Transmigrasi Ilona
Seorang gadis berlarian mengejar dua orang preman yang mencuri tas milik seorang Ibu. Larinya begitu cepat, hingga tak disadari dua preman tersebut, jika dia sudah berada dua meter di belakang mereka.
"Mau kemana, lo?" Ujar gadis itu saat berhasil meraih kaos yang di pakai salah satu preman. Terpaksa, kedua preman tersebut berhenti dan meladeninya.
"Kembaliin tasnya!" Tangannya terulur meminta tas yang di pegang salah satu preman.
"Ngga akan. Kita udah susah-susah dapatnya, lu suruh kembaliin. Jangan mimpi!" Jawab preman yang membawa tas hasil copetnya.
"Oh, mau gue patahin tangan temen lo?"
"Akhhh..." Teriak preman tersebut, saat gadis itu benar-benar melakukan sesuatu pada tangannya.
"Kak Ilona, hajar aja kak, biar kapok." Teriak seorang anak laki-laki. Tubuh kecilnya membuat kaos yang ia kenakan terlihat besar dan melambai-lambai saat diterpa angin.
Preman yang melihat Ilona menoleh pada anak tersebut pun mengambil kesempatan. Ia mengeluarkan pisau dan berusaha menyerang Ilona. Namun, Ilona cukup peka atas apa yang akan preman itu lakukan. Ia menendang dengan keras tepat di dadanya. Membuat preman itu tersungkur, dan tas yang di pegangnya terjatuh.
"Reka, ambil tasnya!" Anak kecil itu segera berlari saat Ilona menyebut namanya. Dia memungut tas tersebut dengan cepat.
Preman tersebut terbangun dan berlari menjauh. Meninggalkan temannya yang masih ditahan Ilona.
"Woy, tungguin gue." Teriaknya pada temannya yang sudah menjauh.
"Bisa diam gak lo?!"
"Eh, cewek sialan. Lepasin gue!"
"Gak akan!"
Ibu pemilik tas pun tiba di tempat tersebut. Reka menyerahkan tas padanya, membuat Ibu itu tersenyum.
"Terima kasih, nak. Kalian udah mau nolongin Ibu."
"Sama-sama, Bu." Jawab keduanya bersamaan.
"Oh ya, Bu. Tolong telponin polisi biar dibawa ke penjara ni preman." Ucap Ilona.
"Iya, neng." Ibu tersebut menuruti permintaan Ilona. Ia benar-benar menelpon polisi. Karena keberadaan pos polisi yang tak jauh, membuat seorang polisi bisa tiba dengan segera. Polisi tersebut memborgol dan membawa preman itu pergi.
"Sekali lagi, terima kasih ya, neng, dek? Ibu nggak tau lagi harus gimana kalau tas ini benar-benar hilang. Ada uang yang harus Ibu bayarkan ke pihak rumah sakit untuk pengobatan anak Ibu."
"Sama-sama, Bu. Yang terpenting ibu ngga pa-pa, dan tas Ibu aman."
"Iya, neng. Oh ya, ini ada sedikit buat kalian." Ibu tersebut memberikan selembar uang seratus ribu pada Ilona. Namun, gadis itu dengan cepat menolaknya.
"Nggak perlu, Bu. Simpan aja buat nambah-nambah bayar rumah sakit."
"Tapi, neng?"
"Nggak papa. Ibu pegang aja. Ibu lebih membutuhkan daripada kami."
"Terima kasih ya, neng. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Sama-sama, Bu. Salam buat anak Ibu. Semoga cepat sembuh."
Setelah kepergian si Ibu, Ilona dan Reka kembali ke tempat istirahat mereka. Warung kecil yang menjual nasi bungkus menjadi tempat istirahat mereka.
"Mau makan disini, apa di rumah?" Tanyanya pada Reka.
"Di rumah, kak."
"Ya, sudah. Bu, nasi bungkusnya 3 ya? Yang sepuluh ribuan."
"Siap, neng."
Reka menatap Ilona, heran. Ia hanya ingin membeli nasi bungkus sebungkus. Itupun yang harganya lima ribuan.
"Kak, aku kan cuman beli satu yang lima ribuan. Kok, kak Ilona belinya 3? Yang sepuluh ribuan lagi. Uangku cuman lima ribu."
"Reka sayang, 3 itu bukan buat kamu semua. Satu buat Reka, satu buat Ibu dan satu lagi buat kakak. Soal bayarnya, jangan khawatir. Kakak punya uang."
Reka hanya manut apa kata Ilona. Gadis itu mengelus kepalanya lalu membayar nasi bungkus.
"Ayo, kakak anterin kamu pulang. Hampir gelap. Gak aman bocil pulang sendirian."
"Makasih kak. Nanti kalau Reka besar, Reka yang bakal jagain kak Ilona."
"Iya. Makanya, makan yang banyak, biar cepat besar. Bisa cari banyak uang buat Ibu."
"Siap, kak." Balas Reka sambil memberikan hormat pada Ilona. Membuat mereka terkekeh bersamaan. Hingga tak terasa, mereka hampir tiba di depan rumah kecil milik Reka dan Ibunya.
"Ini buat kamu sama Ibu." Ilona mengulurkan selembar lima puluh ribu pada Reka.
"Untuk apa kak? Ini uang kakak, kenapa dikasiin ke Reka?"
"Udah, ambil aja." Ilona meletakkan uang tersebut ke tangan Reka dan membuat anak itu menggenggam kuat uang tersebut. "Kamu sama Ibu lebih membutuhkannya. Kakak bisa cari lagi besok."
"Tapi, kak?"
"Nggak ada tapi-tapian! Udah sana masuk. Salam buat Ibu, ya?"
"Iya, terima kasih, kak."
Ilona membalasnya dengan tersenyum manis. Reka segera menuju rumahnya. Dari kejauhan, dapat Ilona lihat, seorang wanita mendekat pada Reka yang sedang berusaha membuka pintu. Ia mencium kening Reka dengan penuh kasih sayang. Ilona yakin, wanita yang merupakan Ibu Reka itu baru saja kembali dari melakukan pekerjaannya sebagai tukang cuci keliling.
"Seandainya aku punya orang tua, atau salah satu dari mereka hidup bersamaku, pasti aku akan sangat bahagia." Lirihnya tersenyum getir.
***
Satu persatu siswa SMA Jati Negara berlari memasuki kerumunan di koridor sekolah. Seorang gadis cupu sedang dibully habis-habisan oleh sekelompok siswi yang di sebut-sebut sebagai siswi tercantik di sekolah itu.
"Lo pasti gak mandikan dari rumah? Nih gue mandiin." Siswi tersebut menumpahkan segelas minuman di kepala gadis tersebut, diikuti beberapa siswi lagi yang juga menuangkan minuman mereka di tubuh gadis itu.
"Va-vanya, a-apa sa-salah aku?" Tanya gadis tersebut gagap sambil mengusap tumpahan minuman di wajahnya. Kacamatanya sudah tidak tahu berada dimana.
"Salah lo? Salah lo, karena lo cewek culun, jelek, gagap dan sok pintar." Jawabnya. Vanya sedikit menundukkan badannya dan menarik kasar rambut gadis tersebut. "Ayyara Thalia, gue benci lo yang cari perhatian sama kak Deon dan kak Gian. Dan gue semakin benci lo karena lo terus-terusan cari muka sama kak Kenzo."
"Va-vanya, ka-kak De-Deon sama ka-kak Gi-Gian kan ka-kak aku."
"Heh, gagap! Gak usah ngomong deh lo! Capek tau nggak dengerin lo ngomong ngulang-ngulang terus." Bentak Elen.
"Ka-kalian ja-jahat sa..."
Plak
Ucapan Ayyara terhenti oleh tamparan yang Vanya berikan. Pipinya memerah dengan bekas jari-jari Vanya.
"Lo bilang jahat, hah?! Lo cewek culun, gagap dan jelek gak usah sok baik." Vanya menarik rambut Ayyara. Ia menariknya kuat, membuat Ayyara mendongak sambil meringis menahan sakit.
"Dengar! Cewek kayak lo seharusnya gak disini. Lo juga gak pantas untuk hidup!" Bisiknya.
"Lihat! Gak ada seorang pun disini yang mau nolongin lo. Lo dibenci seisi sekolah." Teriak Vanya lantang.
Vanya melirik ke arah kanan koridor sekolah. Tanpa sengaja matanya melihat Kenzo, Deon dan Gian berjalan ke arah merka. Saat ketiga cowok itu hampir dekat, Vanya menjatuhkan dirinya di dekat Ayyara dan meringis kesakitan.
"Aww, lo kok narik gue sih, Ayyara?" Seru Vanya, berpura-pura.
Kenzo, Deon dan Gian yang sudah memasuki kerumunan merasa kesal melihat Vanya terjatuh. Dengan penuh amarah, mereka mendekati Ayyara. Deon menarik kasar tangan Ayyara untuk berdiri. Sementara Kenzo dan Gian, mereka membantu Vanya berdiri.
"Lo gak papa?" Tanya Kenzo pada Vanya.
"Jangan ditanya lagi. Ayo kita bawa ke UKS!" Sahut Gian.
Kenzo langsung menggendong Vanya menuju UKS, diikuti Elen. Sementara Gian, ia tetap di tempat tersebut. Dia ingin memberi pelajaran pada sepupunya yang selalu membuat onar tersebut.
"Lo liat kan?! Vanya jatoh karena lo. Bisa nggak sih, lo gak cari masalah? Hah?!" Kata Gian sambil menunjuk wajah Ayyara.
"Ka..."
Plak.
"Nggak usah panggil kakak! Lo gak pantas manggil gue atu Gian kakak." Ucap Deon setelah memberikan satu tamparan untuk Ayyara.
"Kalo sampai terjadi sesuatu sama Vanya, gue bakal kasi pelajaran buat lo." Sambung Deon, lalu berjalan menjauh.
"Gue tau lo iri sama kecantikan Vanya. Kalo lo berusaha nyakitin Vanya atau Elen, lo bakal berurusan sama gue." Peringat Gian. "Gue benar-benar sial punya sepupu kayak lo!" Lanjutnya, kemudian pergi dari tempat itu.
"Benar-benar menyedihkan. Dua kakaknya juga gak peduli sama dia." Bisik seorang murid dengan nada mengejek.
"Ya. Dia benar-benar gak berguna." sambung seorang lagi.
"Eh eh, kalian ngapain ngumpul disini? Gak dengar kalian udah bel masuk?" Teriak seorang guru, membuat siswa-siswi yang sedang berkumpul tersebut berlarian menuju kelas masing-masing. Tapi tidak dengan Ayyara. Gadis itu masih berdiri, menundukkan kepalanya.
"Ayyara! Kamu kenapa masih berdiri? Di bully lagi sama teman-teman kamu?"
Gadis itu mengangguk pelan. "I-iya, pa-pak." Ia tidak yakin, pak guru ini akan peduli padanya. Mereka hanya peduli pada uang yang orang tuanya berikan pada pihak sekolah.
"Ck. Kau ini pintar. Tapi kenapa begitu bodoh untuk menghidari mereka? Dasar! Udah sana, masuk kelas!" Ucapnya lalu pergi meninggalkan Ayyara sendiri.
Gadis itu hanya bisa menarik nafas beratnya. Sungguh melelahkan hari-harinya. Ia berjalan mengitari tempat itu. Mencari kacamatanya yang sudah tak bertengger lagi di hidungnya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas tanpa kacamatanya.
Setelah menemukannya, Ayyara segera menuju kelasnya. Berjalan menunduk, menghindari tatapan siswa-siswi yang terlihat sinis padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-03-05
0
Naraa 🌻
kk dan sepupunya tolol
2024-02-20
0
Tiwi
keren
2024-02-19
0