Ini hanyalah fiktif belaka.
Surya selalu saja dihina oleh juragan Karya dengan kemiskinannya, dia juga selalu dihina oleh banyak orang di kampungnya karena memiliki wajah yang cacat dan juga sudah berusia tiga puluh tahun tapi belum menikah.
Ada bekas luka sayatan di wajahnya, karena pria itu pernah menolong orang yang hampir dibunuh. Namun, tak ada yang menghargai pengorbanannya. Orang miskin seperti Surya, selalu saja menjadi bahan hinaan.
"Jika kamu ingin kaya, maka kamu harus bersekutu denganku."
"Ta--- tapi, apa apakah aku akan menjadi pria kaya kalau bersekutu dengan Iblis?"
"Bukan hanya kaya, tetapi juga tampan dan memiliki istri yang kamu inginkan."
"Baiklah, aku mau bersekutu dengan kamu, wahai iblis."
Akan seperti apa kehidupan Surya setelah bersekutu dengan Iblis?
Akankah kehidupan yang lebih baik? Atau malah akan kacau?
Yuk kepoin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa perasaanku tidak enak?
Surya terlihat begitu senang sekali karena dia pulang dengan membawa uang, sejak pagi Surya pergi ke kota bersama dengan sahabatnya dari kampung sebelah. Surya diajak mengantarkan sayur ke kota, dia pulang dengan membawa uang upah sebesar empat ratus ribu.
Pria itu terlihat begitu senang sekali dengan penghasilannya, makanya dia pulang dengan tak sabar dan memanggil manggil nama ibunya.
Namun, dia merasa heran ketika Surya tiba di depan rumah, karena pintu rumah itu terbuka dengan lebar. Padahal, seingatnya dia hanya membuka sedikit pintunya, agar ibunya tak kesusahan saat keluar. Karena kunci pintunya sudah dol.
"Ibu! Ibu di mana? Kenapa pintunya ngablak begini? Apakah Ibu sedang di luar?"
Surya sempat mengedarkan pandangannya, di depan rumahnya ada mobil milik Juragan Karya. Dia sempat merasa heran, tetapi dia tidak bisa menuduh karena tidak ada Juragan Karya di sana.
"Kenapa mobil dia ada di sini? Apa dia sedang berada di sekitar sini?" tanya Surya kepada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Surya ingat akan Juragan Karya yang suka melakukan sesuatu hal yang berbahaya, pria itu juga begitu suka menghina dirinya. Surya jadi berpikir, mungkin pria yaitu sedang mencari dirinya dan ingin menghina dirinya kembali.
"Tapi, aku pergi sejak pagi. Mana mungkin dia mau menunggu, atau---"
Dia teringat akan ibunya yang tak berdaya, dia takut kalau ibunya itu sedang dianiaya oleh Juragan Karya. Karena pria itu tidak menyukai dirinya, takut takutnya Juragan Karya melampiaskannya dengan menyakiti ibunya.
Dengan cepat Surya masuk ke dalam kamar ibunya tersebut, sungguh saat ini yang terbersit di dalam otaknya adalah juragan karya sedang menganiaya ibunya tersebut.
"Ibu! Ibu sedang apa? Apakah ibu baik-baik saja?" tanya Surya sambil menghampiri ibunya yang kini sedang duduk dalam keadaan lemah.
Tanpa Surya tahu, Juragan Karya masih ada di balik jendela. Dia menatap Sari dengan tatapan tajamnya, pria itu bahkan menunjuk ke arah Surya. Lalu, menunjukkan sebuah belati kecil yang begitu tajam.
Juragan Karya seolah sedang mengancam Sari bahwa pria itu akan membunuh Surya, kalau Sari mengatakan hal yang tidak-tidak tentang apa yang sudah terjadi di antara keduanya.
"Ibu! Ibu kenapa sih? Kenapa ibu kelihatan seperti ketakutan begitu? Apa yang sudah terjadi? Apa tadi Juragan Karya ke sini dan memarahi atau menganiaya ibu?"
Sari hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena dari luar jendela Juragan Karya nampak menusuk menusukkan pisau itu ke arah Surya. Pria itu seolah sedang memeragakan kalau Juragan Karya sedang menusuk tubuh Surya.
"Ibu! Katakan ada apa sebenarnya? Ibu tidak biasanya ketakutan seperti ini??
Sari kembali menggelengkan kepalanya, dia takut jika dia membuka suara, maka putranya akan dalam keadaan bahaya.
"Kalau Juragan Karya melakukan hal yang tidak baik, Ibu bilang saja. Jangan takut," ujar Surya.
Sari terharu mendengar apa yang dikatakan oleh putranya, karena putranya begitu ingin melindungi dirinya. Namun, tetap saja dia sangat ingat kalau mereka adalah orang miskin.
Juragan Karya adalah orang paling kaya di kampung tersebut, tentunya mereka tidak bisa berbuat apa-apa walaupun Juragan Karya melakukan hal yang tidak pantas kepada mereka.
Jika mereka melawan, maka Juragan Karya akan mengarahkan orang-orangnya untuk menghancurkan Sari dan juga Surya. Sari tidak mau hal itu terjadi kepada dirinya dan juga anaknya.
"Tidak apa-apa, tadi Ibu hanya kesakitan. Sedangkan di rumah tidak ada kamu, makanya Ibu tadi menangis karena kesakitan."
"Oh begitu, tapi kenapa di depan ada mobil Juragan Karya? Apa tadi dia ke sini?"
"Ya, tadi dia nanyain kamu. Katanya mau nawarin pekerjaan," jawab Sari berbohong.
"Oh, tapi aku nggak mau ngambil kerjaan dari dia, Bu. Upahnya terlalu murah, dia itu kayak yang mau hina kita terus," ujar Surya.
"Terserah kamu saja, yang penting kalau nolak jangan bikin dia marah. Ngomong secara baik-baik saja," ujar Sari mengingatkan putranya agar tak mencari masalah.
"Iya, Bu. Surya tahu, oh iya Bu. Ini aku dapat uang empat ratus ribu, ini bisa buat ibu berobat. Ibu mau berobat sekarang apa nanti?"
"Besok saja kalau pagi sudah tiba, ini sudah mau sore loh."
"Iya sih, Bu. Aku juga ada kerjaan lagi, aku diminta temanku untuk mengantarkan sayuran ke ibu kota selepas maghrib. Apakah ibu membolehkan? Soalnya ini upahnya lumayan gede," ujar Surya.
Sari tersenyum senang, dia merasa bahagia kala putranya akan pergi untuk menghasilkan uang. Dia tidak boleh melarang anaknya tersebut, karena jika putranya mendapatkan penghasilan yang banyak, itu artinya keadaan Surya akan lebih baik lagi.
"Ya sudah, kamu pergi saja. Ibu tidak apa-apa sendirian di rumah, yang penting kamu harus jaga stamina. Jangan sampai kelelahan, kalau misalkan nanti di jalan kamu mengantuk, kamu tidur saja dulu."
Juragan Karya menyeringai saat mendengar Surya akan pergi ke kota malam ini, karena sudah merasa tenang dengan informasi yang sudah didapatkan, pria itu langsung pergi dari sana dengan kebahagiaan yang tidak terkira.
Namun, pria itu memutuskan untuk pergi dengan berjalan kaki saja. Tidak mungkin dia pergi dengan membawa mobilnya, karena nanti Surya pasti akan curiga kalau misalkan dia pergi dengan mobilnya tersebut.
"Iya, Bu. Terima kasih atas pengertiannya, kalau begitu sekarang Ibu makan ya. Habis itu minum obat, terus istirahat aja."
"Iya," jawab Sari.
"Oiya, Bu. Kalau misalkan aku pergi, apakah Ibu berani di rumah sendirian? Atau, mau minta ditemani sama tetangga?"
Kalau minta ditemani kepada tetangga, itu artinya Surya harus mengeluarkan uang untuk mengupahi orang tersebut. Sari tidak mau terlalu merepotkan anaknya.
"Gak apa-apa, gak usah memanggil tetangga untuk menemani Ibu. Ibu itu hanya kesulitan bergerak, bukan lumpuh total."
"Baiklah, kalau begitu nanti malam Surya akan pergi. Ibu hati-hati di rumah," ujar Surya.
"Ya," jawab Sari.
Selepas maghrib Surya menyiapkan makanan untuk ibunya, dia juga memberikan uang yang dia dapatkan kepada ibunya semuanya. Karena Surya sudah mendapatkan uang bensin dan uang makan untuk dia pergi ke ibu kota.
Lalu, pria itu pergi ke ibu kota dengan membawa mobil pick up yang penuh dengan sayuran. Dia akan mengatur sayuran tersebut ke pasar Induk, dia pergi sendiri agar uang makannya bisa dia pegang semua.
"Astagfirullah! Kenapa perasaanku tidak enak?" ujar Surya ketika dia sudah melajukan mobilnya tersebut selama 3 jam lamanya.
Pria itu sampai menepikan mobilnya terlebih dahulu, dia mengucap istighfar beberapa kali sambil mengelus dadanya.
"Semoga saja tidak akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan," ujar Surya yang kembali melajukan mobilnya menuju ibu kota.
tapi itu Heni terbangun .. dan dia sadar dngn kondisi nya yang ga pake baju ?? apakah gagal ya penumbalan nya.. Heni masih hidup kah ??