NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ilona

Transmigrasi Ilona

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Balas Dendam / Peningkatan diri-peningkatan identitas/sifat protagonis / Teen Angst / Transmigrasi
Popularitas:933.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: Aquilaliza

Ilona, gadis jalanan yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Kehidupan jalanan memaksanya menjadi gadis kuat dan pemberani. Berbeda dengan Ayyara, seorang gadis culun yang selalu menjadi sasaran bully di sekolahnya. Selain penampilannya yang culun dan dianggap jelek, dia sedikit gagap saat berbicara. Bahkan kakak dan sepupunya tidak suka padanya.

Hingga suatu hari, terjadi kecelakaan yang membawa perubahan dalam hidup keduanya. Ilona terbangun dalam raga Ayyara. Kecelakaan itu mengubah semua jalan hidup keduanya. Ilona yang tidak memiliki orang tua dan kehidupannya yang susah, berubah mendapatkan kasih sayang orang tua dan kehidupan layak. Dan Ayyara, dia berubah menjadi gadis yang tak mudah ditindas.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Marahnya Abima

Ayyara tiba di rumah dan bergegas ke kamarnya. Wajahnya masih terlihat kesal dengan tingkah cowok tadi. Ia melepar sembarang tasnya dan langsung membaringkan tubuh di ranjang.

"Kalo ga ingat dia nolongin gue lawan preman-preman itu, udah gue tonjok wajahnya." Gumam Ayyara.

Tok... tok... tok...

"Non. Non Ayya. Makan dulu Non."

"Iya, Bi. Ayya ganti baju dulu." Balas Ayyara.

Ayyara bergegas turun setelah mengganti baju. Ia berjalan pelan menuruni tangga. Lututnya masih terasa nyeri.

"Abang belum pulang ya, Bi?" Tanya Ayyara pada Bi Ruhaya, atau sering mereka panggil Bi Haya.

"Belum, Non." Balasnya sambil mengangkat lauk yang ia panaskan untuk Ayyara.

Ayyara hanya mengangguk. Ia mengambil makanan dan lauk, lalu memakannya. Beberapa menit kemudian terdengar deru mobil memasuki halaman rumah. Ayyara tidak peduli dan terus mengunyah makanannya.

"Latihan hari ini cukup bagus. Besok harus lebih baik lagi." Ujar Deon sambil memasuki rumah.

"Gue benar-benar senang hari ini. Ah, gue jadi lapar."

"Ayo makan!"

"Ganti baju dulu, cuci tangan. Main makan aja lo."

"Eleh, sok teladan lo. Biasanya juga main comot aja lo." Ujar Deon sambil memiting leher saudara sepupunya itu. Langkah keduanya beralih menuju dapur. Gian sudah lupa dengan apa yang ia katakan tadi. Tidak peduli lagi dengan seragam yang belum diganti.

"Gila! Elen hari ini cantik bener. Mata gue sampe ga mau merem liat dia." Ujar Gian sambil memasuki ruang makan bersama Deon.

"Mata lo aja yang nakal. Ngeliat orang segitunya." Sambung Ayyara yang duduk memunggungi keduanya.

"Ck. Bilang aja lo iri kan sama kecantikan Elen?" Gian mendekat dan berdiri tepat disamping Ayyara.

Ayyara meneguk segelas air hingga tandas. "Ga guna iri sama make up tebal. Cowok-cowok di sekolah juga banyak yang ngejar gue." Sombong Ayyara. "Gue udah selesai. Silakan makan tuan-tuan." Ujarnya lalu pergi dari ruangan itu.

"Cih, gila tu adek lo!" Decih Gian sambil menatap punggung Ayyara.

"Adek lo juga!" Balas Deon.

"Bukan adek gue!"

"Ya, bukan adek gue juga!" Ujar Deon. Anak itu terdiam sejenak. Ia seperti melupakan sesuatu. Tiba-tiba saja ia terbelalak saat apa yang ia lupakan teringat sempurna. "Astaga Gi! Lo ingat sesuatu ga?"

"Ingat apaan?"

"Papa! Ayya pulang sendirian tadi."

"Mampus kita!! Kalo sampe tu bocah ngadu, abis kita di hukum Papa."

"Lo benar. Jadi, jangan cari masalah dulu sama si Ayya."

"Ho'oh." Balas Gian dengan wajah menyedihkan. Membuat Deon menggeplak punggungnya.

Plakk...

"Ngapa tu wajah digituin?"

"Gue takut De, dihukum Papa."

"Eleh, ga usah drama deh lo. Takut kena hukum, tapi sukanya bandel. Orang, dimana-mana kalo takut ekspresinya ketakutan bukan menyedihkan. Aneh-aneh aja lo. Cepat makan!"

"Iya-iya. Kejam amat lo jadi sepupu." Gian menarik kursi dan melahap makanannya dengan wajah cemberut.

***

Pukul tiga sore, Abima dan Mala kembali dari pekerjaan masing-masing. Ayyara yang sedang bersantai sambil menonton televisi tersenyum menyambut keduanya.

"Anak Mama udah cantik,"

"Mama bisa aja mujinya." Ujarnya. "Oh ya, Pa. Pesanan Ayya mana?"

"Astaga... Papa lupa. Ada di mobil sayang,"

"Ayya pesan apa, Pa?"

"Cilok. Katanya mau makan cilok." Jawab Abima.

Mala hanya memandang putrinya itu dengan tersenyum. "Ayya ambilin dulu," Gadis itu langsung bangun dan tak sengaja, lututnya kejedot ujung meja. Dia lupa jika lututnya sedang terluka.

"Shhh..." Ringisnya.

"Astaga sayang, kamu harus hati-hati, Nak." Mala terlihat khawatir. Abima langsung membawa Ayyara duduk.

"Biar Mama liat," Mala hendak menyibak celana rumahan Ayyara yang panjangnya sedikit melewati lutut. Namun, Ayyara dengan sigap menahannya.

"Ga papa Ma, cuman kejedot dikit. Bentar juga ga sakit lagi."

"Sayang, biar Mamamu liat, ya? Nanti fatal kalo ga di obatin." Ayyara mengangguk pasrah, mengiyakan ucapan Papanya.

Mala menyibaknya pelan. Segera saja ia menatap putrinya saat menemukan lututnya diberi plester. "Ini kenapa sayang?" Tanya Mala, membuat Abima mengarahkan pandangannya pada lutut Ayyara.

"Kamu terluka? Kenapa bisa terluka seperti ini?" Raut wajah Abima menggambarkan jika ia sangat khawatir dengan putrinya itu.

"Ma, Pa, ini ga papa. Cuman luka kecil."

"Luka kecil gimana? Ayo, bilang sama Papa siapa yang buat kamu sampe luka gini?"

"Pa, Ayya cerita. Tapi, Papa ga boleh marah ya?"

Abima menarik nafasnya. Setelah kecelakaan itu, ia jadi sangat berhati-hati dan selalu khawatir dengan apa yang akan putrinya lakukan.

"Ayya tadi pulangnya ga nunggu abang."

"Maksud kamu, kamu pulang sendiri?"

"Pa, biarin Ayya cerita dulu." Mala berusaha menenangkan suaminya. "Ayo, lajutin nak."

"Ini salah Ayya. Ayya dicegat preman di jalan. Ayya di dorong sampe lutut Ayya luka. Tapi, untung ada cowok yang nolongin Ayya. Ayya di obatin sama dia. Papa jangan marah, ya. Kalo Ayya tetap di sekolah nungguin abang pasti ga bakal kayak gini."

Abima kembali menarik nafas dan membuangnya kasar. Benar-benar kurang ajar preman itu. Mereka membuat putrinya terluka. Sementara Mala, dia langsung menarik Ayyara dalam pelukannya.

"Syukurlah kamu ga papa, nak." Ucap Mala.

"Besok ga perlu pake motor lagi!" Tegas Abima. "Dimana abang-abang kamu?" Lanjutnya.

"Latihan musik,"

"Bi Haya!"

"Iya, tuan?"

"Panggil Deon Gian kesini!" Bi Haya segera menaiki tangga menuju ruang musik Deon Gian. Tak lama, Bi Haya turun bersama Deon Gian dibelakangnya.

"Ada apa, Pa?"

"Ada apa kamu tanya? Deon! Papa kan sudah bilang sama kamu, sama Gian. Awasin adek kalian. Adek kalian terluka gara-gara dihadang preman di jalanan. Apa kalian tau itu?!" Abima benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Ia tidak bisa bayangkan, bagaimana jika tidak ada yang menolong putrinya. Apa yang akan terjadi pada Ayyara.

"Maafin kita, Pa!" Deon Gian berucap hampir bersamaan.

"Huufth." Abima menarik nafasnya. "Apa yang kalian lakukan saat pulang tadi? Kenapa bisa Ayya pulang sendiri?" Suara Abima sedikit memelan.

"Kami latihan musik, Pa." Jawab Deon sambil menunduk.

"Kita lupa Ayya hari ini pake motor." Timpal Gian, masih tidak berani mengangkat wajahnya.

"Latihan musik? Kalian lupa karena latihan musik? Begitu maksud kalian? Apa kalian tidak belajar dari kejadian yang menimpa Ayya? Gimana kalo Ayya ga ditolongin orang?!" Wajah Abima merah padam. "Kalian, Papa ga izinin latihan musik lagi!" Deon dan Gian langsung mendongak. Begitupun dengan Ayyara. Hatinya merasa yang Papanya katakan tidak benar.

"Pa, ini semua salah Ayya, Pa! Ayya yang ga sabar pulang duluan. Ayya ga nanya sama teman-teman abang, dimana abang. Ayya ga ngirimin pesan juga buat abang. Kalo Ayya lakuin itu semua, pasti ga bakal terjadi. Jangan hukum abang buat ga latihan musik lagi! Ayya mohon Pa." Abima dan Mala menatap putri mereka. Pancaran cinta begitu Ayyara rasakan dari mata keduanya.

"Baiklah, Papa akan biarin mereka tetap latihan musik." Abima lalu menatap kedua putranya. "Lain kali, ga ada lagi keringanan." Ucap Abima, mengecup kening putrinya, lalu bergegas ke kamar.

"Ayo, Mama anterin ke kamar!" Mala dan Ayyara bangun dan bergegas menuju kamar Ayyara. Namun sebelum itu, Mala menatap Deon dan Gian. "Mama kecewa sama kalian!" Ujarnya lalu menggandeng Ayyara menuju kamarnya.

Deon dan Gian masih berdiri di tempat dengan tatapan yang mentap lurus punggung Ayyara yang mulai menaiki tangga. Bukannya tersentuh dengan semua kebaikan Ayyara, keduanya malah semakin menyimpan rasa tidak suka pada gadis itu.

"Gue benci sama lo Ayyara!!" Gumam Deon.

"Gue juga benci sama lo, Ayyara!!" Gumam Gian.

1
Siti solikah
ntar Alden cemburu loh ayyara kamu nolongin kenzo
Mamik Widowati
Luar biasa
Siti solikah
bener tuh ayyara
Siti solikah
kayaknya seru
arniya
luar biasa kak
Tia Na
ayyara yang asli kemana tor?
/Rose//Rose//Rose/
Helen Nirawan
deon ,gian : gw benci ama lu ,ayyara , trus jwb : EGP ,sapa lu ,gk penting
Helen Nirawan
ilona di tubuh ayyara , kurang kejam
Helen Nirawan
isshh , sodara sinting
Adhie
mampues... lu...
Erna Fkpg
Lumayan
Khoerun Nisa
aku bingung asli di BCA Gian atu jayen
Puch🍒❄
fak kata gw teh anyingg siaaaa!!!, anying eta sia si ayya aja baru mau di apa2in dh end aja sih, belom tau dia hamidun apa kagak anying lah🗿kecepetan endnya thor😤
Puch🍒❄
iri dengki aja lu monyet🐷
Anonymous
keren
Armyati
happy ending 😍😍 mkcieh byk kak🙏 n semangat terus untuk karya" s lanjutannya 💪💪🤗
Aquilaliza: Makasih Kak/Pray/. Mampir juga di Novel ku yang lain ya....
total 1 replies
Armyati
uuhhhh cuwit bangettt mereka😍😍😍🤩
Armyati
wkwk mereka berdua dijadiin kacang sama ayya🤭
Armyati
aahh ini pasti Alden jodohnya ayyana🥰
Disha♡💕
padahal yg aib si Gian🥴
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!