Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Ucapan selamat
Khanza memutar bola mata malas, itulah mengapa dia tak ingin mengangkat telpon dari Nic. Jika hari libur dia tiba-tiba menelpon sudah pasti ada maunya.
"Tidak bisakah aku menolak?" Tanya Khanza mencoba peruntungannya.
"Tidak!" Jawab Nic seketika.
"Pegawai mu bukan hanya aku saja kan? Mengapa semuanya harus selalu aku yang mengerjakan?" Protes Khanza, bukan apa-apa jika saja bukan masalah Cherry Khanza akan dengan senang hati mengerjakannya, tapi ini masalah ini benar-benar membuatnya kehilangan mood rasanya.
"Karena hanya kamu orang yang aku percaya, setelah diriku sendiri." Dengan mudahnya Nic mengatakan itu tanpa dia tahu arti kata-katanya di hati Khanza.
Hah, Khanza menghela napas pasrah. Dia kembali ke kamar untuk mengganti pakaian dan mengambil tas Selempang nya, lantas kembali keluar.
"Ayo." Ujar Khanza tak Ingin basa-basi lagi. Nic lekas berjalan mengekor di belakang Khanza.
"Za, kamu gendutan ya?" Tanya Nic, yang seketika mendapat pelototan tajam dari Khanza.
"Aku cuma tanya," Nic berujar sembari mengalihkan pandang ke arah lain, "lagi pula bokongmu terlihat lebih berisi." Ucapnya tanpa dosa.
"Nic!" Geram Khanza kesal, "kalau sekali lagi kamu ngomong yang aneh-aneh aku balik nih!" Ancam Khanza.
"Maaf-maaf," Nic mengkerut takut.
"Kamu yang bawa mobil, aku malas nyetir." Khanza masuk lebih dulu dan duduk di kursi penumpang.
"Oke!" Jawab Nic dengan semangat. Nic melajukan mobilnya dengan santai.
"Kamu sudah punya rencana?" Tanya Khanza.
"Ada, makanya aku ngajak kamu," ujarnya, "tapi aku ingin kamu yang mengaturnya agar lebih sempurna." Ucapnya penuh semangat.
Khanza mengalihkan pandangannya dengan malas, dia menatap kosong keluar jendela.
'Aku hanya ingin ketenangan sehari saja, tapi tetap saja tidak bisa.'
Mobil menepi di sebuah tempat terbuka, pasir putih menghampar sepanjang beberapa meter, pohon-pohon rindang berjajar di tepian, nampaknya itu sengaja di tanam di sana. Tembok setinggi betis orang dewasa sengaja di pasang di sekitar untuk menambah kesan rapi di tempat ini.
"Disini!" Ujar Nic.
"Aku ingi mengadakan Dinner romantis, berlatar alam sekitar, dan suara ombak sebagai musik. Dan akan ada kembang api di sana!" Tunjuk Nic ke udara.
"Oke." Jawab Khanza tampak tak bersemangat.
"Ayolah, kau saudariku tunjukan sedikit dukunganmu, biasanya kau yang selalu menyuruhku dan memberikan ku ide-ide untuk mendekati Cherry." Keluhnya karena melihat wajah Khanza yang nampak tak senang.
'Apa sikapku terlalu kentara?' batin Khanza.
"Aku hanya kesal karena kamu mengambil hari liburku," Khanza mematutkan wajahnya sembari melirik Nic dari sudut matanya.
'Apa dia percaya?'
"Aku akan memberikan kompensasi, nanti kau boleh minta apa pun dariku."
"Oke, setuju! Tapi kau harus janji apa pun yang aku minta kau tidak boleh menolak!"
"Baik! Aku janji!" Nic mengacungkan Dua jarinya ke udara, tanda dia bersungguh-sungguh akan ucapannya.
Khanza pun mulai mengatur dan menata dekorasi di tempat itu serta makanan yang akan di hidangkan di sana.
Malam pun tiba, sesuai rencana Nic akan membawa Cherry ke tempat tersebut.
Khanza memerhatikan Nic dan juga Cherry yang tengah berbincang sembari makan malam bersama. Mereka nampak bahagia, sesekali Cherry nampak tersipu entah apa yang Nic ucapakan padanya, karena jarak Khanza dan mereka lumayan jauh.
'Aku harus pergi menenangkan diri,' gumam Khanza dalam hati, perasaannya saat ini tak bisa di ungkapkan hanya dengan kata-kata, sakit, kecewa atau bahagia? Khanza sendiri bahkan tak mampu menyimpulkannya, satu hal yang ingin Ia lakukan saat ini, pergi sejauh mungkin, menghindar dari keadaan. Terpaku pada perasaan yang tumbuh di hatinya hanya akan membuatnya semakin hancur.
Khanza berjalan di bibir pantai dengan kaki telanjang, air laut yang menyapu lembut ke telapak kakinya terasa dingin, sedingin hatinya saat ini. Cahaya bulan yang mengintip dari balik awan, nampak temaram. Lampu-lampu pijar terpasang di setiap sudut tempat itu, membawa sedikit cahaya. Khanza menatap riak air laut yang membawa ombak, tatapannya kosong, namun suasana di tempat ini cukup menenangkan.
"Hay!" Lagi-lagi suara yang Khanza kenali.
'Darius lagi?' Khanza menatap keheranan, mengapa akhir-akhir ini mereka selalu saja tak sengaja bertemu. Apa mungkin Darius membuntutinya?
"Kenapa kamu disini?" Khanza melempar pandang penuh selidik.
"Ini tempat umum, mengapa aku tidak boleh berada di sini?" Darius membalas pertanyaan dengan pertanyaan pula.
"Tidak, hanya saja mengapa kebetulan itu datang setiap saat. Seolah di sengaja," sindir Khanza.
"Haha, kau pikir aku membuntuti mu Khanza, apa kau pikir aku tidak punya kerjaan lain?" Darius terkekeh pelan, "aku datang dengan keponakanku, dia disana." Tunjuk Darius pada sekelompok gadis yang tengah mengerubuti stand pedagang berwarna merah muda.
"Oh, maaf. Aku sudah salah faham." Khanza tak enak hati.
"Tidak masalah, jika aku jadi kau, aku juga pasti berpikir hal yang sama." Ujarnya seraya duduk di samping Khanza.
"Duduk di pasir pantai malam-malam, tanpa alas kaki dan jaket tebal. Apa kamu tidak takut masuk angin?" Darius melepas jaketnya dan mengenakannya pada Khanza.
"Eeh, kau sendiri bagaimana?" Khanza sempat menolak, namun Darius tetap memaksa memakaikannya.
"Aku seorang Pria, aku terlahir dengan tubuh yang kuat, bahkan aku sudah mulai olah raga saat aku berada dalam kandungan Ibu ku." Ujarnya, membuat Khanza seketika tertawa.
"Kau pandai membuat lelucon, olah raga apa yang kau lakukan dalam perut Ibumu?" Khanza masih belum bisa menghentikan tawanya.
"Seperti Push up! Sepak bola dan tarik tambang," Darius ikut tertawa merasa lucu dengan candaannya.
Haha, "kau gila!" Ujar Khanza masih dengan tawa ringan di bibirnya.
"Ada kalanya menjadi sedikit gila itu menyenangkan."
Khanza tersenyum, "benar juga, perasaanku sedikit ringan."
"Baguslah, mulai sekarang kau bisa mencari ku kalau kau sedang sedih. Kita akan menjadi gila untuk sesaat, membuat lelucon atau hanya sekedar bertukar pikiran."
"Tapi, kemana aku harus mencarimu?"
"Mana ponselmu?" Darius mengulurkan tangan dan Khanza pun meyerahkan ponselnya masih dalam keadaan bingung.
Darius kembali menyerahkan ponsel Khanza, "sudah. Kau bisa menghubungiku kapan pun dan dimana pun."
Khanza menatap layar ponselnya, di sana tertera sebuah nama, Si Tampan. Khanza melempar pandang aneh pada Darius, yang hanya di balas dengan cengengesan.
"Kalau keberatan ganti saja."
"Tidak papa, biarkan saja," Khanza kembali mengantongi ponselnya, membuat Darius sedikit heran namun dia juga merasa senang.
Semburat warna-warni menguar di udara disertai suara debuman yang keras. Duar... Duar...Duar!! Suaranya terus berulang-ulang memecah keheningan.
Cahaya kembang api tersebut menghiasi langit malam. Indah, namun dibalik itu menyimpulkan jika Nicholas telah berhasil dengan rencananya.
"Wah, siapa yang menyalakan kembang api sebanyak ini?" Ujar Darius menatap kagum ke udara.
"Selamat." Gumam Khanza pelan yang terlihat hanya gerak mulutnya saja.