Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dante
Di sebuah mansion tua yang tersembunyi di pinggiran kota, cahaya remang-remang dari lilin kecil bergetar di atas meja kayu. Seorang pria berdiri di depan cermin, menarik napas dalam sebelum merapikan sarung tangan hitamnya. Matanya tajam, tenang seperti lautan tanpa ombak, namun di balik ketenangan itu tersembunyi badai yang siap meledak kapan saja.
Dante.
Nama itu pernah mengguncang dunia bawah. Ia adalah legenda hidup—seorang pembunuh bayaran yang bisa menghilang dalam bayangan, bergerak secepat angin, dan membunuh sebelum musuhnya sempat menyadari keberadaannya. Namun, bertahun-tahun yang lalu, ia memilih untuk pensiun. Melepaskan kehidupan dalam kegelapan.
Tapi malam ini, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia kembali mengenakan pakaian ninjanya.
Dante sudah lama berkecimpung di dunia bawah, kehebatannya bukan isapan jempol belaka. Entah berapa banyak orang yang terbunuh dalam misinya.
Dante menghela napas, merasakan bobot masa lalunya kembali melekat di tubuhnya. Ia tidak ingin kembali ke dunia ini—namun ada sesuatu yang lebih besar dari keinginannya.
Hutang.
Pikirannya kembali ke beberapa jam yang lalu, saat teleponnya berdering.
"Dante, aku butuh bantuan."
Suara di ujung telepon itu terdengar parau, berat, dan dipenuhi urgensi. Dante mengenal suara itu lebih baik dari siapa pun.
Edgar.
"Aku sudah pensiun," Dante menjawab singkat.
"Aku tahu." Edgar terdiam sesaat, lalu menghela napas. "Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepadaku."
Dante tetap diam.
"Cobra Zone, aku akan menyerang Cobra Zone."
Dante mulai tertarik dengan arah obrolannya.
"Kau tidak ada kapoknya, bukannya kau sudah kalah waktu itu? Kenapa ingin menyerang mereka lagi?"
"Kau tahu, hutang jelas harus di bayar! Dan mereka mempunyai hutang yang sangat besar di kehidupanku. Selain itu, bukankah mereka juga mempunyai hutang yang harus di bayar kepadamu?"
Dante terdiam. Ajakan dari Edgar terdengar sangat menarik.
"Kau tahu aku tidak meminta bantuan jika tidak benar-benar membutuhkannya."
Kata-kata itu menggantung di udara.
Dan di saat itulah Dante tahu—ia tidak bisa menolak.
Kini, ia berdiri di atap mansionnya, merapatkan ikatan pada lengan bajunya. Angin malam berhembus dingin, membawa kenangan lama tentang misi-misi yang telah ia tinggalkan. Tapi kali ini bukan tentang uang. Bukan tentang tugas.
Ini tentang hutang.
Dante melompat ke bawah, kakinya mendarat tanpa suara. Dengan satu tarikan napas, ia menghilang ke dalam bayangan, melesat seperti bayangan yang menari di bawah rembulan.
Edgar hanya memberinya satu petunjuk: "Temui aku di terowongan limbah pabrik Lothar Industries."
Jarak antara mansion Dante dan terowongan tersebut berkisar 3 jam, namun dengan kecepatan dan teknik ninjanya dia tiba dalam waktu setengah jam. Ia bergerak secepat angin, berlari di atas atap, melompati gedung-gedung dengan kecepatan yang sulit ditangkap mata manusia biasa.
Namun, ketika ia sampai di lokasi, yang ia temukan hanyalah sebuah van hitam yang terparkir dengan pintu terbuka. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.
Dante menyipitkan mata.
"Aku terlambat."
Tapi hanya sedikit.
Ia berjongkok, menempelkan dua jari ke tanah. Menutup matanya, menarik napas panjang.
Teknik ninjanya bukan hanya tentang kecepatan atau pertarungan. Itu juga tentang pelacakan. Ia merasakan jejak langkah, pergerakan, suara samar yang tertinggal di udara.
Dan dalam sekejap, sebuah gambaran melintas di pikirannya—
Edgar, bersama beberapa orang lainnya, diangkut ke dalam mobil. Darius Voss ada di sana. Mereka bergerak menuju arah timur.
Dante membuka matanya, sorot tajam di matanya kembali muncul.
Tanpa membuang waktu, ia melesat ke atap gedung terdekat, menatap cakrawala kota yang berpendar dalam cahaya lampu neon. Ia melihat mobil yang membawa Edgar dan yang lainnya. Dengan cepat Dante mengikuti mobil itu, melewati atap-atap gedung dan bangunan dengan senyap.
Jauh di sana, di kejauhan, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah kompleks bangunan tua, dikelilingi oleh penjagaan ketat.
Dante menghela napas.
"Sepertinya waktunya telah tiba untuk melunaskan hutang."
Dengan gerakan ringan, ia melangkah ke depan. Bayangannya melebur ke dalam gelap, menghilang tanpa suara.
Dan dengan itu, pemburu kembali berburu.
...****************...
Di dalam ruangan luas yang dikelilingi kaca, cahaya kota berpendar seperti lautan bintang buatan. Aroma cerutu mahal bercampur dengan wangi kayu mahoni dari meja besar di tengah ruangan. Ronan Lucien duduk dengan tenang, setelan hitamnya rapi tanpa cela, mencerminkan wibawa dan kekuatan.
Di hadapannya, empat pria berdiri tegak—Viktor Kane, Darius Voss, Garth, dan Lukas, yang sebelumnya dikenal sebagai Taron. Malam ini adalah malam besar bagi Cobra Zone. Malam di mana mereka akan merancang masa depan.
Ronan menyilangkan jari-jarinya di atas meja, matanya menatap Lukas dengan tajam.
"Lukas," katanya dengan suara tenang namun penuh tekanan. "Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik. Menghancurkan kepercayaan mereka, membawa mereka tepat ke tangan kita… Aku harus mengakui, kau melebihi ekspektasiku."
Lukas mengangguk kecil, tidak ada senyum, tidak ada ekspresi berlebihan. Ia hanya berdiri tegak, menerima pujian itu seperti seseorang yang tahu dirinya memang pantas mendapatkannya.
Ronan menyandarkan punggung ke kursinya, tatapannya masih belum lepas dari Lukas. "Karena itu, aku akan memberikan tempat yang telah lama kosong. Mulai malam ini, kau adalah tangan kananku. Dan peresmiannya akan kita lakukan setelah Nexus Core diluncurkan. Aku ingin melihat sejauh mana kau bisa membawa kita."
Senyum tipis muncul di wajah Lukas.
"Terima kasih, Tuan. Saya akan memenuhi ekspektasi anda."
Ronan lalu mengalihkan perhatiannya ke Garth.
"Untukmu, aku punya tugas lain."
Garth menegakkan tubuhnya, siap menerima perintah.
"Mulai sekarang, kau yang mengelola Pabrik Lothar Industries di utara. Pastikan semuanya berjalan lancar. Jangan ada gangguan, terutama dalam produksi Nexus Core."
"Mengerti, Tuan."
Ronan mengangguk kecil, lalu memandang Viktor dan Darius.
"Dan kalian," suaranya sedikit lebih berat, "akan mempersiapkan masa depan Cobra Zone yang lebih cerah."
Ia menatap mereka satu per satu, memastikan mereka benar-benar mengerti betapa pentingnya perintah ini.
"Dengan Nexus Core dalam kendali kita, tidak ada yang bisa menghentikan kita. Cobra Zone bukan sekadar organisasi dunia bawah. Kita adalah masa depan. Dan hanya mereka yang cukup kuat yang bisa menciptakan masa depan itu."
Viktor dan Darius bertukar pandang sebelum kembali menatap Ronan dengan penuh keseriusan.
"Jangan kecewakan aku."
Mereka mengangguk, memberikan penghormatan singkat.
"Sekarang kalian boleh pergi."
Tanpa kata lain, mereka berbalik dan berjalan keluar ruangan. Pintu tertutup perlahan, meninggalkan Ronan seorang diri.
Hening.
Ia menarik napas dalam, lalu berdiri dari kursinya. Langkahnya tenang saat ia berjalan ke arah jendela kaca besar yang menghadap kota. Tangan kanannya masuk ke saku celana, sementara tangan kirinya menggenggam gelas kristal berisi minuman. Ia menggoyangkan cairan dalam gelas itu perlahan, matanya tetap fokus pada lautan cahaya yang berkedip-kedip di bawah sana.
Sebuah senyum kecil terukir di wajahnya.
Dengan suara rendah, hampir seperti bisikan, ia berbicara kepada dirinya sendiri.
"Dengan ini, Cobra Zone akan memulai babak baru."
Cahaya kota yang terus berpendar seolah menyetujui kata-katanya.
"Kita yang akan menjadi pengawas dunia yang baru."
Ia mengangkat gelasnya sedikit, seakan memberikan penghormatan kepada masa depan yang telah ia ciptakan.
Namun, di malam itu. Ronan tidak menyadari, bahwa kelompok kecil yang dihiraukannya, akan menjadi masalah besar di masa depan nanti.