Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amanat Dari Ayah
Setelah lama bercerita tentang Haris, Renan tiba-tiba terdiam. Ia terlihat gugup dan seperti ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Gendhis yang menyadari perubahan sikap Renan, menjadi penasaran.
"Ada apa, Tuan Renan? Apakah ada hal lain yang ingin Anda sampaikan?" tanya Gendhis, dengan nada yang hati-hati.
Renan menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Gendhis. Ia kemudian menatap Gendhis dengan tatapan yang serius.
"Sebenarnya, ada amanat dari mendiang ayahmu yang ingin saya sampaikan," kata Renan, dengan nada yang pelan.
Gendhis terkejut mendengar perkataan Renan. Ia semakin penasaran dengan amanat yang ingin disampaikan oleh Renan.
"Amanat apa itu, Tuan?" tanya Gendhis, dengan nada yang penasaran.
Renan kemudian menceritakan bahwa sebelum Haris meninggal dunia, ia pernah berbicara dengan Renan tentang masa depan Gendhis. Haris khawatir dengan keadaan Gendhis setelah ia meninggal dunia. Ia tidak ingin Gendhis hidup menderita di rumah itu.
"Ayahmu ingin kamu menikah dengan saya," kata Renan, dengan nada yang tegas.
Gendhis terkejut mendengar perkataan Renan. Ia tidak menyangka bahwa ayahnya memiliki wasiat seperti itu.
"Menikah? Dengan Anda?" tanya Gendhis, dengan nada yang tidak percaya.
Renan mengangguk. "Ya, Gendhis. Ayahmu percaya bahwa saya adalah orang yang tepat untuk menjagamu," kata Renan, dengan nada yang lembut.
Gendhis terdiam sejenak. Ia mencoba untuk mencerna semua informasi yang baru saja ia dengar. Ia tidak tahu harus berkata apa.
"Saya tidak tahu harus berkata apa, Tuan," kata Gendhis, dengan nada yang bingung.
Renan kemudian menjelaskan bahwa Haris telah menceritakan banyak hal tentang Gendhis kepadanya. Haris mengatakan bahwa Gendhis adalah wanita yang baik, cantik, dan pintar. Haris percaya bahwa Renan akan bisa membahagiakan Gendhis.
"Ayahmu sangat menyayangimu, Gendhis. Ia ingin kamu mendapatkan kebahagiaan," kata Renan, dengan nada yang tulus.
Gendhis meneteskan air mata. Ia terharu mendengar perkataan Renan. Ia merasa sangat berterima kasih kepada ayahnya karena masih memikirkannya meskipun sudah meninggal dunia.
"Saya juga sangat menyayangi ayah saya," kata Gendhis, dengan nada yang lirih.
Renan kemudian menggenggam tangan Gendhis. "Maukah kamu menikah dengan saya, Gendhis?" tanya Renan, dengan nada yang penuh harap.
Gendhis menatap Renan dengan tatapan yang penuh keraguan. Ia tidak tahu apakah ia pantas untuk menikah dengan pria sebaik Renan.
"Saya masih belum yakin, Tuan," kata Gendhis, dengan nada yang bimbang.
Renan mengerti dengan perasaan Gendhis. Ia tidak ingin memaksa Gendhis untuk menerima lamarannya.
"Tidak apa-apa, Gendhis. Saya akan menunggu jawabanmu," kata Renan, dengan nada yang sabar.
****
Saat Renan dan Gendhis sedang asyik bercerita tentang Haris, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang keras dari arah pintu depan. Gendhis dan Renan terkejut dan segera menghampiri sumber suara.
Ternyata, Khalisa dan Marina baru saja pulang. Mereka berdua terlihat sangat marah dan menatap Gendhis dengan tatapan yang penuh kebencian.
"Gendhis, apa yang kamu lakukan di sini?" bentak Khalisa, dengan suara yang keras. "Kenapa kamu membawa pria asing ke rumah ini?"
Marina juga ikut marah. "Kamu ini memang perempuan tidak tahu malu. Kamu sudah berani membawa laki-laki ke rumah ini saat kami tidak ada," kata Marina, dengan nada yang sinis.
Gendhis mencoba untuk menjelaskan bahwa Renan adalah teman ayahnya. Namun, Khalisa dan Marina tidak mau mendengarkan penjelasannya.
"Jangan berbohong! Kami tidak percaya denganmu!" kata Khalisa, dengan nada yang kasar.
Marina kemudian menghampiri Renan dan menatapnya dengan tatapan yang curiga. "Kamu siapa? Apa hubunganmu dengan perempuan ini?" tanya Marina, dengan nada yang ketus.
Renan memperkenalkan dirinya sebagai teman dari Haris. Ia mengatakan bahwa ia datang ke rumah itu untuk menyampaikan amanat dari Haris kepada Gendhis.
"Saya adalah teman dari mendiang Bapak Haris. Saya datang ke sini untuk menyampaikan amanat beliau kepada Gendhis," kata Renan, dengan nada yang sopan.
Namun, Khalisa dan Marina tidak percaya begitu saja. Mereka tetap saja curiga dengan Renan.
"Amanat apa? Pasti kamu hanya ingin memanfaatkan Gendhis, kan?" tanya Khalisa, dengan nada yang sinis.
Marina menambahkan, "Kamu pasti ingin mengambil keuntungan dari keluarga kami."
Renan menggelengkan kepalanya. "Saya tidak punya niat buruk. Saya hanya ingin menyampaikan amanat dari teman saya," kata Renan, dengan nada yang tenang.
Gendhis mencoba untuk membela Renan. "Kak, Tante, beliau ini benar-benar teman ayah. Beliau datang ke sini untuk menyampaikan amanat dari ayah," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.
Namun, Khalisa dan Marina tetap saja tidak mau mendengarkan perkataan Gendhis. Mereka sudah dibutakan oleh rasa curiga dan iri hati.
"Sudah cukup! Kami tidak mau mendengar apapun lagi," kata Khalisa, dengan nada yang tegas.
Marina kemudian menarik tangan Gendhis dengan kasar. "Kamu sudah membuat malu keluarga kami. Kamu akan mendapatkan hukuman!" kata Marina, dengan nada yang marah.
Gendhis menangis dan memohon ampun. Ia tidak ingin mendapatkan masalah lagi.
"Kak, Tante, tolong maafkan saya. Saya tidak bersalah," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.
Namun, Khalisa dan Marina tidak peduli dengan permohonan Gendhis. Mereka tetap saja marah dan kesal.
"Kalian berdua memang sama-sama tidak tahu diri. Kalian sudah berani mengganggu keluarga kami," kata Khalisa, dengan nada yang penuh amarah.
Marina kemudian menyuruh beberapa orang untuk membawa Gendhis ke dalam rumah. Gendhis pasrah dan tidak bisa melawan.
Renan yang melihat kejadian itu, merasa sangat heran. Ia tidak mengerti mengapa Khalisa dan Marina bersikap begitu kasar kepada Gendhis.
"Maafkan saya, Tuan. Mereka memang seperti itu," kata salah satu pembantu kepada Renan.
Renan menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan kelakuan Khalisa dan Marina.
"Tapi, ini rumah siapa sebenarnya?" tanya Renan, dengan nada yang bingung.
Pembantu itu terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Renan.
"Ini rumah keluarga Bimantoro, Tuan," jawab pembantu itu, dengan nada yang pelan.
Renan terkejut mendengar jawaban pembantu itu. Ia tidak menyangka bahwa Khalisa dan Marina bukanlah pemilik rumah itu.
"Lalu, siapa mereka sebenarnya?" tanya Renan, dengan nada yang penasaran.
Pembantu itu kemudian menceritakan bahwa Khalisa adalah istri dari Bismo, anak dari mendiang Haris Bimantoro. Sedangkan Marina adalah bibi dari Khalisa.
Renan semakin terkejut mendengar cerita dari pembantu itu. Ia tidak menyangka bahwa keluarga dari Haris Bimantoro ternyata memiliki masalah yang begitu rumit.
****
Setelah mengetahui bahwa Renan adalah teman mendiang Haris, Khalisa dan Marina bukannya merasa bersalah atau malu, mereka justru semakin marah dan bertindak kasar.
Marina, dengan wajah yang penuh amarah, menghampiri Gendhis dan menjambak rambut gadis itu dengan keras. Gendhis menjerit kesakitan dan mencoba untuk melepaskan diri, namun Marina semakin kuat menarik rambutnya.
"Kamu ini memang perempuan tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu membawa laki-laki asing ke rumah ini!" maki Marina, dengan suara yang kasar.
Gendhis hanya bisa menangis dan memohon ampun. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia sudah pasrah dengan perlakuan kasar dari bibinya itu.
"Tante, tolong lepaskan saya. Saya tidak bersalah," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.
Namun, Marina tidak mendengarkan permohonan Gendhis. Ia terus saja menjambak rambut Gendhis dan memarahinya.
Sementara itu, Khalisa tidak kalah marahnya. Ia melampiaskan amarahnya kepada para asisten rumah tangga dan satpam yang membiarkan Renan masuk ke rumah itu tanpa izinnya.
"Kalian semua tidak becus kerja! Bagaimana bisa kalian membiarkan orang asing masuk ke rumah ini tanpa sepengetahuan saya?" bentak Khalisa, dengan suara yang keras.
Para asisten rumah tangga dan satpam hanya bisa menunduk dan meminta maaf. Mereka tidak berani melawan kemarahan Khalisa.
"Maafkan kami, Nyonya. Kami tidak akan mengulanginya lagi," kata salah satu asisten rumah tangga, dengan nada yang ketakutan.
Khalisa tidak peduli dengan permintaan maaf mereka. Ia terus saja memarahi mereka dan melempar barang-barang yang ada di sekitarnya.
"Kalian semua harus dihukum! Kalian sudah membuat saya malu!" kata Khalisa, dengan nada yang penuh amarah.
Khalisa kemudian menyuruh beberapa orang untuk membawa para asisten rumah tangga dan satpam ke ruang belakang. Ia akan memberikan mereka hukuman yang setimpal dengan kesalahan mereka.
Sementara itu, Renan hanya bisa melihat kejadian itu dengan perasaan yang tidak percaya. Ia tidak menyangka bahwa keluarga dari temannya itu ternyata adalah orang yang sangat kejam.
"Saya tidak menyangka bahwa mereka akan bersikap seperti ini," kata Renan, dengan nada yang sedih.
Ia kemudian menghampiri Gendhis yang masih dalam cengkeraman Marina. Ia mencoba untuk melepaskan tangan Marina dari rambut Gendhis.
"Tante, tolong lepaskan Gendhis. Dia tidak bersalah," kata Renan, dengan nada yang sopan.
Namun, Marina tidak mau mendengarkan perkataan Renan. Ia justru semakin kuat menarik rambut Gendhis.
"Kamu jangan ikut campur urusan keluarga kami!" kata Marina, dengan nada yang kasar.
Renan tidak menyerah. Ia terus berusaha untuk melepaskan tangan Marina dari rambut Gendhis.
"Tante, tolong kasihanilah Gendhis. Dia sudah cukup menderita," kata Renan, dengan nada yang memohon.
Akhirnya, dengan susah payah, Renan berhasil melepaskan tangan Marina dari rambut Gendhis. Gendhis langsung berlari ke arah Renan dan memeluknya erat. Ia merasa sangat takut dan tidak berdaya.
"Terima kasih, Tuan Renan. Anda sudah menyelamatkan saya," kata Gendhis, dengan nada yang penuh haru.
Renan membalas pelukan Gendhis dan mencoba untuk menenangkannya. Ia berjanji akan melindunginya dari keluarga Khalisa.