"Anda yakin Mrs. Aquielo?"
"Jangan asal mengubah nama ku seenakmu, aku masih seorang Rainer asal kau tahu saja."
"Ya untuk sekarang kau mang masih seorang Rainer, tapi sebentar lagi kau akan segera mengganti nama belakangmu itu dengan nama keluargaku."
"Seperti aku mau saja dengan dirimu."
"Oh apa kau lupa yang aku katakan dipesawat kemarin Ms. Rainer."
Viona hanya dapat terdiam tentu ia tidak lupa dengan ancaman pria gila ini kemarin. Dan sialnya kalau semua yang dikatakan nya benar adanya maka tidak ada jalan lain lagi bagi Viona untuk menolak semua keinginan pria itu.
Itu buruk....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Panda Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02
Tempat yang Viona lihat itu adalah walk in closet yang sudah terisi penuh oleh baju serta sepatu dari brand-brand ternama. Viona sempat berfikir mungkin wanita tadi salah mengantarnya, mungkin kamar ini milik kakak perempuannya Audrey...
Ya mungkin saja. Tapi kemana orangnya? Mengingat sekarang sudah pukul dua dini hari harusnya kakaknya itu masih terlelap ditempat tidurnya.
Viona berniat keluar mencari seseorang yang mungkin bisa Dia tanyai, namun baru saja ia membuka pintu kamarnya.
Viona dikejutkan dengan sosok Audrey yang langsung memeluk dirinya erat Audrey bahkan sempat mengangkat serta memutar tubuh Viona diudara beberapa kali persis seperti yang sering dilakukan mereka saat masih kanak-kanak. Postur tubuh Audrey yang besar menurun dari sang Papa mempermudah wanita itu untuk mengangkat Viona yang jauh lebih kecil darinya.
"Viona Adik kecilku...!" seru Audrey penuh haru sambil terus memeluk tubuh Viona dan menciumi puncak kepalanya beberapa kali.
"Kakak kau bisa membunuhku kalau terus begini." Gumam Viona pelan saat merasa dirinya mulai sesak didalam pelukan Audrey, mendengar hal itu Audrey pun segera mengurai pelukannya dan kembali menatap wajah adiknya yang sangat dirindukannya selama ini.
"Kufikir Kau akan tumbuh lebih tinggi dari ini!" Seru Audrey sambil meletakan telapak tangannya dipuncak kepala Viona. Hanya sebatas dagunya saja.
"Jangan mengejekku." Dengus Viona sambil memanyunkan bibirnya tanda merajuk.
"Oh astaga. Maafkan aku Princess bukan maksudku mengejek dirimu." Ucap Audrey sambil mencubit pipi Viona gemas.
Viona langsung tersenyum lalu kembali memeluk tubuh Audrey erat. Rasanya masih sama seperti dulu, pelukan hangat yang amat sangat dirindukan Viona. Akhirnya dapat ia rasakan kembali.
"Aku sungguh merindukan diri Mu Kakak!" Seru Viona lirih, tak terasa air matanya ikut jatuh saat ia mengucapkan kata rindunya itu.
"Aku juga Adik kecil." Jawab Audrey sambil membalas pelukan adiknya itu. "Andai saja perjanjian konyol itu tidak ada. Aku sudah pasti akan terbang kesana dan menemui Mu tanpa harus menunggu selama ini!" Seru Audrey terdengar kesal.
"Perjanjian? Perjanjian apa yang Kau maksud kak?" Tanya Viona bingung, yang membuat Audrey menatap wajahnya tidak percaya.
"Kau tidak tahu kalau sebelum kalian berdua meninggalkan Negara ini delapan tahun yang lalu Papa dan Ibu Mu membuat surat perjanjian hitam diatas putih." Viona tampak mengeryitkan dahi nya bingung.
"Memangnya apa isi surat itu?" Tanyanya lagi.
"Disitu dijelaskan kalau Aku dan Papa tidak boleh menemui dirimu, begitu juga dengan kalian berdua yang tidak boleh menemui Aku disini. Kalau ada pihak yang melanggar maka akan didenda. Saat itu kau tahu sendiri bisnis Papa bermasalah, karena itulah kami tidak berani menemui Mu. Tapi sekarang semua sudah berbeda Papa bahkan sudah membayar berkali-kali lipat dari nominal denda sebelumnya agar kami dapat bertemu dengan Mu." Jelas Audrey panjang lebar.
Akhirnya Viona mengerti kenapa selama ini Kakak dan Papa nya tidak pernah menghubunginya sekalipun. Messki sekarang sudah ada sosial media dan semacamnya yang seharusnya membuat mereka dapat dengan mudah berkomunikasi meski sedang berjauhan.
"Aku akan tidur disini malam ini." Audrey pun menaiki kasur Viona tanpa permisi dan langsung masuk kedalam selimut bersiap untuk tidur.
Sementara Viona masih memperhatikan tempat disekitarnya bingung seperti sedang mencari sesuatu.
"Apa ada sesuatu yang salah?" tanya Audrey menyadari kebingungan Viona.
"Ah tidak apa... Aku hanya bingung mencari letak kamar mandinya dimana karena aku ingin membersihkan diri sekarang." Jawab Viona jujur.
Audrey pun segera menuruni tempat tidur lalu membawa Viona kedepan cermin besar disisi kamarnya lalu menekan sisinya dan perlahan cermin itu pun bergeser. Lalu tampaklah sebuah kamar mandi mewah didalamnya.
Lagi-lagi Viona ternganga melihat tempat ini dan Audrey hanya tersenyum geli melihat ekspresi lucu Adiknya itu. Diam-diam merasa kasihan dengan Viona.
"Ada banyak hal yang ingin ku tanyakan padamu Kak. Tapi sepertinya malam ini tidak bisa kutanyakan karna aku sudah cukup lelah setelah penerbangan yang cukup panjang." Ucap Viona setelah ikut membaringkan tubuhnya disamping Audrey setelah sebelumnya Dia membersihkan diri didalam kamar mandi.
"Kalau begitu tidurlah dulu, kita masih punya banyak waktu untuk bicara besok!" Seru Audrey sambil menarik selimut sampai sebatas dada mereka berdua.
***
Perlahan Viona membuka matanya dan melihat kesekeliling. Kosong... Tidak ada Audrey disampingnya, hanya Dia sendiri ditempat tidur itu.
Viona pun segera mencari tas yang dipakainya kemarin lalu mengambil ponselnya, dan betapa terkejutnya dia saat mendapati kalau sekarang sudah pukul sebelas siang.
"Apa bagaimana bisa!" Seru Viona terkejut, diapun langsung bangun dan turun dari kasurnya. Yang sayangnya hal tersebut malah membuat kepalanya berputar.
Setelah peningnya perlahan mereda Viona segera pergi kekamar mandi untuk mencuci muka lalu segera keluar dari kamarnya berniat mencari Kakaknya, Audrey.
Namun baru saja membuka daun pintu kamarnya Viona sudah disambut oleh seorang pelayan yang tampaknya sudah berjaga disana dari tadi.
"Anda pasti Nona Viona. Perkenalkan saya Anna pelayan dirumah ini." Ucap seorang Wanita muda yang mungkin seumuran dengan Audrey.
"Anna apa kau melihat Kakak ku?" Tanya Viona langsung.
"Oh... Nona Audrey sudah pergi sejak pukul sembilan pagi tadi." Jawab Anna.
Viona pun langsung merenggut tak suka. Dia ditinggal sendiri dirumah, dihari pertamanya datang.
"Viona!"
Suara itu sangat familiar ditelinganya, dan sudah lama sekali Viona tidak mendengarnya sejelas ini.
Tak terasa air mata Viona mengalir saat matanya bersitatap dengan pria paruh baya yang masih terlihat gagah dibalik setelah jas yang membalut tubuh jangkungnya.
"Papa!" seru Viona sambil mendekat dan langsung memeluk pria yang dia panggil Papa itu.
Pria itupun memeluk tubuh Viona tak kalah erat, namun tak seperti Viona yang sudah menangis tersedu-sedu Papanya malah tertawa riang sambil terus mengusap punggung Viona pelan.
"Aku tidak menyangkan hari ini akan tiba, akhirnya Wanita keras kepala itu menyerah juga!" Seru Papanya masih dengan tawa riang.
Namun entah kenapa saat Papanya menyebut Ibunya seketika gelombang kebahagiaan yang tadi menerjangnya langsung surut, seketika menghilang tak berjejak. Hanya ada kesedihan dihatinya sekarang dan tampaknya hal tersebut segera disadari oleh Jeremy Rainer Papa nya.
"Ada apa Nak?" Tanya Jeremy sambil memperhatikan raut murung Putrinya.
"Aku merindukannya!" Seru Viona lalu tangisnya kembali pecah, tapi bukan tangis kebahagiaan seperti tadi namun tangis yang sarat akan kesedihan.
Melihat Putrinya yang sudah menangis Jeremy hanya dapat menghela nafas lelah. Lalu kembali merangkul tubuh Viona kedalam pelukannya.
"Aku tahu ini berat bagimu, tapi sudah cukup delapan tahun terakhir. Aku juga orang tuamu dan aku ingin Putriku hidup dengan layak disini bersama dengan Ku." Ucap Jeremy lembut sambil mengusap air mata Viona yang terus mengalir. "Kau akan segera terbiasa sayang," ucapnya lagi.
Sementara itu batin Viona campur aduk antara sedih atau bahagia, sedih karena Dia harus meninggalkan Ibunya sendirian dan senang karena dapat kembali merasakan hangatnya pelukan dari Pria yang paling dirindukan nya ini.
"Papa... Aku sedih karena harus berpisah dari Ibu, tapi aku juga senang dapat kembali bersama dengan Kalian!" seru Viona sambil membenamkan wajahnya didada Jeremy.