lo makin kurus deh.”
“Masa sih?” tanya Ola heran sambil beranjak duduk.
“Ehm, tapi bemper depan sama belakang kelihatan makin berbentuk. Apa karena lagi hamil ya,” bisik Maya karena di ruangan itu bukan hanya ada mereka berdua.
“Tau ah.” Ola mengeluarkan juice dari kantong plastik.
Maya makan siang di luar sekalian membeli titipan darinya. Hanya juice dan roti tawar. Perutnya belum bisa menerima makanan berat apalagi dengan aroma dan rasa yang pekat, sudah pasti langsung mual.
Buah pun tidak semua jenis, yang agak asam dan mengandung banyak air baru bisa bertahan lebih lama dan tidak membuatnya ingin munt4h. Maya meringis menyaksikan sahabatnya hanya menikmati makanan itu.
“Gimana mau cepat sehat, makanannya kayak gitu. Eh, kalau nanti sore kita makan seafood, dekat kosan lo. Mau ya, gue yang traktir,” ajak Maya. Ola sangat menyukai makanan jenis itu meski jarang mereka pilih sebagai menu karena harganya tidak ramah di kantong. Apalagi suka lupa daratan dengan memesan banyak menu.
“Ogah, ngebayanginnya aja gue udah eneg.”
“Lah, bukannya lo seneng makan seafood.”
“Sekarang nggak, udah ah nggak usah ngomongin makanan malah mual. Sayang nih roti sama juice yang sudah masuk ke perut.” Ola menunjuk juice cup yang sudah tinggal setengah dan bungkus roti tawar yang baru dimakan dua lembar.
“Kalau proses hamil kayak begini, gue sih ogah. Nikmat dunia menikmati berbagai kuliner harus hilang karena ngidam,” keluh Maya lalu bergidik.
“Lo udah beres?” tanya Ola.
“Udah, tapi nggak mungkin balik. Mendadak dapat telpon dari Bos dan gue nggak ada, bisa jadi masalah. Lo pulang?”
“Nggak, mau tiduran dulu. Nanti agak sorean ke unit, nanti malam tante Gladys pulang. Dia minta salad buat makan malam.”
Maya berpindah ke sofa di mana Ola duduk. “Terus gimana urusan lo sama Prabu?”
Ola mengedikkan bahu.
“Ola, singkirkan ego deh. Jangan nggak jelas begini, mending temui bos gue. Bicara baik-baik, dia harus tahu kalau lo hamil dan cari jalan keluar terbaik.”
Nasihat Maya ada benarnya. Bukan berarti Ola diam saja, dia pun selalu memikirkan masalah itu damenjadi beban pikirannya.
“Jalan keluarnya apa?”
“Ya minta Prabu tanggung jawab, emang lo mau hamil nggak ada laki. Bisa dipecat dari sini, juga dikeluarkan dari kartu keluarga sama bapak lo yang galak itu,” tutur Maya. Lagi-lagi ada benarnya. “Eh, jangan bilang lo mau buang ini janin?” kali ini Maya bicara dengan nada agak tinggi.
“Berisik, nanti didengar orang.” Ola memukul pelan lengan Maya.
“Gemes gue, lo nggak jelas gini. Harus segera bertindak, makin lama perut lo makin besar. Hamil itu nggak bisa dirahasiakan La.”
“Iya, paham. Tapi, May. Kalau Pak Prabu malah tawarin uang lagi, gimana?”
“Kita panggil bapak sama saudara lo sekampung, beri dia pelajaran. Enak aja, udah ngerusak orang sampe hamil terus nggak mau tanggung jawab.”
“Ssttt, jangan berisik.” Ola dan Maya menjadi perhatian dari beberapa rekan kerja yang ada di ruangan itu, meski tidak mendengar dengan jelas perdebatan mereka.
“Tenang aja, nanti gue atur biar lo bisa ketemu Prabu. Gue temenin deh. Tapi kapan ya, kayaknya dia nggak ada pulang-pulang.”
“Dia nggak tinggal di situ lagi?” tanya Ola. Kalau Prabu tidak tinggal di sana, kemana harus mencari. Tidak mengenal jelas pria itu termasuk pekerjaan dan keluarganya.
“Masih, kayaknya masih. Anehnya, setiap gue datang, nggak ada yang berubah. Nggak ada alat makan yang kotor, bahkan gelas dan botol air mineral pun nggak ada. Pakaian juga nggak ada yang harus gue bawa ke laundry.”
“Dia nggak kabur ‘kan May?”
“Nggaklah, kabur kenapa? Mungkin lagi dinas di luar kota atau punya tempat tinggal lain,” jawab Maya asal.
Mendadak pikiran Ola menduga kalau Prabu pulang ke keluarganya, bisa jadi pria itu sudah menikah bahkan juga punya anak. Pria dewasa dan pekerjaannya terlihat menjanjikan, rasanya tidak mungkin kalau Prabu belum berkeluarga. Pasti banyak wanita yang mau jadi pendampingnya.
Kalau itu benar, artinya dia akan menjadi orang ketiga. Perusak rumah tangga orang atau pelakor. Terbayang ia dilabrak oleh istri Prabu bahkan rambutnya dijambak, gegas Ola menggeleng pelan membuyarkan pikiran yang menurutnya mengerikan.
“Eh, kenapa?” tanya Maya menepuk paha Ola membuatnya tersadar dari lamunan.
“Mungkin dia pulang ke istrinya.”
“Siapa yang pulang ke istrinya?” tanya Maya heran, merasa obrolan mereka seputar Prabu dan kehamilan Ola.
“Iya Pak Prabu, bos kamu. Memang kita bicarakan siapa,” keluh Ola. Ia menunduk dengan wajah sendu.
“Nikah juga belum, istri siapa yang mau didatengin. Ngaco ih.”
“Bisa jadi dia memang udah ada istri, tapi lo nggak tahu.”
“Belum Ola, belum. Waktu pertama ditugaskan di unit itu, Pak Johan menjelaskan status dia, jomblo akut sama kayak lo.”
“Mana kita tahu, bisa saja istri dan anaknya tinggal di luar kota atau baru menikah. Makanya dia malah tawarkan uang ke gue, alih-alih tanggung jawab.” Ola semakin yakin dengan pendapatnya, sangat masuk akal.
“Nggak, gue nggak yakin dia udah nikah. Menurut gue kalian itu berjodoh, kejadian malam itu jalan untuk mempertemukan dan menyatukan cinta kalian.” Maya sampai menjentikan jari karena begitu yakin dengan pendapatnya. “Apalagi sekarang lo hamil, bayi ini akan jadi tali kasih kalian berdua.”
“Kebanyakan nonton drama.” Ola menunjuk dahi Maya dan mendorong pelan. “Pindah sana, mau rebahan.”
Maya pun berpindah duduk, membiarkan Ola untuk berbaring.
“Oh iya, gue baru ingat. Mas Denis security di lobby, lo ingat ‘kan?”
Ola hanya berdeham menjawab pertanyaan Maya, matanya sudah terpejam berusaha untuk tidur. Lumayan dua atau tiga jam sebelum kembali ke unit tempatnya bertugas.
“Tadi pagi papasan di basement, dia nanyain lo,” ujar Maya. Merasa diabaikan, Maya memukul kaki Ola. “Jangan pura-pura tidur.”
“Aduh, Maya!”
“Si tenis nanyain lo, katanya kirim pesan jarang dibalas. Kayaknya dia beneran suka deh.”
“Tapi gue nggak, kalau direspon sama aja kasih harapan. Mending gue cuek aja, lagian kondisi begini ya kali gue harus jadian sama dia,” tutur Ola lalu kembali memejamkan mata.
“Iya juga sih.”
“Buat lo aja,” titah Ola.
“Dih, ogah. Gue cari yang mirip Lee Min Ho, meleset dikit ya sebelas dua belas sama Ice Panuwat.”
“Mimpi terus. Gue sumpahin lo berjodoh sama asisten Pak Prabu,” ejek Ola.
“Iya, tapi lo nikah sama Prabu.”
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk