Almira Dolken tidak pernah menyangka hidupnya akan bersinggungan dengan Abizard Akbar, CEO tampan yang namanya sering muncul di majalah bisnis. Sebagai gadis bertubuh besar, Almira sudah terbiasa dengan tatapan meremehkan dari orang-orang. Ia bekerja sebagai desainer grafis di perusahaan Abizard, meskipun jarang bertemu langsung dengan bos besar itu.
Suatu hari, takdir mempertemukan mereka dengan cara yang tak biasa. Almira, yang baru pulang dari membeli makanan favoritnya, menabrak seorang pria di lobi kantor. Makanan yang ia bawa jatuh berserakan di lantai. Dengan panik, ia membungkuk untuk mengambilnya.
"Aduh, maaf, saya nggak lihat jalan," ucapnya tanpa mendongak.
Suara berat dan dingin terdengar, "Sepertinya ini bukan pertama kalinya kamu ceroboh."
Almira menegakkan tubuhnya dan terkejut melihat pria di hadapannya—Abizard Akbar.
"Pak… Pak Abizard?" Almira menelan ludah.
Abizard menatapnya dengan ekspresi datar. "Hati-hati lain ka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman lembut
Di kamarnya Almira terduduk di dekat jendela.Ia mengingat kembali saat Abizard mengatakan padanya jika ia menerima keputusan Almira dengan lapang dada.
"Apa yang aku pikirkan? Bukankah ini keputusanku?." batin Almira.
Tak berapa lama ponselnya berdering, Almira melirik sekilas nama yang tertera di layar ,lalu ia baru mengangkatnya,
"Debora, belum saru hari kau sudah menghubungiku."
"Al, katakan dimana kamu ?Aku ingin bicara denganmu?."
Tubuh Almira menegang seketika , mendengar suara yang tak asing itu menggelegar di telinganya. Almira dengan cepat langsung memutuskan panggilan itu.
"Damn it"
Kesal Abizard.Debora menatap kekesalan Abizard tersebut .Namun ia tak berani mengatakan dimana Almira kini berada.
"Nona Debora,tolong beritahu dimana Almira berada."
"Aku ingin berbicara dengannya." ucap Abizard penuh emosi.
"Maafkan saya, Pak.Saya sudah berjanji pada Almira untuk tak memberitahu siapa pun."
Abizard Mengepalkan tangannya, menahan amarah yang hampir meledak. Napasnya memburu, sementara Debora tetap berdiri di tempatnya, berusaha terlihat tegar meski hatinya bimbang.
"Debora, kamu tahu seberapa penting ini buatku." Suara Abizard melembut, mencoba meredakan ketegangan.
"Aku cuma ingin memastikan Almira baik-baik saja. Aku gak akan memaksa kalau dia gak mau ketemu. Aku cuma… butuh penjelasan."
Debora menunduk. Ia tahu betapa Abizard peduli pada Almira, tapi janji tetaplah janji.
"Saya mengerti, Pak Abizard," jawab Debora pelan.
"Tapi Almira minta waktu. Dia bilang dia butuh sendiri dulu."
Abizard langsung pergi meninggalkan Debora. Abizard yang sudah mencatat nomor baru Almira secara diam-diam itupun meminta salah satu anak buahnya untuk melacak keberadaan Almira.
Tak butuh waktu lama,Abizard kini sudah mengetahui keberadaan Almira itupun langsung menuju ke bandara.
"Siapkan pesawat untukku!Aku ingin ke Bali saat ini juga!." ucapnya penuh penekanan.
Pesawat pribadi Abizard lepas landas dalam waktu singkat. Sepanjang perjalanan, pikirannya penuh dengan bayangan Almira. Ia tak peduli seberapa marah Almira nanti, ia hanya ingin menemuinya, memastikan keadaannya baik-baik saja, dan… mungkin memperbaiki apa yang sudah terlanjur hancur.
Di sebuah vila kecil di tepi pantai Bali, Almira duduk di beranda, menatap matahari terbenam. Angin lembut menerpa wajahnya, seolah berusaha menenangkan kegelisahan yang selama ini menguasai hatinya.
“Aku butuh waktu… tapi apa waktu benar-benar bisa menyembuhkan semuanya?” gumamnya pelan.
Tiba-tiba suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Almira tertegun. Ia tak menunggu tamu siapa pun. Dengan hati-hati, ia melangkah menuju pintu dan membukanya.
Sosok tinggi berdiri di sana, dengan tatapan penuh tekad. Abizard.
“ Pak Abizard?”
Suara Almira bergetar, campuran antara kaget dan tak percaya.
Abizard menatapnya dalam-dalam, menahan napas sejenak sebelum akhirnya berkata,
“Almira, kita harus bicara. Aku gak akan pergi sampai kamu dengarkan aku.”
Almira mundur selangkah, hatinya diliputi kebingungan.
“Bagaimana Anda bisa menemukanku?”
“Aku punya caraku sendiri,” jawab Abizard tegas.
“Tapi itu gak penting sekarang. Yang penting adalah… aku gak bisa terus seperti ini, Al. Aku gak bisa kehilangan kamu.”
Almira terdiam, menatap mata Abizard yang penuh kesungguhan. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini berputar di kepalanya perlahan muncul ke permukaan, siap untuk dijawab.
“Anda datang jauh-jauh hanya untuk mengatakan itu? Bukankah sudah jelas bahwa saya tak memiliki perasaan pada Anda?."tanyanya, mencoba menahan emosinya.
"Saya rasa Anda salah mengartikan ucapan saya. Sebaiknya Anda keluar." usir Almira.
Tiba-tiba Abizard menarik curug leher Almira,lalu mencium Almira dengan paksa.Tentu saja Almira terbelalak mendapat serangan tiba-tiba dari pria yang dianggapnya sebagai atasannya tersebut.
Almira mendorong Abizard,
"Apa yang Anda lakukan?." pekik Almira.
Abizard menatap Almira yang tampak marah dan ketakutan. Ia sendiri terkejut dengan apa yang baru saja dilakukannya. Napasnya memburu, seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan tindakan impulsifnya.
"Almira, dengarkan aku... Aku—"
"Jangan sentuh aku lagi!" potong Almira dengan suara bergetar.
Ia melangkah mundur, menatap Abizard dengan mata penuh kemarahan.
"Apa Anda pikir dengan melakukan itu, segalanya akan berubah? Anda telah melewati batas!"
"Maaf... aku tak bermaksud seperti itu," ucap Abizard, suaranya mulai melemah.
"Aku hanya... aku kehilangan kendali. Aku terlalu takut kehilanganmu."
"Takut kehilangan? Anda tak punya hak untuk merasa seperti itu," balas Almira tegas.
"Keputusan sudah aku buat, dan itu bukan sesuatu yang bisa Anda ubah dengan tindakan bodoh seperti tadi."
Almira mengusap bibirnya, berusaha menenangkan diri. Rasa jijik dan kecewa bercampur menjadi satu. Ia tak pernah menyangka pria yang selama ini ia hormati akan melakukan hal seperti itu.
"Silakan pergi, Pak Abizard," ucap Almira dengan nada dingin.
"Saya tidak ingin melihat Anda lagi."
"Almira, tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan..."
"Keluar!."usir Almira.
Abizard terdiam. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasakan jarak yang tak terjembatani antara dirinya dan Almira. Tatapan dingin wanita itu membuatnya tersadar—tidak ada lagi yang bisa ia lakukan di sini.
“Baik,” gumam Abizard, menundukkan kepala.
“Aku akan pergi. Tapi, Almira… ketahuilah, aku tak pernah berniat menyakitimu. Aku hanya... terlalu mencintaimu dengan cara yang salah.”
Tanpa menunggu jawaban, Abizard berbalik dan melangkah keluar. Suara langkahnya menggema di koridor vila yang sunyi. Almira berdiri mematung, menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Begitu pintu tertutup, tubuhnya lemas, bersandar di dinding.
"Apa yang barusan terjadi?" bisiknya, menatap kosong ke lantai.
Air mata perlahan mengalir di pipinya, perasaan campur aduk antara marah, sedih, dan kecewa memenuhi hatinya. Ia merasa dikhianati oleh seseorang yang seharusnya menjaga batas dan menghormati keputusannya.
Almira menghapus air matanya. Ia tak ingin larut dalam kesedihan lagi. Pria seperti Abizard tidak pantas mengacaukan hidupnya lebih lama.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponsel dan menelepon Debora.
“Deb, aku butuh bantuanmu... Aku harus meninggalkan tempat ini secepatnya.”
“Al, tenang. Aku akan membantumu,” jawab Debora, terdengar khawatir.
“Kita bisa mengatur sesuatu.”
Almira menutup telepon, tatapannya kini penuh tekad. Ia tahu ini saatnya untuk benar-benar menjauh dari masa lalu yang hanya membawa luka.
Di sebuah Vila Abizard menatap dirinya di sebuah cermin.Ia merasa malu dengan perbuatannya kepada Almira.Malam itu Abizard memutuskan untuk kembali menemui Almira dan meminta maaf atas apa yang sudah ia perbuat.
Abizard mengambil kunci mobilnya,dengan berjalan perlahan Abizard pun sampai di vila dimana Almira tinggal.
Tok tok tok
Almira bangkit dari ranjangnya ,betapa terkejutnya Almira melihat sosok Abizard yang sudah berdiri tepat dihadapannya.Dengan cepat Almira langsung menutup pintu kamarnya ,namun usahanua harus gagal sebab tenaganya tak cukup kuat untuk menahan Abizard.
"Mau apa lagi?! Sebaiknya Anda segera pergi.Atau saya akan memanggil keamanan." usir Almira.
"Al, dengarkan aku dulu. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu."
Almira menatap Abizard dengan seksama,ia pun melihat ketulusan pada Abizard.Perlahan Almira membiarkan Abizard masuk ke dalam.
"Baiklah, jika hanya itu saya sudah memaafkan Anda.Sekarang tak ada lagi alasan bagi Anda untuk tetap di sini."
Abizard terdiam sejenak,
"Aku mencintai mu ,Al."
Deg
Seketika jantung Almira berdesir. Ia tak menyangka Abizard akan mengatakan hal itu.
"Dengarkan Aku ,Al. Aku benar-benar mencintaimu dan apa yang kulakukan tadi siang semata-mata karena aku khilaf. Aku tak bisa menahan perasaanku lagi."
Almira masih terdiam,mencerna segala perkataan yang diucapkan oleh Abizard.Dari setiap kata yang ia dengar sama sekali tak menemukan kebohongan di sana melainkan sebuah ketulusan yang membuat hati Almira porak poranda.
"Sudah cukup ,Pak! Saya tak ingin melibatkan perasaan Anda dengan saya. Saya tak ingin mendapat kecaman dari pihak mana pun." tolak Almira.
Abizard mendekati Almira hingga membuat Almira terpojok.
"Aku tak pernah merasakan seperti saat sebelum aku bertemu denganmu.Dan Aku tak peduli dengan orang lain."
Abidzar menyentuh wajah gugup Almira dengan lembut,tentu saja Almira langsung membuang wajahnya ke samping.
"Al, katakan padaku dengan menatap ku . Katakan jika kau tak memiliki perasaan padaku."
Almira terdiam sejenak,
"Saya... "
Abizard menarik dagunya dan menatap kedua mata indah milik Almira.
"Katakan Al, katakan bahwa kau tak mencintaiku."
Namun belum sempat Almira berbicara, Abizard terlebih dahulu membungkam mulut Almira dengan ciuman lembut yang mendarat di bibirnya. Sejenak Almira terdiam dan menikmati ciuman itu. Tak berapa lama Abizard melepaskan ciuman itu.
"Aku mencintaimu Almira Dolken."
Kali ini Abizard mengucap namanya dengan benar. Hal itu semakin membuat Almira meremang.