"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua-Putriku, ditawan preman satu milliar
Tolong, panggil saya Alisa buka Bu! Saya masih muda, plisuee, terus juga beri jejak vote guys biar Rara bisa senang dan tersenyum terus walau ditinggal bapake... Semoga bahagia terus Rara, sebentar siapkan sandal habis ini part bapake lebih gemesin buat dicubit ginjalnya...
(*・x・)/
Putriku, ditawan preman satu milliar
Bab 2
Setelah mengajari Rara ngaji, puas Kiya, dia masuk kembali ke kamarnya belum sempat masuk, dihadang mamanya dari belakang. "Kiya berhenti dulu, mama mau ngomong sesuatu. "
Dug-Ini nih, bukan kejutan juga bukan prank, jantung Kiya terpompa cepat. Mamanya hampiri, mba Winda mencubit telinga anaknya ke atas. "Masih aja nakal ya gak nurutin tutur mama hah!! "
"Mah.. Mah... Ampun... Ampun...maafin Kiya maaaa, " seru Kiya telinganya memerah karena dicubit mamanya sendiri, Winda berdecak, suaranya didengar anaknya, sepertinya sang mama marah dengannya. Ah pasti karena dia bermain dengan perempuan, Kiya sangat menyesal dalam. "Maaf ma-"
"Bisa gak jangan main sama tuh anak lagi? Gara-gara dia, kamu jadi ikut bandeng! "
"Kamu nggak pernah dengar mama lagi! Kamu ikut-ikutan sama dia, bisa gak ga usah main lagi, apa lagi mama denger tuh kamu mau ajak dia makan malam, "
"Um, kenapa ma? Rara kan kasihan ditinggal sendiri sama ayahnya... Ya udah Kiya ajak, "
Winda mencerocos, "Aduh kamu ini sama saja ya kayak bapakmu, ada adik iparnya di ajak masuk nyelonong, ikan dibawa sama tuh wedon, masa gak resah mama kamu bawa biji kutu kayak dia? "
"Ma! Gak boleh mama bilang kayak gitu! Rara temen aku! "
Winda berkacak pinggang, tak mau mendengar pendapat anaknya. "Terus mama harus bilang waw gitu? Ya jangan lah kau main lagi sama dia, orang anak kayak gitu gak terawat, gak terjamin kesehatannya kalau kamu main sama tuh anak bisa-bisa kamu penyakitan! "
Kiya langsung menggeleng, istighfar. "ma... astaghfirullah ma... Astaghfirullah... "
"Istighfar ma... Kenapa mama marahin Kiya mulu? Kiya juga gak terlalu megang Rara lama, dia perempuan kata mama Kiya gak boleh deketin tangan Kiya ke tangannya, bukan makhrom, tapi sekarang mama kayak benci banget sama Rara. Dia anak baik lho mam, dia juga bantu aku pas dulu aku ngompol pas kelas satu SD, "
"Ih... Kamu ini Kiya! Gak ngertiin mama... Iiii!!! " Gemas Mom Winda ingin sekali mengkrauk wajah anaknya yang selalu menjawab pertanyaannya. Kiya menggeleng cepat, "Kenapa mama benci Rara? Kenapa tetangga juga suka ngomongin Rara? "
"Dia juga gak ada salah sama kalian, apa-apa. Kenapa kalian sebegitunya padanya? "
"Rara temen aku ma, dia sahabat aku. Sampai kapanpun walau mama ngelarang aku main sama dia, aku juga gak bakal nolak, karena mama yang suruh untuk jaga jarak sama perempuan. Tapi kalau Kiya sampe denger mama ngolok-ngolok temen aku, aku tak mau sekamar tidur lagi sama mama. Mama tidur aja diluar, biar aku sama ayah aja yang tidur dalam kamar... " ucap Kiya berani berbicara, Winda melotot tak percaya dengan anaknya yang speakingnya sangat bagus hingga membuatnya tak percaya, saat Brak- pintu kamar, Kiya saja di dobrak keras saat ditutup, itupun didepannya. "Allohuma... Kiya!! "
"Anak siapa sih dia sebenarnya?! Anakku atau anak mas? " serunya tak suka, Winda ke dapur lebih memilih menenangkan diri disana, sedangkan mengabaikan Kiya yang ngambek tak mau di ajak bicara. Kini jam menunjukan pukul 2 sore akan waktunya adzan ashar, sudah mau sore waktunya Rara pulang ke rumah, mandi setelah itu makan sama makanan go-food yang dipesen ayahnya sejak tadi pagi. Saat sampai ke rumah, Rara ngerasa sepi, gak ada yang ia sambut, atau ajak bicara. Iseng ia berucap begini, "Assalamu'alaikum... " ucapnya pelan, menginjak lantai dengan kakinya lalu menoleh kesamping -kanan kiri padahal di tembok sana, depan televisi ada salib dan patung Tuhan Yesus, tapi beraninya Rara mengucapkan seperti itu dirumahnya.
Jelas-jelas kalau ayahnya tahu, ia bisa digebuk, dibuat tak minta ampun. Rara berjalan dengan kaki kotornya, penuh Ledok tanah dan debu menempel sampai keramik putih bersih itu menjadi kotor, berceceran. Rara menaruh pandangannya ke kulkas, dan mengambil sebotol air aqua dingin besar didalamnya lalu dia teguk sampai habis, "Ah sedapnya... " leganya sedikit bersendawa lalu tertawa sendiri, saat akan menutup botol air, tangannya tergelincir membuat tutup botol jatuh kebawah, Gedubrak-karena ia tak memperhatikan ke depan, kepalanya mengenai ujung pintu kulkas dan ia terjatuh klosok ke belakang bersama air dingin ditangannya yang tumpah di wajah. Itu membuatnya sedikit meronta-ronta, "Aaaaaa!!! Kenapa sih!!! "
"Kenapa juga harus jatuh, ihhh! IH!! GA BANGETT!!! " Serunya kesal membanting tutup botol sembarangan, dan bersedekap dada terus sampai ia mengalihkan wajah kesamping, "Rara gak mau bersihin. Pokoknya Rara gak mau, biar ayah aja yang beresin. Rara ke kamar aja... "
Ucapnya tak bersalah sama sekali, Rara langsung melompati genangan air itu dan membiarkan pintu kulkas terbuka lebar, Rara membiarkan juga lampu ruang tamu menyala terus dan pintu di depan dibiarkan dibuka lebar, selebar lapangan sampai hewan luar pun pasti bisa masuk kedalam. Rara berjinjit-jinjit di dalam kamar, dengan gaun kain tipis pink nya ia melompat-lompat di atas kasur, "YEAYY!!! SENANG SEKALI!! YEAYY!!! "
"Ah! Aku mau main sama pororo... "
"Sama bezzzbear juga... "
Ucapnya setelah seru-seruan jingkrak-jingkrak di atas kasur, gadis itu duduk sila di depan banyak boneka yang selalu ia ajak main, ia juga tak lupa dengan cokelat di laci bawahnya untuk ia makan, dengan pilek belepotan Rara terus main sampai puas. "Pororo, tadi aku main seru-seruan sama Kiya! "
Lalu boneka Pororo menjawab, "Oh ya... Main sama Kiya? Memang main apa? Aku kok gak diajak? " Rara tertawa sendiri, membawa masuk boneka beruang cokelat, "Iya, aku sangat penasaran Rara, beritahu dong... Enak ya punya teman yang perhatian, kadang aku tuh sama pororo suka bertengkar gitu, padahal dia penguin tapi daging ku selalu dia rebut, ada jatahnya sendiri... "
Rara langsung berdecak singkat, memarahi pororo. "Pororo, kamu gak boleh rakus gitu. Ayo maaf-maafan sama Bear... "
"Gak ah, dia nyebelin! "
"Astaghfirullah! " seru Rara menutup mulut, mulai mendekatkan kedua boneka itu semakin dekat. Dirinya langsung mengangguk kecil, "Nah begini kalian bisa akur, ayo akur. Aku aja sama Kiya bisa akur, masa kalian enggak? Jangan ya dek ya... "
"Ihhh! Ya udah deh, ini permintaanmu lho Rara. Kalo enggak, dih mana sudi! " seru pororo, si bear cokelat ikut melet. "Brrr! Aku juga gak mau... "
Rara mengangguk, dan memelukkan kedua tangan mereka bergantian, yang satu di bahu pororo yang satu di pinggang bezzzzbear. Sangat senang sekali rasanya, Rara bisa bermain sama mereka, dirinya ikut tertawa bahagia, lalu ia melanjutkan ceritanya, "Jadi tadi ituh, Rara di ajak ngaji sama-sama... Rara juga di ajak, main... Di ajak, ya banyak lah. "
"Katanya kita kalo wudhu dapat pahala, juga kalo shalat dapat pahala, terus kalo baca al-Qur'an dapat pahala, wah aku sampai kaget banyak sekali ya... "
"Enak sekali Kiya mau mengajari Rara, padahal Rara rusuh belum mandi kayak gini... " komentar Rara pada dirinya sendiri, ia memandangi pakaiannya yang lusuh akan tanah selokan dan raut wajahnya yang semakin kusam walau kulitnya bening. Tapi Rara selalu setia menemani temannya, dan membuntuti nya terus. Pororo mengangkat tangan ke atas, "Beruntung sekali! "
"Iya beruntung sekali! " ucap bear setuju. Mereka bertiga saling berpelukan, membuat Rara ikut menitikkan air mata pada kedua bonekanya yang mau mendengar dirinya bercerita, "Terimakasih teman-teman, aku senang sekali berteman dengan kalian. Kalian semua... Adalah myyyyy bestfriend... " ucap Rara sambil melahap setengah cokelat lalu ia kunyah sampai didalamnya lengket-lengket di gigi. Tiba-tiba ada suara gerbrakan, beberapa barang terdengar pecah dari dalam kamar sini. Entah siapa itu, tapi Rara terus bermain tak mengindahkan satupun suara dentingan di ruang tamu, padahal ada orang asing mengacak-acak ruangan, dan sedang mencari sesuatu.
Saat asyik bermain, Rara di selingi menyanyi "Tralalala... "
"Lalalaa... "
Brak! Pintu dibuka lebar, sampai memantul, dinding ikut meloncat mendengar gebrakan pintunya. Seorang pria dengan celana hitam, masker di mulutnya, dan berjaket kulit hitam masuk ke dalam kamar Rara. Baru gadis itu terkejut, memeluk bonekanya dalam, "Si--siapa kamu?? "
"Hah! "
"Siapa kamu!!! " Seru Rara memundurkan diri, gadis itu terlalu takut untuk melawan, karena pria besar di depannya langsung mengacak lemari pakaiannya dan mengacak laci belajarnya juga, Rara sampai tak bisa berkata-kata.
"Aku teman ayahmu. "
"Dia menyuruhku untuk ke kamarnya, kamu tahu dimana kamarnya? Aku susah mencarinya... "
Rara langsung mengerjap mata, oh tujuannya dari ayahnya. Hm... Hm, Rara langsung mengangguk mengerti. "Ayo aku antar, kamar ayah ada disana, jauh harus naik tangga! "
"Oh begitu, bisa kamu antarkan? "
"Boleh, ayo... Biar Rara antarkan paman, " seru Rara turun dari kasur dan menuntun paman itu untuk ke kamar ayahnya yang ada di lantai atas, selama Rara antarkan, ia sangat penasaran dengan keadaan ayahnya selama bekerja. "Apa ayah mencariku? "
"Siapa ka-"
"Mungkin, dia mungkin mencarimu. " jawab paman itu cepat, setelah meninggalkan jawabannya tadi yang tak jadi diucapkan. Rara mengangguk senang, rupanya ia dirindukan, Rara sangat senang, heppy sekaligus loncat-loncat. "Lihat kan pororo, ayah tak pernah meninggalkan Rara! Benar kan dugaan Rara, ayah selalu dimanapun, pasti nyariin Rara, tanpa Rara pasti ayah sudah sedih... " lirih gadis itu bicara sendiri dengan bonekanya, paman di belakangnya menatap anak itu dari atas. 'Gila nih anak, ' gumamnya dalam hati. Terus mengikuti anak itu, karena kesempatan pria itu untuk menjalankan tabiat jahat pada kepala keluarga ini.
"Apa ayah juga makan banyak disana? "
"I-"
"Jangan dijawab dulu! Rara tahu, tahu kok! Rara juga makan lahap di rumah, nanti kalau paman ketemu ayah tolong bilang ya kalau Rara bisa jaga, dan rawat diri sendiri di rumah. Ayah gak perlu khawatir, Rara udah besar... "
"I--iya dek... " jawab pria itu seadanya, yang penting ia harus keluar dari sini. Mereka berdua sampai di depan pintu kamar ayahnya, saat Rara akan membuka knop pintu, pintu kamar ayahnya tak bisa dibuka. Rara langsung merucut bibir. "Yah... Pasti dikunci, paman bawa kunci ayah? "
"Soal itu... Paman lupa tadi, ayahmu sudah menitipkan kunci padaku tapi terjatuh mungkin di jalan saat aku bersepeda motor tadi, apa tak ada kunci yang mungkin dibawa kamu atau apa begitu? "
Rara berpikir sebentar, "Gak ada paman! Rara juga gak pernah ngintip ruang kerja ayah, karena kata ayah privasi. "
"Tapi kalo paman memang kejatuhan kunci kamar ayah di jalan, biar Rara telepon ayah aja buat paman bisa di anterin kunci lagi. Tunggu ya, Rara ambil HP Rara... "
"Eh gak usah. " ucap pria itu menangkap lengan Rara cepat, dan menariknya kembali. Pria itu membenarkan maskernya yang sedikit menurun, "Kamu kembali aja ke kamar ya, "
"Tapi paman, kuncinya bagaimana? "
"Bisa kok, paman bisa tanpa kunci. "
"Hm? Memang bisa ya? " gumam Rara tak percaya, paman didepannya juga sedikit asing baginya, ia merasa tak mengenal paman ini sama sekali tapi ya sudahlah kalau paman ini benar-benar temennya ayah Rara. Rara juga senang karena ada temennya ayah yang datang, dan memberitahu kalau ayah rindu dirinya saat kerja. Rara tersenyum sendiri sambil lompat-lompat turun ke bawah, pria itu menatap kepergian Rara dan segera mengambil penjepit rambut di sakunya lalu mulai mengotak-atik knop pintu, setelah terbuka pria itu tertawa, "Oh cuma gini aja bisamu Ahmad, benar-benar. Anakmu yang polos itu juga mudah dipengaruhi, "
"Bodoh, persis seperti mu Ahmad... "
Ucap pria itu tanpa mempedulikan CCTV kamar menyala kesana-kemari memutari ruangan, pria itu mulai beraksi mencuri sesuatu dari tempat ini dan akan meninggalkan jejak tanpa diketahui siapa dalang dibalik masker hitamnya.
Bersambung...