Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan Itu
Zefanya Alessandra. Gadis cantik dengan tubuh proporsional tak kalah dengan idol K-Pop. Rambut panjangnya selalu terurai kala mengikuti kelas. Kulit putih yang menawan dengan tinggi berkisar 160cm menambah sempurna pesona dirinya. Tak jarang para cowok di kampus memuji dan mencari perhatian. Sikapnya yang sedikit cuek dan dingin dengan cowok dari penjuru manapun menjadi daya tarik tersendiri. Ia pun juga disegani para cowok di kelas karena sikapnya yang tak mudah termakan bujuk rayu buaya.
Kriiiinggg!!
Tangannya meraih jam weker di atas meja. Ia menggeliat di atas kasur kemudian membenarkan posisi duduknya. “Nyamannya..” Ia melipat selimut yang menutupi tubuhnya dan merapikan kasur. Aktivitasnya terhenti. Ia melirik ke arah jam weker. Pukul 05.00. Ia melirik ke arah jendela dan sedikit mengintip keluar, sudah pagi. Ia juga mengambil ponselnya, 05.00 a.m. Itu artinya dia bangun di waktu yang tepat. Tak seperti biasanya yang selalu terbangun sebelum jam weker berbunyi. Ya, dia tidak mimpi buruk pagi ini.
“Haaaaah syukurlah aku tidak bermimpi buruk pagi ini.”
Senyum sumringah menghiasi wajahnya pagi ini. Tidur nyenyak yang selama ini Ia impikan menjadi kenyataan. Ia pun terheran mengapa pagi ini Ia tak mimpi buruk. Bahkan semalam Ia lupa tak minum obat penenang yang diresepkan dokter. Ia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka, menggosok gigi. Berniat pergi jogging pagi. Namun ingatannya kembali ke hari itu. Hari dimana dia ketakutan dengan keberadaan Cici, anjing yang terus saja mencoba mendekatinya.
Setakut itu sama anjing?
Terus kenapa kamu masih pegang tangan aku?
Takut apa modus sama dosen tampan?
Zizi menggelengkan kepalanya setelah lama terdiam. Bayangannya malah tertuju pada lengan kekar Bian yang kala itu Ia genggam erat. Begitu juga tatapan Bian yang lembut dan tulus, meski hanya sekejap mereka bersitatap. Tentu saja membuat jantungnya tak aman. Baru kali ini Ia merasa aneh kepada cowok, tak seperti biasanya.
“Ah bodohnya gue. Gak ah, gak usah jogging mana tau nanti ada anjing lagi. Apalagi kalo ketemu Bian, bisa mati kutu gue karena malu.”
Ia mengurungkan niatnya untuk pergi jogging. Memilih mandi pagi itu. Ia pun tak juga membuat sarapan. Memilih pergi ke kost Felicia untuk mengajaknya sarapan bersama di dekat kampus.
Pagi itu Bian juga tak pergi jogging. Berbeda dengan Zizi, Bian bangun terlambat. Bian adalah orang yang disiplin. Rasanya baru kali ini Ia bangun terlambat. Tidurnya serasa nyenyak sampai-sampai bunyi alarm tak Ia dengar. Ia menggapai ponsel di sampingnya. Tertulis 06.30 a.m. Ya Ia bangun sangat terlambat dari biasanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan kembali melihat ponsel untuk memastikan.
“Sudah sesiang ini? Tidurku pasti sangat nyenyak sampai alarm pun terlewat. Bagaimana dengan mimpi? Sepertinya aku tak bermimpi aneh malam ini.”
Bian bangun dari tidurnya, merapikan kasur dan selimut yang semalam bergelut dengannya. Pergi untuk mandi dan melanjutkan aktivitasnya hari ini. Ah ya ada jadwal mengajar pagi ini di kelas Zizi. Keluar kamar mandi hanya berbalut handuk dipinggangnya, memperlihatkan betapa atletisnya tubuh pria itu. Meraih ponsel hendak mengisi daya. Namun fokusnya teralih pada earphone bertuliskan nama Zee-zee di mejanya. Menghela nafas, menyunggingkan senyum. Ia pun beralih ke walk in closet, mengambil dan memakai pakaian kerjanya. Celana putih dipadukan dengan kemeja panjang berwarna blue ocean, membuat penampilannya sungguh sempurna.
Zizi dan Felicia berjalan di halaman kampus yang dirindangi peopohan. Setelah menyantap sarapan, mereka langsung bergegas menuju kampus. Tak berselang lama sebuah mobil sport berwarna putih melintasi gerbang kampus. Seluruh gadis bersorak kagum melihat mobil sport yang melintas.
“Cowok keren lewat emang sengaruh itu ya. Mobilnya aja keren apalagi orangnya.” Zizi pun ikut membayangkan pesona cowok yang berada di dalam mobil.
“Zi parah loe, ganteng bangeeeet.” Felice menarik lengan Zizi untuk mendekat ke mobil yang terparkir di depan gedung.
“Pagi Pak Biaaan.” sapa para gadis yang saat ini tengah mengerumuni mobil itu.
“Pagi semua.” Jawab Bian singkat.
Mendengar kata Bian, tubuh Zizi berdiri kaku di tempat. Memandang pesona dosen tampan, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia terpesona melihat Bian yang menuruni mobil lengkap dengan tas jinjing ditangannya. Rasanya sungguh sulit digapai.
“Pagi Pak Bian.” celetuk Felice.
“Pagi Felice.” Memiringkan kepala melihat Zizi yang berdiri seperti patung di belakang Felice. “Pagi Zizi. Are you okay?”
Zizi sontak mengalihkan pandangan dan berdehem untuk mencairkkan suasana. Penampilan Bian, senyuman dan sapaannya mampu memporak-porandakan jantungnya.
“Terpesona dia Pak.” Celetuk Felice cekikikan.
Bugh! Zizi meng-geplak bahu Felice dan melayangkan tatapan maut. “Pagi juga Pak. Saya baik.” Jawabnya singkat mencoba menetralisir perasaannya.
“Oke. Saya duluan.” Mengulas senyum dan berjalan menuju kantor.
“Pagi Pak Biaaaan.”
“Ganteng kan?”
“Tau ah gila loe nyeplos aja bawaannya.” Pergi begitu saja meninggalkan Felice.
“Tungguin dooong.” Berlari mengejar Zizi.
Saat berjalan di koridor Zizi diikuti dua cowok yang gak kalah kece. Mereka menggoda dan merayu dengan manisnya. Mereka menawarkan menonton konser bersama besok malam. Alih-alih menanggapi, Zizi hanya menggelengkan kepala keheranan. Sampai tiba di depan kelas, dia berhenti dan berbalik badan. Namun mulutnya seakan terkunci melihat siapa yang berdiri di belakang.
“Ya!! Kalian tuh....” mulutnya terkunci melihat Bian yang ikut berhenti di belakangnya, memiringkan kepala mengisyaratkan bertanya. “Lupain! Gue ada kelas.” Dengan cepat Ia berbalik dan buru-buru masuk ke kelas. Ampun deh malu ke berapa kali ini. Ia berjalan cepat menuju mejanya.
“Pagi semua.”
“Pagi Pak.”
Seperti biasa, perkuliahan Bian semua gadis mengambil tempat duduk paling depan. Mencoba mencuri pandang dengan dosen tampan itu. Tak seperti biasanya, Bian yang selalu stay di depan, kali ini mencoba ke belakang mengitari penjuru kelas.
“Kelihatan dari belakang ya temen-temen?”
Berjalan menuju belakang sembari menjelaskan materi. Para gadis yang duduk di depan sontak mengeluh dengan hilangnya pandangan Bian dari mata mereka. Bian berjalan mengitari ruang kelas. Tiba-tiba sentuhan hangat terasa di tangan Zizi. Hal itu membuat Zizi kaget dan menoleh ke sumber tangan yang tiba-tiba menyentuhnya. Ternyata Bian berdiri tepat disampingnya. Ia pandangi earphone berada di atas mejanya, bergantian dengan punggung lebar Bian yang berjalan kembali ke depan. Ia menyembunyikan senyuman ke arah pandangan lain.
“Sampai di sini paham ya?”
Zizi kembali fokus ke arah dosen tampan yang sudah selesai menjelaskan materi itu. Tak ia duga, tatapannya beradu dengan Bian yang berdiri di depan sana. Bian memiringkan sedikit kepalanya mengisyaratkan bertanya. Hatinya kembali berdegup kencang, entah rasa apa yang baru saja terlintas dibenaknya. Ia sesegera mungkin mengalihkan pandangan dan mencoba berbincang dengan Felice yang duduk di sebelahnya.
“Paham Paaak.” Jawab semua mahasiswa dengan kompak.
“Oh iya saya punya info event seni dan fotografi. Buat temen-temen yang mau hadir bisa dateng hari sabtu sore di gedung seni deket alun-alun ya, mulai jam 16.00-19.00.”
“Asiiik sekalian malam mingguan nih.” Ujar salah satu mahasiwa yang duduk paling pojok belakang.
“Ikutan yuuuk.”
“Asik nih, besok dateng sama aku pokoknya. Ya ya ya aku pengen banget siapa tau ada mahasiswa dari kampus sebelah yang ganteng kaan?” pinta Felice sembari mengguncang-guncang tubuh Zizi.
“Mmmmmm boleh lah”
“Yess. Gitu dong.” Zizi memutar bola matanya melihat kegirangan Felice.
“Pak Bian datang kan?” tanya Rossa, mahasiswi yang paling cantik di kelasnya.
“Mmmm...” melihat ke arah Zizi yang juga melihatnya. “Lihat situasi hari itu. Kalo gak ada acara saya pasti dateng. Oke sampai di sini dulu, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya.” Zizi bernafas lega di belakang sana. Matanya mengikuti Bian yang melangkahkan kaki ke luar ruangan.