Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?
walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?
Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ice cream dan snack
Happy reading guys :)
•••
“Vee, itu kak Galen udah datang,” ujar Karina, menunjuk ke arah sebuah mobil hitam berjenis MPV yang sudah terparkir di samping pagar sekolah.
Vanessa mengikuti arah tunjuk Karina, mengangguk, berpamitan kepada sang sahabat, lalu berjalan mendekati mobil milik sang kakak.
“Selamat sore, Kak,” sapa Vanessa, setelah dirinya masuk ke dalam mobil.
Mendengar suara Vanessa, membuat Galen yang sedari tadi sedang sibuk dengan handphone miliknya sontak menoleh, tersenyum manis saat mendapati sang adik telah duduk di samping dirinya.
“Sore juga, Dek. Gimana hari ini sekolahnya? Lancar?” Galen mematikan handphone, menaruh benda pipih itu ke dalam saku jas yang sedang dirinya kenakan.
“Lancar, kok, Kak.” Vanessa menaruh tasnya ke kursi belakang. “Oh, iya, Kak. Hari ini Adek dapat teman baru, loh.”
Galen mulai menjalankan mobil menjauhi area sekolah. “Iya, kah? Bagus, dong, tapi kamu juga harus ingat, pintar-pintar cari teman, jangan sampe kejadian beberapa bulan yang lalu ke ulang lagi.”
Vanessa mengangguk, mengingat kejadian beberapa bulan lalu, membuat tubuhnya seketika bergetar. Ia masih tidak menyangka, bahwa orang yang telah dirinya anggap sebagai sahabat baik dapat melakukan hal seburuk itu kepadanya.
Galen melirik sekilas ke arah Vanessa, mengusap lembut puncak kepala sang adik saat menyadari tubuh orang yang dirinya sayangi itu bergetar. “Udah, jangan dipikirin lagi, semuanya udah berlalu.”
Vanessa mengangguk, menopangkan dagu, melihat ke arah jendela mobil untuk menikmati suasana kota yang mulai terlihat ramai.
“Jadi, teman baru kamu itu gimana, Dek?” tanya Galen, berusaha menghilangkan bayang-bayang masa lalu dari pikiran Vanessa.
Vanessa menutup mata sejenak, beberapa kali mengembuskan napas panjang sebelum menceritakan tentang Angelina kepada sang kakak.
Galen mengerutkan kening, melirik sekilas ke arah Vanessa kala sang adik belum juga menjawab pertanyaannya. “Dek, are you okay?”
Vanessa mengangguk, menoleh ke arah Galen dengan menunjukkan sebuah senyuman manis. Ia mulai menceritakan semua hal tentang Angelina yang dirinya tahu kepada sang kakak, mulai dari kesamaan mereka, hingga prestasi yang telah diperoleh oleh gadis itu.
“Keren, kapan-kapan kenalin Kakak ke dia, ya, Dek?” Galen melihat ke arah spion, lalu membelokkan mobil menuju sebuah supermarket.
“Iya, Kak. Nanti pasti Adek kenalin.” Vanessa melihat ke arah depan, mengerutkan kening bingung saat sang kakak membelokkan mobil ke arah supermarket. “Kak, kita ngapain ke supermarket? Bukannya bahan makanan masih banyak, ya. Kita, kan, baru aja belanja bulanan beberapa hari yang lalu.”
Galen memberhentikan mobil di parkiran. “Iya, Kakak tau.”
“Terus kita ngapain ke sini, Kak?” tanya Vanessa, melihat Galen yang sudah melepaskan seatbelt.
“Bikin mood kamu bagus lagi. Ayo, turun, kita beli ice cream kesukaan kamu,” ajak Galen, keluar dari dalam mobil.
Mendengar itu, membuat kedua mata Vanessa berbinar-binar. Ia dengan cepat keluar dari dalam mobil, menghampiri sang kakak yang sudah menunggunya di luar.
Vanessa dan Galen berjalan beriringan memasuki supermarket, mencari freezer untuk membeli beberapa macam ice cream kesukaan Vanessa. Selain membeli ice cream, Galen juga membelikan berbagai macam snack untuk sang adik makan.
“Kak, serius beli snack sebanyak ini?” tanya Vanessa, melihat banyaknya snack pada troli yang sedang sang kakak dorong.
Galen hanya mengangguk sebagai jawaban, kembali mengambil beberapa snack dan memasukkannya ke dalam troli.
“Siapa yang mau makan semua ini, Kak?” Vanessa memperhatikan Galen yang masih terus mengambil berbagai macam jenis snack.
“Kamu, lah, Dek. Emang siapa lagi?” Galen mengedarkan pandangan, tersenyum saat melihat sebuah kue yang sering dibuat oleh mendiang ibundanya. “Dek, tunggu di sini sebentar, ya, Kakak mau ambil sesuatu.”
Vanessa mengangguk, melihat sang kakak yang sudah pergi menuju deretan rak kue. Selagi menunggu, ia membuka handphone, membalas beberapa chat yang dirinya terima dari teman-teman sekelas.
“Dek, coba lihat ini,” ujar Galen, seraya mengangkat kue yang telah dirinya ambil.
Vanessa mengangkat kepala, mendapati Galen yang sudah tersenyum ke arahnya dengan membawa beberapa toples kue di tangan. “Kaasstengels?”
Galen mengangguk, menaruh beberapa toples kue Kaasstengels yang telah dirinya ambil ke dalam troli. “Iya, kamu suka, kan?”
“Adek, suka, kok, Kak, tapi ini banyak banget, loh, gak mungkin, kan, Adek bisa ngehabisin ini semua sekaligus,” tutur Vanessa.
Galen mencubit pelan hidung pesek milik sang adik. “Kan, buat stok, Adekku yang paling cantik. Kakak juga gak sejahat itu buat nyuruh kamu ngehabisin ini semua sekaligus.”
Vanessa menggaruk keningnya yang tidak gatal. “Kirain, kan, Kakak nyuruh Adek buat ngehabisin sekaligus.”
“Nggak, lah.” Galen kembali memegang troli. “Ayo, ke kasir.”
Vanessa mengangguk, berjalan di samping sang kakak yang sedang mendorong troli belanjaan mereka.
•••
Langit berubah menjadi gelap, matahari telah meninggalkan dunia untuk mengistirahatkan tubuhnya. Bulan dan ribuan bintang hadir menggantikan sang surya menyinari dunia.
Di depan ruangan musik SMA GARUDA SAKTI, kini terlihat Angelina yang baru saja selesai mengunci pintu ruangan. Malam ini, ia adalah siswi terakhir yang masih berada di dalam lingkungan sekolah.
Angelina melangkahkan kaki menyusuri koridor, melihat beberapa ruangan kelas yang telah gelap seraya bersenandung, berusaha menghilangkan rasa sunyi yang sedang melandanya.
Kening Angelina mengerut, mendapati lampu ruangan kelasnya yang masih menyala. Ia berjalan mendekat untuk mematikan lampu. Namun, saat dirinya memasuki kelas, Angelina dibuat terkejut ketika melihat tiga orang teman sekelasnya masih berada di dalam ruangan.
“Nadine, Chelsea, Cindy, kalian belum pulang?” tanya Angelina, mendekati ketiga gadis yang masih sibuk dengan kegiatan mereka.
Mendengar nama mereka dipanggil, membuat ketiga gadis itu sontak menoleh, menghentikan kegiatan yang sedari tadi sedang mereka kerjakan.
“Hai, Ngel. Lu belum pulang?” sapa dan tanya Chelsea, tersenyum seraya memasukkan sesuatu hal ke dalam tas miliknya.
“Belum. Kan, gue baru aja selesai ekskul musik. Kalian sendiri kenapa belum pulang?” Angelina melihat ketiga gadis itu secara bergantian.
Chelsea, Nadine, dan Cindy saling pandang. Mereka bertiga lalu tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Angelina.
“Ini, Ngel. Kami lagi gambar, sampai lupa waktu kalo ini udah malam,” jawab Nadine, menunjukkan hasil gambarannya kepada Angelina.
Angelina melihat sketchbook milik Nadine. Ia memuji gambaran gadis itu yang terlihat sangat bagus. “Bagus banget, Din.”
“Thanks, Ngel.” Nadine menutup sketchbook, lalu menaruhnya ke dalam tas.
“Ya, udah, balik, yuk, udah malam. Apa kalian masih mau di sini?” ajak Angelina, seraya memegangi kedua tali tasnya.
Ketiga gadis mengangguk, menggendong tas milik masing-masing, mematikan lampu, lalu berjalan beriringan meninggalkan kelas bersama dengan Angelina.
Di sepanjang perjalanan, keempat gadis itu mengobrol dan tertawa bersama-sama, guna menghilangkan rasa sunyi yang sedang melanda di antara mereka.
To be continued :)