NovelToon NovelToon
Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rieyukha

Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEBAGAI PENGGANTI

Marsha mengangkat kepalanya dari bahu Reno ketika Tiara─ Mama Sarah datang menghampiri mereka, Reno langsung mengikuti arah pandang Marsha dengan bingung.

“Mamanya Sarah,” bisik Marsha memberi tahu Reno, agar ia tidak lagi bingung kenapa Marsha tiba-tiba mengangkat kepalanya dari bahu Reno ia juga tidak enak jika harus tetap bergelayut di bahu Reno. Marsha dan Sarah kemudian berdiri menghampiri Tiara dan menyalaminya.

“Marsha, tadi Sarah yang kabari Tante,” ucap Tiara setelah Marsha dan Sarah menciumi punggung tangan Tiara dengan sopan. Marsha hanya mengangguk tersenyum ramah pada Tiara. Tiara pun pamit pergi untuk menjenguk Harris, ia hanya tersenyum mengangguk menyapa Reno. Seperti ia sedang terburu-buru karena tidak lama Tiara kembali dan pamit untuk pulang bersama Sarah.

“Pulang dulu ya, Sha. Lo yang sabar, tadi gue lihat Om Harris baik-baik aja kok.” ucap Sarah memberi tahu, “Gue nggak ngerti kenapa lo nggak boleh masuk, nggak ada yang aneh didalam.” Bisik Sarah kemudian, mengingat sahabatnya itu entah kenapa belum diizinkan melihat Papanya sendiri.

“Thanks ya Sar, doain Papa cepat sehat.” ucap Marsha penuh harap, lalu ia memberi kode dengan melambaikan ponselnya untuk melanjutkan bisikin Sarah tadi lewat chat saja.

Sarah mengangkat kedua jempolnya, “Pasti.” ucapnya meyakinkan.

~

“Kamu antar Marsha pulang ya, Ren. Om Harris masih harus melakukan pengecekan lebih detail lagi, tadi tensinya tiba-tiba tinggi.” Hana datang menghampiri Reno, hampir seharian ia bolak-balik mengurus administrasi, masalah perusahaan dan juga Maya yang belum juga ditemukan keberadaannya.

“Tadi Marsha katanya mau lihat Om Harris dulu, Ma.” Reno memberi tahu. Hana menatap iba pada Marsha yang tengah tertidur disamping Reno.

“Besok aja deh Ren, sekarang bawa Marsha pulang istirahat kasihan tadi kehujanan kan, nanti malah sakit pula.” Hana hendak kembali ke kamar rawat Harris, namun Reno memanggilnya dengan cepat.

“Ma,” Hana berbalik dan menunggu Reno melanjutkannya ucapannya, “Soal masalah tadi, apa memang harus Marsha yang menggantikannya?” sambung Reno dengan berat. Ia belum bisa terima dengan keputusan keluarga besarnya itu.

“Entahlah Ren, Mama juga nggak tahu.” Hana kembali duduk disamping Reno, ia berbisik khawatir Marsha mendengarnya. “Maya belum ditemukan, kemungkinan besar dia keluar negeri atau malah masih di dalam.”

“Maksudnya?”

“Penemuan orang suruhan Papa, sepertinya ada yang menggunakan identitas Maya. Papa bilang masih dicari tahu Maya pakai yang keluar negeri atau tidak.”

“Kenapa nggak lihat CCTV-nya Bandara Ma?”

“Semua CCTV menunjukkan itu Maya, baik di Bandara maupun Stasiun. Dihari yang sama, di waktu yang hanya berbeda beberapa menit. Bandara dan Stasiun jarak yang jauh nggak mungkin bisa ditempuh secepat itu, Ren.”

Reno memijat pelipisnya, ia semakin pusing memikirkannya. Marsha yang sedari tadi tidak sadar memeluk lengan Reno menggeliat pelan membuat pelukannya semakin erat pada Reno. Hana hanya tersenyum kecil melihat anaknya mematung karena ulah keponakannya itu.

“Udah ah, kasihan tu adikmu udah nggak sadar mana guling mana kamu.” kekeh Hana, “Mama balik ke kamar Om Harris dulu, Tante Nadia lagi menemui dokter pas Mama keluar.” Reno mengangguk mengiyakan, ia tersenyum miris mendengar kata ‘adik’ dari Hana.

Flashback On

“Mbak, Mas Harris kenapa?” Hana berlari menghampiri Nadia yang masih berdiri dengan panik dan cemas di depan ruang ICU. Reno dan Candra menyusul dibelakangnya. Nadia tampak kusut, wajahnya terlihat frustrasi, matanya sembab dan tak henti mengeluarkan air mata.

“Ma-Maya kabur Han...” ucap Nadia terbata, ia terkulai lemah yang langsung disambut oleh Reno untuk duduk di kursi yang berada disana. Untuk beberapa saat tidak ada yang menanggapi ucapan Nadia, semua tampak kaget dan kebingungan.

“Tenang Mbak, aku bakal minta tolong orang Mas Candra untuk mencari Maya.” Hana melirik suaminya, memberi kode untuk berbicara berdua, sedangkan Reno masih merangkul Nadia untuk menangkannya.

“Han,” panggil Nadia lemah, ia memberi secarik kertas milik Maya.

Hana mengambilnya dan ia langsung membuka dan membacanya bersama Candra, matanya melirik Nadia, sekali ia juga mengerutkan alisnya. Hana menghela napas berat, ia memberikan kertas itu pada Reno kemudian menarik Candra untuk berbicara menjauh dari Nadia.

Reno membaca surat itu, rahangnya mengeras, ia tahu betul apa akibatnya jika Maya tidak jadi melaksanakan pernikahan ini, perusahaan keluarga mereka akan hancur dan bangkrut. Ia mendengkus kesal bisa-bisanya Maya melakukan ini semua, padahal di awal ia menyetujuinya tanpa ada paksaan dan sekarang isi suratnya seolah-olah ia adalah korban keterpaksaan perjodohan ini. Reno menyimpan surat itu begitu melihat kedua orang tuanya kembali.

“Mbak, orang Mas Candra udah bergerak untuk mencari keberadaan Maya, Mbak tenang aja ya, sekarang kita fokus pada kesehatan Mas Harris.” Hana datang menenangkan Nadia mengambil alih posisi Reno.

“Benar Mbak, orang saya sudah ahli, mudahan cepat dapatkan kabarnya.” Candra menimpali dengan tenang.

“Tapi gimana dengan operasionalnya Can, perusahaan kita sudah diambang batas.” Nadia terdengar putus asa. “Satu-satunya cara adalah menikahkan Maya, tapi dia nggak mau dan pergi. Waktunya kurang dari dua bulan Hana, bagaimana kalau dia tidak ditemukan?” Nadia benar-benar frustrasi, ia terus menangis.

Hana hanya diam, ia juga tampak bingung bagaimana mengatasi masalah ini. Nadia menegakkan kepalanya, ia menatap Hana penuh harap. “Han, bagaimana kalau kita gantikan Maya dengan Marsha?” ucap Nadia, semua mata tertuju pada Nadia dengan kaget, terutama Reno. Darahnya berdesir, matanya nanar menatap Nadia tidak percaya. Bagaimana mungkin Marsha harus menggantikan posisi Maya, tidak mungkin Reno membiarkan itu terjadi.

“Tapi Marsha masih sekolah Mbak,” Hana masih belum yakin dengan ide Nadia.

“Bulan depan Marsha 18 tahun Han, secara hukum dia udah dewasa kan, sudah bisa menikah.” Nadia masih terus berharap dengan apa yang ia ucapkan memang benar apa adanya. Tidak ada hukum yang akan dilanggarnya.

Hana dan Candra saling tatap, mereka tidak begitu yakin mengingat Marsha masih bersekolah. Ia juga punya perasaan bagaimana dengan perasaannya, apakah dia mau? Dan bagaimana dengan keluarga calon suaminya, apakah mereka bersedia calon pengantinnya digantikan dengan Marsha,  pelajar sekolah.

Flashback Off

Tangan Reno mengelus lembut lengan Marsha yang kini melingkar diperutnya. Ia tidak ingin Marsha menggantikan Maya, ia juga tidak ingin membiarkan itu terjadi. Reno pun berniat akan memperjuangkan hubungannya dengan Marsha sebagai mana mestinya rencana mereka berdua diawal. Tapi bagaimana caranya?

***

Marsha berjalan cepat menyusuri setiap sudut rumahnya. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Maya. Ia kembali ke kamar Maya yang sudah ia datangi sebelumnya, masih terkunci.

Setengah berlari Marsha mencari asisten rumah tangganya di dapur, berharap ada jawaban atas kebingungannya beberapa hari ini. Ia kehilangan sosok Maya yang biasa mengisi kebisingan dirumah bersamanya.

“Bibi, Kak Maya kemana? Kenapa kamarnya dikunci?”

“Kata Ibu Non Maya pergi liburan. Kalau soal kamar Non Maya Ibu yang kunci Non, Bibi nggak tau apa-apa.”

Marsha mengeluarkan ponsel dari saku celananya, lalu menghubungi Nadia. Harris ternyata dirawat lebih lama dari perkiraan, membuat Nadia harus selalu dirumah sakit. Pulang hanya untuk sekedar mengganti pakaian, atau sesuatu yang penting lainnya.

“Oke Bi, terima kasih ya. Saya hubungi Mama aja.” pamit Marsha sambil meninggalkan assisten rumah tangganya.

“Ma, kakak kemana?” tanya Marsha begitu panggilannya terhubung, ia ingin menyamakan jawaban dengan asisten rumah tangganya, baru berlanjut menanyakannya lebih jelas pada Mamanya soal Maya.

Terdengar helaan napas berat dan panjang di ujung telepon, Marsha semakin mengerutkan alisnya. “Kakak kan pergi liburan sayang,”

Kini Marsha berusaha menahan amarahnya, “Papa lagi sakit kok bisa-bisanya kakak pergi liburan sih, Ma.” Marsha tidak habis pikir kenapa Nadia membiarkannya dan malah terlihat biasa saja.

“Yaa kan kakak pergi liburan dulu, baru Papa sakit.” jawab Nadia sekenanya, selagi masih diterima secara logis ia berharap Marsha tidak mencurigainya apalagi sampai mencari tahu lebih jauh.

“Ya, tetap dikasih tahu aja Ma. Biar pulang dulu gitu, kan nanti tinggal lanjut liburannya lagi. Ini juga nomornya nggak aktif dari kemarin, di sosmed juga. Kakak sebenarnya liburan kemana sih, Ma? Tiba-tiba menghilang.”

Nadia memegang dadanya, rasa sesaknya seketika kembali menyeruak. Entah dimana dan bagaimana Maya sekarang, sebagai Ibu sungguh ia merasakan khawatir yang luar biasa. Nadia hanya berharap Maya baik-baik saja dan bisa merasakan kebahagiaan yang sebenarnya, seperti apa yang diinginkan Maya dalam suratnya.

Nadia pun tetap bersikeras bahwa Maya memang sedang liburan dan akan segera diberitahukan, intinya tidak perlu memikirkannya sekarang, dia tidak tahu apa-apa. Begitulah yang dimasukkan dalam pikiran Marsha.

***

1
ione
Luar biasa
Komang Martini
lanjut
Komang Martini
bagus
Kha
Terima kasih buat yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya, mohon dukungannya yaa. Happy reading 💚
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!