NovelToon NovelToon
Masa Lalu Pilihan Mertua

Masa Lalu Pilihan Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Thida_Rak

Aku, Diva, seorang ibu rumah tangga yang telah menikah selama tujuh tahun dengan suamiku, Arman, seorang pegawai negeri di kota kecil. Pernikahan kami seharusnya menjadi tempat aku menemukan kebahagiaan, tetapi bayang-bayang ketidaksetujuan mertua selalu menghantui.

Sejak awal, ibu mertua tidak pernah menerimaku. Baginya, aku bukan menantu idaman, bukan perempuan yang ia pilih untuk anaknya. Setiap hari, sikap dinginnya terasa seperti tembok tinggi yang memisahkanku dari keluarga suamiku.

Aku juga memiliki seorang ipar perempuan, Rina, yang sedang berkuliah di luar kota. Hubunganku dengannya tak seburuk hubunganku dengan mertuaku, tapi jarak membuat kami tak terlalu dekat.

Ketidakberadaan seorang anak dalam rumah tanggaku menjadi bahan perbincangan yang tak pernah habis. Mertuaku selalu mengungkitnya, seakan-akan aku satu-satunya yang harus disalahkan. Aku mulai bertanya-tanya, apakah ini takdirku? Apakah aku harus terus bertahan dalam perni

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thida_Rak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 Masa Lalu Pilihan Mertua

Malam itu, di kamarnya… Arman termenung.

Ia duduk di tepi ranjang, memandangi ponsel yang tak berhenti menampilkan notifikasi dari Raya—pesan-pesan perhatian, ajakan bicara, dan satu foto mereka saat di mobil tadi siang.

Tapi Arman tak sanggup membalas.

Yang terbayang justru wajah Diva. Tatapannya yang datar, ucapannya yang tenang namun menusuk.

"Kalau abang gak bisa milih… aku yang pergi."

Ia menyesap napas dalam-dalam. Dulu, ia merasa Raya adalah kenyamanan yang hilang. Tapi kenapa sekarang rasa nyaman itu justru berubah jadi beban?

"Apa aku sebegitu egoisnya? Sampai melukai perempuan yang selalu setia di sisiku?"

Ia mengingat saat-saat Diva menemaninya dari nol, memijitnya saat lelah, menahan sakit karena ucapan ibunya, bahkan ketika rumah ini belum pernah benar-benar menerima Diva—dia tetap bertahan.

Kini semuanya seperti hampir hancur… dan itu karena dirinya sendiri.

Arman merunduk. Untuk pertama kalinya… ia merasa takut kehilangan.

---

Di kamarnya, Arini belum tidur.

Ia duduk di pinggir kasur sambil menatap langit-langit. Hatinya tak tenang. Sejak makan malam tadi, rasanya seperti menahan napas yang tak pernah sempat diembuskan.

Ucapan Diva terngiang-ngiang di kepalanya. Tentang ulat bulu. Tentang pilihan. Tentang luka.

"Kak Diva gak salah… dia yang paling banyak berkorban di rumah ini," batinnya.

Arini tahu, selama ini ia terlalu banyak diam. Ia pikir, sebagai adik, cukup jadi penonton yang baik. Tapi ternyata diamnya justru menyakiti orang yang selama ini menyayanginya.

“Kak Diva udah cukup lama berjuang sendiri…” bisiknya pada diri sendiri.

Lalu ia bangkit dari tempat tidur, mengambil ponsel, dan membuka aplikasi chat.

Tangannya sempat ragu… tapi akhirnya ia mulai mengetik:

:Kak, besok sebelum ke pasar… kita sempatin ngobrol ya. Aku ada yang mau kakak tahu… tentang semua ini.

Arini mengirimkan pesan itu ke Diva, lalu menatapnya beberapa saat. Ada rasa takut, tapi juga lega.

Ia tahu, saatnya ia tak boleh diam lagi.

Pagi itu, cahaya matahari mulai mengintip malu-malu dari balik jendela. Suasana rumah masih tenang, hanya terdengar suara perlahan dari dapur dan langkah kaki Arini yang mendekat ke kamar Diva. Ia berdiri sejenak di depan pintu, menarik napas panjang sebelum mengetuk pelan.

“Kak Diva... boleh ngobrol sebentar sebelum kita ke pasar?” tanyanya hati-hati.

Diva yang tengah bersiap, menoleh dengan senyum samar. “Boleh, Rin. Masuk aja.”

Arini duduk di tepi tempat tidur, tampak ragu-ragu namun matanya menatap Diva dengan serius.

“Kak… aku minta maaf soal tadi malam. Aku ngerasa kak Diva pasti terluka banget lihat semua itu. Aku juga ngerasa bersalah karena diem aja, padahal aku tahu yang abang lakuin udah kelewat batas…”

Diva diam, hanya menatap Arini yang kini menunduk.

“Kak Diva itu udah seperti kakak kandung buat aku. Dan aku tahu, kalau bukan karena ibu dan abang terlalu dibutakan sama masa lalu mereka, semua ini gak akan terjadi. Tapi aku janji... aku gak akan diam lagi. Aku bakal belain yang benar.”

Diva menarik napas, suara lembutnya terdengar tenang, meski jelas ada luka di baliknya.

“Makasih, Rin. Aku tahu kamu nggak punya andil. Cuma... luka ini terlalu dalam, Rin. Aku capek harus terus jadi yang ‘mengalah’.”

Arini menggenggam tangan Diva pelan.

“Apa kak Diva mau pergi lagi?”

Diva hanya tersenyum kecil, lalu menatap ke luar jendela.

“Kita ke pasar dulu ya. Nanti kamu tahu jawabannya sendiri.”

Mereka pun terdiam sejenak, sebelum perlahan berdiri dan bersiap. Tak ada kata-kata lagi, tapi hati Arini makin mantap: ia tak akan membiarkan Diva melawan semua ini sendirian.

Pagi itu, Arman duduk sendiri di ruang makan. Secangkir kopi yang biasanya jadi teman semangatnya kini tak lagi terasa nikmat. Hening menyelimuti ruang, hanya terdengar detik jam dinding yang seolah mempercepat kegelisahannya.

Ada yang berbeda. Dingin. Jauh.

Bukan karena udara pagi, tapi karena sikap Diva yang malam tadi menusuk diam-diam ke hatinya. Bukan dengan amarah, tapi dengan keheningan dan keteguhan.

“Apa yang sudah aku lakukan…” gumamnya lirih, menatap layar ponsel yang kosong dari balasan.

Ia mencoba menyusun pesan, lalu menghapusnya. Kata-kata terasa hampa. Diva selalu sabar… selalu memaklumi. Tapi kemarin… dia beda.

Arman menunduk. Ada rasa bersalah yang mulai tumbuh, dan untuk pertama kalinya… ia bertanya: Benarkah yang selama ini aku kejar adalah bahagia? Atau cuma nostalgia yang kupoles jadi alasan?

---

Sementara itu, di pasar tradisional yang mulai ramai, Diva dan Arini menyusuri gang-gang kecil yang sempit namun penuh warna. Arini membawakan keranjang belanja sambil sesekali mencuri pandang ke arah Diva yang tampak tenang memilih sayur.

Namun diam-diam, Arini tahu: ketenangan itu adalah hasil dari seseorang yang sudah terlalu sering menelan kecewa.

“Kak… setelah ini kakak mau ke mana? Maksudku… pulang ke rumah abang Arman lagi, atau...”

Diva menoleh, menatap Arini dengan sorot mata yang lembut namun tegas.

“Rin, pulang itu bukan soal tempat. Tapi soal siapa yang menunggu dengan tulus. Kalau yang menungguku cuma kekecewaan... untuk apa aku kembali?”

Arini terdiam, tak tahu harus berkata apa.

Diva melanjutkan sambil tersenyum tipis, “Tapi kita beresin belanja dulu, ya. Ibu pasti menunggu. Yang jelas... ini mungkin jadi makan siang terakhir aku di sana.”

Arini menunduk. Hatinya terasa berat. Tapi satu hal pasti ia tak akan diam kali ini.

Siang itu, usai makan bersama, Diva memilih diam lebih banyak. Tawa di meja makan terdengar hambar di telinganya. Sesekali ia menatap Arman yang kini bahkan tak berani menatap balik. Arman tahu... ia sudah terlalu jauh. Dan Diva tahu, dirinya tak lagi punya tempat di rumah yang dulu ia jaga sepenuh hati.

Usai membereskan meja makan bersama Arini, Diva menggantungkan celemek, menatap ke luar jendela beberapa saat, lalu memutuskan.

“Rin…” ucapnya pelan, “...tolong sampaikan ke ibu, aku pamit. Aku mau pulang ke rumah kak Dira dulu. Aku butuh waktu buat nenangin diri.”

Arini menoleh cepat, “Kak, jangan buru-buru...”

Tapi Diva hanya tersenyum, ada keteguhan di balik matanya yang sembab. “Aku nggak marah, Rin. Cuma... aku harus pergi sebelum semua yang aku jaga berubah jadi luka.”

Tanpa banyak bicara, Diva masuk ke kamar, berkemas seadanya. Ia tak menunggu pamit dari siapa-siapa. Baginya, diam Arman sudah cukup jadi tanda. Dan restu mertuanya pun sudah jelas, sejak kehadiran Raya kembali di rumah itu.

Ketika ia keluar membawa tas kecil, hanya Arini yang berdiri di depan pintu, menahan air mata. Mereka berpelukan sebentar.

“Terima kasih, Rin. Kamu yang paling jujur di rumah ini.”

Lalu Diva pun pergi. Tak seorang pun tahu kalau itu bisa jadi kepergian yang tak kembali.

1
Pudji hegawan
cerita yg bagus
Thida_Rak: Terima kasih kak🙏🏻🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!