NovelToon NovelToon
Pesona Istri Titipan

Pesona Istri Titipan

Status: tamat
Genre:Tamat / Hamil di luar nikah / Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:379.7k
Nilai: 4.8
Nama Author: Wiji

"Shaka! Nimas sedang hamil anakku. Tolong nikahi dia, jaga dia seperti kau jaga orang yang kau cintai. Ada darahku yang mengalir di janin yang sedang di kandung. Terima kasih."

Itu adalah amanah terakhir dari Bryan, Kakak dari Shaka. Sejak saat itu Shaka benar-benar menjalankan amanah dari sang Kakak meskipun ia sendiri sudah memiliki kekasih yang ia pacari selama dua tahun.

Tidak mudah bagi Shaka saat sedang menjalani apa yang sudah di amanahkan oleh Bryan. Berbagai tentangan dari sang kekasih dan juga kedua orang tuanya tak bisa ia hindari.

Mampukah Shaka menjalani bahtera rumah tangga dengan wanita yang bahkan belum ia kenal? Sampai kapan Shaka kuat menjalankan amanah yang di limpahkan padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Sentuhan Fisik

Nimas meneguk teh manis hangat itu hingga separuh cup, rasanya sangat mengenakkan badan ketika meminum sesuatu yang hangat-hangat di cuaca dingin seperti ini. Perutnya seketika nyaman dan kedinginanya juga sedikit berkurang.

Shaka kembali ke dalam rumah dengan tas Nimas di tangan kanannya. Serta sepasang pakaian yang Ia sampirkan di lengan kirinya. Jika Nimas boleh menebak, baju yang tersampir itu adalah baju milik pria itu.

"Ganti baju dulu gih, kamar mandinya ada di dekat dapur." Shaka meletakkan tas tenteng itu di sofa dekat Nimas. setelah itu ia melangkahkan kakinya ke lantai dua untuk mengganti pakaian juga, rasanya sudah sangat tidak nyaman memakai pakaian basah kuyup seperti ini.

Mereka kembali duduk di ruang tamu setelah pergantian pakaian itu selesai. Nampak canggung dan kikuk sangat kentara mendominasi mereka berdua. Sebenarnya Shaka sedikit kesal dengan apa yang sudah dilakukan oleh Nimas. Namun dengan sekuat tenaga dan juga berusaha dengan keras untuk tidak menunjukkan kekesalannya. Ia tidak mau membuatnya semakin merasa bersalah. Shaka harus belajar memahami bahwa Nimas pasti juga tidak ingin merepotkan dirinya dan keluarga, namun cara menunjukkannya saja yang salah.

Dalam keheningan itu, kedua bola mata Shaka tidak sengaja menangkap pergelangan tangan Nimas yang memar. Rupanya cengkraman yang dilakukan oleh pria tadi meninggalkan bekas kamerahan di pergelangan tangan gadis itu.

Shaka kembali meninggalkan Nimas di ruang tamu tanpa pamit. Ia bermaksud ingin mengambil kotak obat yang berada di mobilnya, mengambil satu salep dan kembali berjalan ke dalam rumah.

"Sini tangannya!" pinta Shaka menengadahkan tangannya.

"Mau apa?"

"Itu tangannya memar, diobatin dulu biar nggak terasa sakitnya. Itu pasti ngilu, kan?"

Nimas masih diam tak bergerak, ia nampak ragu jika melakukan apa yang diminta Saka.

Merasa tidak mau menunggu terlalu lama. Shaka mengambil pergelangan tangan Nimas dengan paksa, gadis itu memang tidak akan bergerak jika bukan Shaka yang memaksa.

Perilaku yang ditunjukkan oleh Shaka semakin membuat Nimas tidak enak hati. Ia merasa tidak tahu diri dengan kebaikan Shaka dan juga perhatian yang ia tunjukkan. Bukannya berterima kasih, ia malah merepotkan pria itu.

"Terima kasih." Nimas menarik tangannya dari pangkuan Shaka karena pengobatan itu sudah selesai.

"Mau sampai kapan kamu terima kasih terus? Berterima kasihlah dengan cara yang benar, Nimas. Bukan hanya dengan ucapan."

Jujur saja ucapan sederhana itu membuat Nimas sedikit tercubit hatinya.

"Maaf, aku sudah merepotkan."

"Nimas, aku ini bingung harus menjelaskan kamu pakai bahasa apa, pakai cara apa. Aku sudah pernah bilang, kan kalau kamu adalah tanggung jawabku. Kak Bryan menitipkan kamu ke aku. Coba bayangkan kalau aku tadi nggak ketemu sama kamu. Apakah dengan begitu kamu akan merasa senang? Kamu akan lega? Tapi kamu menambah beban baru buat aku. Kamu mau melakukan itu? Kamu mau membuat aku hidup dalam rasa bersalah sepanjang hidupku?"

Shaka tidak bermaksud menyalahkan Nimas, tapi sedikit memberikan ketegasan pada gadis itu ia rasa perlu, agar Nimas tidak bertindak seceroboh yang ia lakukan tadi.

"Shaka, bukankah hal yang wajar kalau aku berpikir bahwa aku ini hanya beban kalian. Apalagi kamu menanggung apa yang seharusnya tidak kamu tanggung. Rasanya sangat sulit bagiku menerima semua ini."

"Wajar, kamu berpikir seperti itu sangat wajar malah. Tapi apakah dengan melarikan diri kamu berpikir semuanya akan selesai. Semua itu nggak selesai di situ Nimas, justru kamu menambah beban aku, nambah beban baru buat aku. Coba pikirkan kalau tindakan yang kamu lakukan tadi malah membuat janin kamu kenapa-napa. Coba pikirkan, Nimas. Apakah itu melegakan untukmu? Apakah kamu berpikir aku tidak merasa berdosa? Kak Bryan sudah menitipkan kamu di aku. dia sudah mempercayai aku untuk menjaga kamu. Kamu mau merusak itu semua, Nimas?"

Penuturan yang dalam dari Shaka membuat kedua bola mata Nimas berkaca-kaca. Ia bingung hendak bicara apa. ia merasa berada di posisi yang serba salah. Bertahan di sini menjadi beban, melarikan diri dari sini pun akan menambah beban. Lalu apa yang harus ia lakukan?

Shaka sadar Nimas hampir menangis karena ucapannya. Ia menjadi kembali merasa bersalah karena merasa ucapannya itu terlalu menyakitkan untuk gadis itu. Shaka menggeser duduknya agar lebih dekat dengan gadis malang itu.

"Aku nggak bermaksud untuk nyakitin kamu. Aku minta maaf, ya kalau kata-kata aku membuat kamu sedih. Aku nggak ada bermaksud untuk menyalahkan kamu, nggak Nimas. Aku hanya menyayangkan sikap kamu yang seperti ini. Kalau kamu memang merasa kamu menjadi beban, ringankanlah bebanku. Hanya dengan satu cara, Nimas. Nurut sama aku, lakukan apa yang aku katakan padamu, itu sudah sangat membantuku."

Mendengar penuturan dari Shaka membuat Nimas tidak bisa menyembunyikan tangisnya, ia justru semakin terisak.

Shaka yang memiliki hati lembut merasa iba melihat tangis Nimas. Ia berusaha menenangkan dengan cara memberikan sentuhan di pundak gadis itu.

"Sabar. Aku yakin kamu bisa melewati ini kok. Jadikan aku teman kalau kamu keberatan menjadikan aku suami kamu."

Nimas semakin menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangan mendengar penuturan lembut dari Shaka. Tangisnya semakin pecah karena hati Shaka yang begitu tulus padanya.

"Nimas jangan membuatku semakin merasa bersalah karena kamu terus menangis seperti ini. Kemarilah, aku pinjamkan pundak untukmu."

Shaka dengan ragu dan perlahan menyentuh kepala Nimas dan membawanya ke dalam dada bidangnya. Biarlah Nimas berpikir ia lancang, saat ini yang terpenting adalah meringankan beban yang ditanggung oleh gadis itu. Ia tahu, Nimas butuh pundak untuk meletakkan sedikit isi kepalanya.

"Menangislah sepuasnya, tapi setelah itu berjanjilah padaku untuk tidak menangis lagi."

Entah berapa lama Nimas meletakkan kepalanya di dada bidang Shaka. Ia membiarkan dirinya sendiri menangis hingga puas. Setelah merasa puas dengan lelehan air matanya itu, Nimas bangkit dan mengelap pipinya yang sudah basah kuyup.

"Aku minta maaf. Aku nggak bermaksud untuk menyalahkan kamu, tapi aku nggak mau kamu melakukan ini lagi."

"Jangan minta maaf, aku yang seharusnya minta maaf. Aku tidak berpikir panjang dengan apa yang aku lakukan."

"Iya, yang penting jangan diulangi lagi, ya. Aku nggak mau kalau aku kehilangan kenang-kenangan yang ditinggalkan Kak Bryan."

"Kenang-kenangan?" tanya Nimas mengerutkan keningnya menjadi beberapa lipatan.

"Itu, yang ada di perut kamu. Itu adalah kenang-kenangan terakhir dari Kak Bryan untuk keluarganya. Jadi kamu bertanggung jawab untuk menjaganya sampai dia lahir."

Ucapan dari Shaka membuatnya Nimas tertawa kecil.

"Ya udah kamu makan dulu, gih. Tadi kata dokter, kamu bisa makan buah banyak-banyak kalau kamu nggak bisa makan apapun. Nanti malam akan aku bawa kamu ke dokter kandungan. Aku harus melihat keadaan keponakanku di dalam sana. Oh, ya ngomong-ngomong kamu tinggal di kos, kan selama ini, ya?Rumah kamu mana?"

"Rumahku ada di kampung, aku merantau ke sini untuk membantu kedua orang tuaku menyekolahkan adikku. Tapi sekolahnya belum selesai aku malah mengalami kecelakaan," jawab Nimas menundukkan kepala.

"Nggak apa-apa, nanti aku bantu untuk menyelesaikan. Besok aku nggak bisa ke sini dulu, ya. aku harus mengurus pernikahan kita, kan? Lebih cepat lebih baik."

Ada sakit hati yang dirasa oleh Shaka saat menyebutkan kata pernikahan dengan seseorang yang bukan ia cintai. Namun, ia sudah mengikhlaskan apa yang sudah terjadi pada dirinya, memang hanya itu yang bisa ia lakukan.

1
Ratih Hermansyah
part ini mengandung bawang/Sob/sedih jg jadi bryan
Ahmad Nashrullah
aneh,,,,,berzina,,,,meninggalkan aib n anak tak bernadab ke dirinya mo metong malah meninggalkan wasiat g genah,,,,,anehhhh
Yani Mulyani
Biasa
Ogi Ngatama
baik
Marlina Pardede
p
Erlinda
nimas ini super super goblo..hadeeeh sorry Thor aq stop sampai disini
Erlinda
yg aq ga ngerti kenapa author nya selalu menciptakan sosok wanita bodoh dan lemah disiksa dan dilecehkan jujur aq yg sudah ratusan membaca novel online ini baru 7 novel yg luar biasa karakter cewek nya.ga lebay ga bodoh .ini seperti sinetron ku menangis deh
Erlinda
ya Allah dasar mertua iblis semoga kau mati ditabrak mobil sampai hancur berkeping keping..
Erlinda
si nimas ini kenapa sih kok keras kepala banget ga nurut kata suami .lama lama benci jg aq dgn sikap nimas yg bodoh bin tolol ini
Erlinda
hei pak Malik itu adalah calon cucumu darah daging Bryan ..jadi orang kok seperti ga punya hati..ntar klo cucumu udah lahir dan besar jgn kau akui dia cucumu .seperti kebanyakan novel
Sri Sunarti
,lanjut
Dafila Nurul
bagus ceritanya tp banyak typo nya.
ayu irfan
Bu Marisa tega, pdhal ke cucu sendiri lo😢
ayu irfan
Shaka, kamu langka.
Susi Andriani
cintanya saka bikin aku baper😃😃😃
Susi Andriani
semangat mas saka💪💪💪
Susi Andriani
owalah ibu ibu jadi ibu itu ya mbok jangan jahat
Susi Andriani
mau aja aku mencekik ibunya saka
fifid dwi ariani
trus ceria
fifid dwi ariani
trus sehar
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!