Demi kebahagiaan sang kakak dan masa depan anaknya, Andrea rela melepaskan suami serta buah hatinya dan pergi sejauh mungkin tanpa sepengetahuan mereka. Berharap dengan kepergiannya Gerard dan Lucy akan kembali rujuk, namun rupanya itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya karena bayi lelaki yang ia tinggalkan itu kini tumbuh menjadi anak pembangkang yang merepotkan semua orang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~16
Pagi itu Andrea nampak berjalan mondar mandir di dalam kamarnya karena memikirkan bagaimana menghadapi mantan suaminya jika bertemu nanti, ia mendapatkan kabar jika mereka telah sampai kemarin sore dan ia belum keluar rumahnya sejak saat itu.
Entah mereka menyewa penginapan di mana karena tempat ini lumayan luas tapi bisa saja ia tak sengaja bertemu dengan pria itu di manapun. Sebenarnya ia ingin ambil cuti saja tapi ia bingung ingin membuat alasan apa, menjenguk sang adik tidak mungkin karena adiknya sedang berkuliah di luar negeri.
"Liburan?"
"Ah tidak, dokter Steve pasti kecewa karena aku tiba-tiba memutuskan liburan di hari peresmian pembangunan rumah sakitnya." Ucapnya mengingat pria itu berharap ia bisa menemaninya sepanjang acara, namun ia masih memikirkan permintaannya itu.
Karena pusing tak menemukan ide untuk kabur sementara waktu, akhirnya wanita itu pun memutuskan untuk pergi bekerja saja. Lalu segera membuka pintunya dengan perlahan seraya mengintip apa ada seseorang di luar rumahnya.
Sebenarnya ini masih sangat pagi bahkan mungkin sebagian orang masih terlelap di atas ranjangnya yang empuk, tapi mau bagaimana lagi hanya dengan cara ini keberadaannya minim di ketahui oleh sang mantan. Ia akan berangkat pagi-pagi sekali dan pulang di malam hari sampai pria itu kembali ke kota.
Kemudian wanita itu pun segera berjalan mengendap-endap meninggalkan rumahnya, jarak yayasan dengan tempat tinggalnya hanya beberapa meter dan bisa ia tempuh hanya dengan jalan kali kurang dari lima menit.
Sepanjang perjalanan wanita itu nampak berpapasan dengan warga sekitar yang hendak pergi ke kebun atau pasar dan mereka pun saling menyapa.
"Selamat pagi dokter Andrea," sapa beberapa dari mereka dan Andrea pun langsung menjawab ramah meskipun kini masker medis menutupi sebagian wajahnya.
"Dokter Andrea selamat pagi," sapa yang lainnya.
Andrea tetap membalasnya dengan ramah meskipun selanjutnya nampak mempercepat langkah kakinya, tidak bisakah mereka memanggilnya hanya dengan sebutan dokter saja tanpa perlu menyertakan namanya karena ia takut sapaan mereka di dengar oleh mantan suaminya yang mungkin menginap di salah satu penginapan yang ia lewati.
Beberapa penginapan memang terletak di antara rumah-rumah warga dan maka dari itu membuatnya sedikit was-was saat melewatinya, tidak dahulu tidak saat ini mantan suaminya itu benar-benar meresahkan saja pikirnya.
Beberapa saat kemudian wanita itu pun telah sampai di klinik tempat prakteknya dan rasanya lega sekali karena akhirnya bisa tiba tanpa halangan. Namun sepertinya keadaan sedang mempermainkannya karena saat hendak membuka pintunya ia lupa jika tak membawa kuncinya.
"Tidak, ini tidak lucu." Gumamnya seraya mengorek seluruh isi tasnya dan tidak ada kunci klinik di sana.
"Oh astaga, apa aku harus kembali pulang?" Ucapnya dengan kesal, sangat membutuhkan perjuangan baginya untuk sampai di sini dan kini ia terpaksa pulang untuk mengambil kuncinya kembali.
Saat dalam perjalanan tiba-tiba ia tak sengaja menabrak seorang anak kecil yang sedang berlarian di jalan. "Astaga, kamu tidak apa-apa nak?" Ucapnya seraya membantu bocah itu bangun, entah siapa yang salah karena ia pun juga tak fokus dengan jalanan dan lebih memilih untuk mengedarkan pandangannya barang kali ada sosok mantan suaminya.
Bocah kecil itu pun langsung menatap wajah Andrea dari balik maskernya, lantas tersenyum lebar.
"Anak ini?" Gumam Andrea ketika melihat wajah bocah tampan dan bersih di hadapannya itu, apa dia anak salah satu tamu di daerah sini gumamnya mengingat beberapa wisatawan sudah mulai berdatangan bahkan penginapan milik dokter Steve pun telah penuh semua.
"Aku baik-baik saja, kenapa Bibi menggunakan masker?" Tanya Jiro ingin tahu padahal udara di sekitar sini sangat sejuk dan bersih tanpa sedikit pun polusi mengingat jarang ada kendaraan yang berlalu lalang seperti halnya di ibu kota.
Andrea nampak menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bibi sedang flu iya sedang flu," sahut Andrea beralasan. Sangat mudah baginya untuk menghadapi anak-anak.
"Oh kirain sedang menyembunyikan wajah karena khawatir bertemu dengan orang lain," ucap Jiro menanggapi dan tentu saja itu membuat Andrea langsung menelan ludahnya.
Bagaimana bocah itu bisa tahu maksud dan tujuannya, seperti dukun saja pikirnya atau jangan-jangan bocah itu adalah.....
Memikirkan hal itu Andrea tiba-tiba merinding, hari yang masih pagi dan berkabut membuat suasana sedikit mencekam meskipun itu hanya pikirannya sendiri.
"Nak ini masih sangat pagi, apa yang kamu lakukan di jalanan seperti ini? Ngomong-ngomong kamu tinggal di mana?" Ucapnya ingin tahu.
Jiro pun langsung menunjuk sebuah villa berlantai dua milik dokter Steve yang berada tak jauh dari mereka dan sekarang Andrea mengetahui jika bocah itu adalah anak dari salah satu wisatawan yang sedang berlibur.
"Ini masih sangat pagi, kembalilah ke penginapan mu nak nanti bagaimana jika di cari oleh orang tuamu." Andrea pun meminta bocah itu untuk pulang.
"Bibi sendiri kenapa berkeliaran pagi-pagi sekali?" Tanya Jiro balik dan lagi-lagi membuat Andrea kembali menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sabar Ndre, dia hanya anak kecil yang polos." Gumamnya menenangkan perasaannya.
"Bibi sedang berolah raga, iya berolah raga pagi. Baiklah Bibi pergi dulu ya," ucap Andrea lantas sedikit berlari kecil meninggalkan bocah itu.
Jiro yang masih menatap kepergiannya pun nampak menggeleng kecil. "Bibi yang aneh, kenapa berolah raga memakai pakaian seperti itu?" Ucapnya mengingat wanita itu mengenakan sebuah rok selutut di padukan dengan blazer lengan panjang, rambutnya yang panjang pun di biarkan terurai.
"Tapi kenapa matanya mirip Bibi dokter ya?" Imbuhnya lagi.
"Baiklah aku akan mengikutinya," ucapnya seraya diam-diam mengikuti wanita itu.
Sebelumnya Jiro yang terbangun lebih awal nampak melihat Henry masih pulas di sebelahnya lalu ia segera keluar kamarnya dan di lihatnya beberapa anak buah ayahnya juga masih tertidur di lantai bawah. Karena merasa bosan bocah itu pun memutuskan untuk keluar penginapannya dan matanya langsung takjub ketika melihat pemandangan pagi hari yang begitu sejuk dengan kabut tebal seperti film-film yang pernah ia tonton. Namun sayangnya pagar penginapannya di kunci jadi mau tak mau bocah itu memanjatnya untuk bisa keluar dan setelah itu segera menyusuri jalanan yang nampak sepi pagi itu.
Tak terasa kini Jiro telah berada di depan rumah Andrea setelah berhasil mengikuti wanita itu dan bocah itu pun nampak mengendap-endap masuk yang kebetulan pintunya tidak di kunci.
"Astaga, ba-bagaimana kamu bisa sampai di sini?"
Andrea yang baru keluar dari kamarnya pun sontak berjingkat kaget dan sekaligus merinding saat melihat bocah itu sudah berada di belakangnya, apa bocah itu asli manusia?
tapi bagus sich.. semoga happy ending...walau banyak cerita menyedihkan di tengah cerita
kenapa ganggu jiro.... 😏 pikiran lelaki seperti Gerald terlalu sempit