Wanita mana yang sanggup hidup menjanda saat baru dua hari menikah? Di tinggalkan suami tercinta untuk selama-lamanya, membuat kehidupan Khaira Arandhita, gadis yang biasa dipanggil Aira, menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Ia harus menikah dengan adik iparnya sendiri karena wasiat dari mendiang suaminya.
"Jangan pernah berharap Aku akan menyentuhmu, karena Aku sudah mencintai wanita lain, pernikahan ini ku anggap hanya sebuah kesepakatan, bukan ikatan." ucap Martin kepada Aira di saat malam pengantin mereka.
Martin Nugroho, mantan adik ipar yang kini menjadi suami Aira, yang sudah memiliki kekasih yang di pacarinya sejak dua tahun, Martin memaksa tetap akan menikahi pacarnya meskipun dirinya sudah menikah dengan istri dari kakaknya.
Akankah kehidupan rumah tangga Aira berjalan mulus? Mampukah Aira meluluhkan hati suaminya?
Ikuti kisah romantis mereka ❤️❤️
Novel pertama author yang bertema religi, mohon dukungannya ya 😊🥰❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LichaLika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku minta maaf
"Ya Allah Mas Martin! Kamu tuh kalau ngomong di filter dulu dong! Memangnya Aku mau ngapain kamu? Ada-ada saja nih orang!" Aira beranjak berdiri dan pergi meninggalkan Martin yang sedang menutupi dadanya itu. Martin melihat Aira pergi dan sejenak pria itu tersenyum. Ia melihat kancing kemejanya yang belum dipasangkan, sejenak Martin meraba dadanya yang sudah diberi minyak angin oleh istrinya. Pria itu menaikkan ujung bibirnya dan berkata, "Hmm seru juga godain dia!"
Setelah hampir seharian Aira dan Martin berada di panti, kini waktunya mereka untuk berpamitan pulang, adik-adik panti Aira terlihat sedih saat Aira berpamitan kepada mereka.
"Kak Aira pulang dulu, ya! Kalian baik-baik ya disini, nggak boleh ada yang nakal! Kalian dengar?"
"Iya Kak!" jawab semuanya kompak. Aira tersenyum mendengar kekompakan mereka, hingga akhirnya seorang adik panti Aira mengucapkan sesuatu kepada Ibra.
"Om Martin, tolong! Jagain Kak Aira ya! Dia kakak kami yang paling baik, jangan sakiti Kak Aira, karena Kak Aira tidak pernah menyakiti orang lain, kami yakin Om Martin pasti bisa membahagiakan Kak Aira dan semoga saja Kak Aira segera hamil dan kami bisa bermain dengan adik Kak Aira dan Om Martin!"
ucapan anak itu sontak membuat Martin garuk-garuk tengkuknya, sedangkan Aira terlihat cengar-cengir mendengarnya. Kemudian Bu Fatimah pun ikut menambahkan suatu kata. "Anak-anak benar, Aira! Kehadiran seorang anak itu adalah anugerah, Ibu berharap kalian berdua segera memiliki momongan, Ibu pasti selalu mendoakan semoga kamu segera diberi kepercayaan oleh sang Kuasa untuk menimang bayi!" ucap Bu Fatimah kepada keduanya.
"Bayi? Hmm bayi! Untuk memikirkan nya saja aku sudah pusing, apalagi sampai bayi itu ada di dalam kandunganku." ucapnya lirih, tak terasa jika Martin tiba-tiba mendengarnya.
"Jangan khawatir! Aku tidak akan membuatmu hamil. Tapi, kalau kamu memaksa menggodaku, ya maapin aja mungkin Aku khilaf!" Aira tampak menyengir melihat ekspresi percaya diri dari suaminya. Setelah itu keduanya pun berangkat untuk pulang kembali ke rumah.
Aira melambaikan tangan kepada Bu Fatimah dan adik-adik pantinya, setelah mobil menjauh dari panti asuhan itu, ada kesedihan yang sedikit terlihat pada wajah Aira. Martin menengok ke arah istrinya seraya berkata, "Apa yang kamu pikirkan?" Aira menatap balik wajah Sang suami saat pria itu sedang menyetir.
"Hmm ... Aku? Tidak, tidak ada. Terima kasih Mas sudah mau mengantarkanku ke Panti!" jawabnya sembari tersenyum. Martin menatap wajah Aira yang menurutnya biasa saja, tapi tidak bosan untuk dipandang, seperti ada sesuatu yang menarik Martin untuk selalu memandanginya.
Waktu itu bertepatan dengan senja yang mulai menghiasi langit berawan itu, tampaklah Mega berwarna oranye yang begitu indah.
"Kita berhenti dulu di Masjid, Mas! Kita sholat Magrib dulu!"
"Hmm!" Martin segera melajukan mobilnya ke sebuah Mesjid di kota itu. Mereka berhenti untuk melaksanakan sholat Maghrib, Martin dan Aira menuju ke tempat masing-masing. Setelah beberapa menit, Martin dan Aira Sholat berjamaah di Mesjid itu, mereka kemudian kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan.
Malam yang mulai gelap, membuat suasana kota semakin indah, perjalanan mereka yang masih sekitar dua jam, membuat Aira sedikit kelelahan. Ia pun tertidur sembari menyandarkan kepalanya pada jok mobil, Martin melihat Aira yang sedang memejamkan matanya, sejenak Ia tersenyum melihat wajah polos istrinya. Martin pun terus melanjutkan perjalanan menuju kota tempatnya tinggal.
Hingga tiba-tiba kepala Aira menyender pada pundak Martin, Aira sungguh terlihat begitu pulas tidur di bahu Suaminya. Martin melihat Aira yang sedang tidur bersandar pada bahunya, Ia pun tersenyum. Tak ayal Martin pun menyentuh pipi Aira dan membelainya sekilas. Aira yang sedang memejamkan mata, membuat wajah polosnya menarik Martin untuk menyentuhnya.
Karena merasa ada sesuatu yang menyentuh wajahnya, Aira perlahan membuka kedua matanya, alangkah terkejutnya saat ia melihat tangan Martin yang sedang membelai pipinya. Sontak Ia pun segera menjauh dari posisi duduk Martin dan berkata, "Apa yang kamu lakukan, Mas? Kamu pasti cari-cari kesempatan iya, kan?" ucap Aira sembari membenarkan posisi duduknya.
"Siapa juga yang cari-cari kesempatan, kamu sendiri yang mendekati Aku, bukannya terima kasih malah marah-marah nggak jelas, dasar perempuan!" balas Martin.
"Itu tadi! Kamu pegang-pegang pipiku, apa itu kalau bukan cari-cari kesempatan, hmm?" Aira menatap wajah Martin yang sedang menyetir.
"Memangnya ngga boleh Aku menyentuh pipimu, nggak masalah kan Aku menyentuh kamu, bukan hanya pipi doang, bahkan hidung, mulut, bibir, kepala, leher, pundak, tangan, kaki, semuanya Aku berhak menyentuhnya, bukan begitu?" Martin mengerem laju mobilnya dan menatap wajah Aira dengan serius.
Aira mengerjabkan matanya dan terdiam, apa yang dikatakan oleh suaminya memang benar, Martin berhak melakukan apa saja terhadap dirinya.
"Iya ... kamu memang berhak menyentuh semua yang ada dalam diriku, tapi tidak semudah itu kamu bisa mendapatkan semua yang ada dalam diriku, hatimu masih milik wanita lain, Aku tidak akan memberikan sesuatu yang paling berharga sekalipun untuk suamiku, jika suamiku masih memikirkan wanita lain." Aira menatap dua manik mata pria itu. Kemudian Ia memalingkan wajahnya dan menatap kearah depan.
Martin menghela nafasnya dan melajukan kembali mobilnya, mereka pun kembali saling diam dan tidak bicara sepatah katapun setelah Aira mengatakan hal itu kepada Martin.
Aira melihat ke arah jendela mobil, sejenak bayangan mendiang Panji melintas dalam pikirannya, tiga bulan lebih Panji meninggal dunia, meskipun perlahan Aira mencoba melupakannya. Namun, kadang-kadang bayangan itu tiba-tiba melintas di kala Aira sedang bersedih.
"Mas Panji! Maafkan Aku, Aku memang sudah memenuhi wasiat mu untuk menikah dengan Adikmu. Tapi, untuk hal itu Aku belum bisa memenuhinya, terlebih Adikmu masih mencintai wanita lain, berdosa kah Aku, Mas?"
Dalam perjalanan itu, tiba-tiba ponsel Martin berdering, Martin mengambilnya dari saku jasnya dan Ia mendapati Lita yang sedang menghubunginya.
"Lita!"
Sejenak Martin menoleh ke arah istrinya yang tengah memperhatikannya, Martin yang melihat itu mendadak Ia me-reject telepon dari Lita dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Kok nggak di terima, Mas! Siapa tahu ada yang penting!" seru Aira.
"Emm ... bukan siapa-siapa, tidak penting!" jawabnya dengan wajah yang gugup. Aira pun mengangguk dan kembali menatap lurus ke depan. Tak berselang lama ponsel itu berdering lagi, Martin pun membiarkannya, karena Ia tahu yang sedang meneleponnya pasti Lita. Karena Aira mendengar ponsel Martin yang berdering terus, Ia pun menyuruh suaminya untuk menerimanya.
"Mas! Lebih baik kamu terima saja, daripada nanti ganggu konsentrasi kamu saat menyetir!"
Martin menatap wajah istrinya, kemudian ia menghentikan mobilnya dan mengambil ponselnya di dalam saku. Tentu saja nama Lita terpampang jelas pada layar panggilan ponselnya.
Karena tak ingin membuat Aira gelisah, Martin pun izin keluar dari mobil untuk menerima telepon itu. Aira mengangguk dan tersenyum. Aira melihat Martin yang tampak sedang serius menerima telepon dari seseorang yang belum Aira ketahui.
Martin terlihat marah-marah dan berkata sedikit kasar pada seseorang yang belum Aira ketahui, karena Martin tidak mengatakan kepadanya.
"Dengar Lita! Kalau sifat kamu seperti ini terus, lebih baik kita putus! Aku sudah cukup bersabar menunggu kedatangan mu pulang, tapi jika seperti ini maumu. Oke! Aku tidak keberatan untuk memutuskan hubungan kita!"
"Martin! Martin tunggu ... ah sialan! Berani-beraninya kamu memutuskan hubungan secara sepihak, apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Martin? Akhir-akhir ini kamu mulai berubah, pasti kamu sudah memiliki pacar lagi, kan? Ngaku saja!"
"Terserah kamu bilang apa! Aku paling tidak suka perempuan yang egois dan terlalu posesif!"
Tuuuuuuttttttttttt ....
Martin menutup ponselnya dan Ia segera masuk ke dalam mobil. Aira melihat kekesalan dalam wajah suaminya.
"Ada apa, Mas? Siapa yang menelepon kamu, kok kamu marah seperti itu?" Aira bertanya baik-baik. Namun, Martin yang sedang emosi tiba-tiba menjawab pertanyaan Aira dengan sedikit membentak.
"Diam kamu! Kalau tidak tahu apa-apa tidak usah bertanya!"
Sontak apa yang dikatakan oleh Martin membuat air mata Aira keluar begitu saja dan tidak bisa ditahan. Aira sangat sedih, Ia cuma bertanya kenapa justru dirinya mendapati kata-kata yang kasar dari suaminya.
Melihat Aira menangis Martin pun merasa serba salah, Ia mencoba menenangkan Aira yang sedang menangis dan mengusap air matanya kala itu.
"A-aku minta maaf, Aku tidak bermaksud berkata seperti itu ...!"
...BERSAMBUNG...
*
*
*
Yuk mampir dulu ke karya punya kak Elprida Wati Tarigan 😊
NERAKA DALAM PERNIKAHAN
Anatasya hidup bagaikan di neraka dalam pernikahannya. Sifat suami Ana yang begitu manja dan pemalas bahkan memiliki tempramental yang tinggi membuat hidup Ana semakin menderita.
Siapa sangka sosok pria yang dulu berjanji akan membahagiakannya dan mau menerima kesalahannya di masa lalu akan selalu mengungkitnya dan membuat hidup Ana semakin menderita.
Hingga akhirnya Ana kembali bertemu dengan sahabatnya di masalalu saat keadaan Ana begitu tragis.
Hingga akhirnya Rangga sahabat Ana memilih untuk menolong Ana agar keluar dari Neraka yang di bangun oleh suaminya sendiri.
Tapi seseorang di masa lalu Ana kembali muncul.
Apakah Ana memilih bertahan dengan suaminya yang kejam atau dia lebih melilih sahabat atau mantanya?