Hari itu adalah hari yang cerah tapi mendung, dengan matahari yang bersinar di antara awan. Pagi itu embun dingin panas menempel di daun-daun hijau. Hani dari kejauhan melepaskan kepergian saudara laki-lakinya ke tempat peristirahatan terakhir.
Hani dianggap gadis pembawa sial oleh keluarganya. Pria yang dekat dengan Hani, akan mati. Sepupu dan Kakak kandungnya adalah korbannya.
Apakah Hani adalah gadis pembawa sial?
Mengapa setiap pria yang dekat dengannya selalu saja dekat dengan kematian?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Pendaratan Darurat
JLEEEEB!
Perut Hani tertusuk pisau. Pria itu terbelalak. Dia melarikan diri. Tak seorangpun yang melihat kejadian itu karena situasi saat ini di dalam pesawat sangat kacau. Perut Hani dilumuri darah. Hani memegang pisau yang menancap di perutnya. Sakit sungguh sakit. Pandangan Hani menghitam. Tubuhnya melayang, Hani terduduk dipangkuan Valdi.
"Hani, kamu kenapa?" Valdi memegangi pundak Hani yang oleng.
Hani tidak sadarkan diri. Valdi melihat tangan Hani yang berlumuran darah.
"Tolooooong, tolooooong, di sini ada yang terluka!" teriak Valdi.
Perhatian semua penumpang dan Pramugari tertuju kepada Hani. Para penumpang diam, duduk kembali ke kursi masing-masing. Pramugari memeriksa Hani.
"Tolong, siapa di sini yang bisa membantu. Ada yang terluka!" teriak Pramugari.
"Gawat, pesawat kita dibajak," kata salah seorang penumpang.
"Iya, sebaiknya kita semua tenang. Jangan ada lagi korban," sahut penumpang yang lain.
"Saya, seorang Dokter," seorang pria mendekat membawa peralatan medis.
Hani masih di atas pangkuan Valdi. Dokter itu mencoba memberikan bantuan untuk menahan agar Hani tidak terjadi pendarahan.
Lagi-lagi pesawat berguncang hebat. Sang Pilot memberikan pengumuman akan melakukan pendaratan darurat di bandara kota terdekat. Pilot menginstruksikan semua penumpang untuk menggunakan sabuk pengaman. Dokter yang menolong Hani duduk di kursi Hani. Sedangkan Valdi masih setia memangku Hani. Valdi memeluk erat Hani yang tidak sadarkan diri.
Terdengar ledakan dari sayap pesawat. Pesawat kembali berguncang. Kali ini guncangannya membuat semua penumpang terluka. Penumpang kembali riuh. Sekuat apapun para Pramugari berteriak, penumpang tidak bisa tenang.
Pesawat semakin tidak terkendali. Masker oksigen secara otomatis keluar dari tempat penyimpanannya. Valdi memasangkan masker oksigen kepada Hani. Terdengar suara awak kabin.
"Kepada semua penumpang, harap memakai sabuk pengaman. Kami akan melakukan pendaratan darurat. Silakan mengambil pelampung yang ada di bawah kursi Anda."
Pesawat melakukan pendaratan darurat. Pesawat menyentuh air, guncangan terasa semakin hebat. Terdengar benturan keras. Dan akhirnya mereka selamat mendarat di tepi pantai.
BOOOMMMM!
Bunyi ledakan maha dahsyat. Pesawat meledak dengan seketika. Beruntung semua selamat, mereka semua berhasil keluar dari pintu darurat.
Tangis haru pilu jadi satu saat mereka semua menyentuh daratan. Banyak awak kabin, Pramugari dan penumpang yang terluka. Tidak berapa lama terdengar raungan ambulans. Dengan penuh rasa tanggung jawab, seluruh awak kabin pesawat langsung mengevakuasi para penumpang.
Hani, Valdi dan Dokter yang membantu Hani masuk ke dalam ambulans. Di dalam ambulans Dokter dan seorang perawat memasangkan infus dan alat bantu pernapasan kepada Hani.
Mereka tiba di rumah sakit. Hani dimasukkan ke dalam ruangan UGD. Valdi juga segera diobati. Beberapa bagian tubuhnya terluka, kepalanya terbentur dinding pesawat. Kakinya juga sakit karena menahan beban Hani.
"Maaf, teman Anda akan segera dioperasi. Apakah Anda keluarganya?" tanya Dokter rumah sakit kepada Valdi.
"Saya baru hari ini bertemu dengannya. Apakah saya bisa menjadi walinya?" tanya Valdi.
Dokter itu diam dan menuju ke meja administrasi. Tidak berapa lama, seorang perawat menghampiri Valdi membawa setumpuk kertas. Valdi dengan teliti membaca setiap kata dan menandatanganinya.
Tidak berapa lama Hani keluar dari ruangan UGD dibawa menuju ruangan operasi. Valdi dan Dokter yang tadi bersamanya di pesawat, duduk di depan ruangan operasi.
"Kenalkan nama saya Dokter Arash. Saya Dokter umum di Kota B," Dokter Arash memberikan kartu namanya kepada Valdi.
Valdi melakukan hal yang sama, mengeluarkan dompetnya dan memberikan kartu namanya.
"Luka teman Anda sangat dalam. Saya harap teman Anda akan bertahan. Dan kepalanya juga mengalami benturan sangat keras saat pesawat kita menukik tajam," Dokter Arash menghela napas.
"Saya harap dia selamat," ucap Valdi.
Sewaktu di dalam ambulans, Valdi sempat menghubungi seseorang yang ada di kota itu. Dan Orang itu dengan mudah menemukan Valdi di depan ruangan operasi.
"Dokter Arash?"
"Hei, Risa. Apa itu kamu?" Dokter Valdi berdiri di depan seorang gadis.
"Apa kalian saling mengenal?" Valdi memandangi Risa dan Dokter Arash.
"Dokter Arash teman SMA ku," jawab Risa.
"Risa adalah sepupu saya," kata Valdi.
Valdi dari kejauhan melihat orang kepercayaannya berdiri menunggunya. Valdi meninggalkan Risa dan Dokter Arash. Valdi mengajak orang kepercayaannya ke kantin rumah sakit.
"Bos, tanpa sengaja salah seorang penumpang di pesawat merekam ini," orang itu menunjukkan sebuah video kepada Valdi.
Ternyata di dalam video itu, seorang pria berjaket hitam, berkacamata, bermasker mencoba menusukkan pisau ke arahnya. Tapi Hani mencoba untuk menolongnya.
"Tolong selidiki siapa pria itu. Dan apakah dia orang yang sama yang telah mengirimkan pesan ke ponsel ini," Valdi memberikan ponsel Hani.
"Segera laksanakan Bos," Pria itu berpamitan meninggalkan rumah sakit.
Valdi mengingat kata-kata terakhir Hani saat di pesawat. Hani bilang dia adalah pembawa sial. Siapa saja yang dekat dengannya akan sial. Valdi juga ingat pesan yang dikirim seseorang kepada Hani.
Ini tidak ada hubungannya dengan kesialan, ini penguntitan. Ada orang yang menyukai Hani dan orang itu cemburu melihat Hani dekat dengan pria lain. Dan hanya orang gila yang bisa melakukan itu, batin Valdi.
Valdi kembali ke ruangan operasi. Di sana masih ada Risa dan Dokter Arash yang asik ngobrol. Valdi memperhatikan Dokter Arash dari atas sampai ke bawah. Jaket yang dipakainya sama persis dengan orang yang ada di video tadi. Valdi menepis kecurigaannya. Valdi tidak cukup bukti. Valdi duduk bersama mereka.
Valdi merasa tidak tenang. Valdi melihat ada noda merah di sepatu kets putih Dokter Arash. Semakin diperhatikan itu adalah noda darah. Apa mungkin itu noda darah Hani. Kemungkinan iya, karena Dokter Arash telah menolong mengobati Hani di dalam pesawat. Mungkin saja darah Hani jatuh mengenai sepatunya.
Valdi duduk di sebelah Dokter Arash. Valdi membayangkan saat ini dirinya berada di dalam pesawat sedang memangku Hani yang sedang berdarah. Posisi perut Hani saat itu ada di antara kedua pahanya dan kepala Hani ada di tangan kirinya.
Valdi mencocokkan nomor kontak Dokter Arash dengan nomor kontak terakhir yang mengirim pesan ke Hani. Ternyata bukan Dokter Arash. Valdi salah, Valdi sudah mencurigai orang yang salah. Valdi mengirim pesan kepada orang kepercayaannya.
Valdi : Apakah ada info siapa pemilik nomor telepon itu?
Fadil : Tidak terdaftar Bos.
Valdi : Sekarang juga tolong hubungi nomor itu!
Fadil : Ok.
Terdengar suara ponsel yang bergetar dari balik jaket Dokter Arash. Valdi melebarkan kedua matanya. Valdi mendekatkan telinganya.
"Hmmm, maaf Dok. Ponselnya bergetar, apa mungkin ada telepon masuk," tunjuk Valdi ke kantong jaket Dokter Arash.
"Oh iya," Dokter Arash merogoh kantong jaketnya.
Tanpa sengaja Dokter Arash menjatuhkan ponselnya. Ponsel Dokter Arash terus saja bergetar. Layar ponselnya menyala. Valdi melihat dari layar ponsel itu tertulis 'Hani panggilan suara'.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...