Di tengah kekalutannya, Ayuna malah dipertemukan dengan seorang wanita bernama Lara yang ternyata tidak bisa mengandung karena penyakit yang tengah dideritanya saat ini.
Siapa sangka wanita yang telah ia tolong itu ternyata adalah penyelamat hidupnya sehingga Ayuna rela melakukan apapun demi sang malaikat penolong. Apapun, termasuk menjadi Ibu pengganti bagi Lara dan juga suaminya.
Ayuna pikir Lara dan Ibra sudah nenyetujui tentang hal ini, tapi ternyata tidak sama sekali. Ayuna justru mendapatkan kecaman dari Ibra yang tidak suka dengan kehadirannya di antara dirinya dan sang istri, ditambah lagi dengan kenyataan kalau ia akan memiliki buah hati bersama dengan Ayuna.
Ketidak akuran antara Ayuna dan Ibra membuat Lara risau karena takut kalau rencananya akan gagal total, sehingga membuat wanita itu rela melakukan apapun agar keinginannya bisa tercapai.
Lantas akankah rencana yang Lara kerahkan selama ini berhasil? Bisakah Ibra menerima kehadiran Ayuna sebagai Ibu pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 02
Pagi yang tenang dengan cuaca dan udara yang sangat sejuk membuat seorang wanita nampak memejamkan kedua netranya. Sebuah Ipad yang ada di atas pangkuannya kontan terabaikan begitu saja.
Meskipun sedang duduk di ruangan makan yang luas nan besar seorang diri, namun tak membuatnya mati kebosanan sama sekali. Bahkan sampai kedua kelopak matanya kembali terbuka.
Ini adalah kebiasaan baru yang telah Lara lakukan selama beberapa hari ke belakang. Kalau kata Lara, kalau ia sedang melakukan hal itu berarti ia sedang bersyukur karena masih bisa hidup.
"Oke, ayo lanjutin bacaan yang semalam." Kini perhatiannya tertuju pada benda berbentuk persegi panjang dengan layar datang itu. Jemarinya mulai menari di atas layar sana guna mencari sesuatu.
Bukan untuk menyelesaikan pekerjaannya, Lara hanya sedang membaca salah satu jurnal yang diunduhnya semalam. Lara juga terlihat membaca kalimat demi kalimat yang ada di sana dengan begitu fokus seolah takut ada satu kata yang terlewat.
"Good morning, istri cantikku." Lara hampir saja menjatuhkan Ipadnya sendiri saat mendapatkan sapaan dan juga kecupan selamat pagi di pipi kanannya. Ia hanya terlalu terkejut.
"Ih jahil banget deh." Rengekan itu malah membuat si pelaku yang tidak lain adalah suaminya sendiri terkekeh begitu puas.
"Lagi baca apa sih? Kok fokus banget gitu sampai nggak tau kalau aku datang." Bukannya duduk di kursi yang memang biasa ia duduki, Ibra malah tengah sibuk memeluk tubuh kurus Lara dari arah belakang.
Kehadiran Ibra di sana sebenarnya membuat Lara sedikit panik sehingga ia langsung mematikan layar dari benda itu, jangan sampai Ibra melihat apa yang sedang Lara baca sejak tadi.
"Kaya anak kecil ah kamu kepo-kepo gitu. Udah ah duduk sana, bentar lagi makanannya jadi." Tak ada penolakan yang Ibra berikan, kepalanya hanya mengangguk dengan patuh sebelum akhirnya berjalan menuju singgasananya.
Benar seperti yang telah Lara katakan sebelumnya. Tak lama setelah Ibra mendaratkan bokongnya di atas kursi yang empuk, beberapa orang pelayan datang dan siap menyajikan makanan untuk mereka berdua.
Untung saja tadi Lara bisa dengan cepat mematikan Ipad itu, kalau tidak bisa saja ia dan Ibra malah adu mulut di pagi yang indah ini.
Tadi itu Lara sedang membaca sebuah jurnal mengenai Ibu pengganti yang mana ia tidak ingin kalau Ibra mengetahuinya.
Memangnya kenapa Lara harus sampai membaca jurnal itu? Jawabannya tentu saja karena Lara membutuhkannya untuk lebih menyakinkan diri untuk menggunakan cara itu agar dirinya dan Ibra bisa memiliki keturunan.
Lara tidak bisa lagi mengandung untuk saat ini dan ke depannya. Jangankan mengandung, untuk bisa beraktivitas dengan normal saja sudah sangat sulit Lara lakukan saat ini. Dan Ibu pengganti adalah hal yang ingin sekali Lara coba.
"Sayang? Hey, masih pagi tapi kamunya udah ngelamun aja." Tubuh Lara tentu saja terlonjak karena mendapatkan sentuhan yang begitu mendadak dari Ibra.
Lihatlah, suaminya ini bahkan sampai rela harus berjalan ke arahnya hanya agar Lara tak lagi melamun dan mereka bisa mulai sarapan bersama.
"Makan dulu ya, setelah itu minum obat." Karena tidak ingin membuat Ibra menjadi curiga, Lara hanya mengangguk lalu mulai meraih sendok dan garpu miliknya sendiri.
Sama seperti hari biasanya, suasana ruang makan yang hanya diisi oleh dua orang itu terasa begitu sunyi. Yang terdengar hanyalah suara sendok dan garpu yang saling beradu dengan permukaan piring.
"Makasih, Mas." Lara tak lupa menyunggingkan senyuman terbaik yang ia miliki setelah menerima beberapa butir obat dari Ibra.
"Aku berangkat dulu ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin aku." Ada banyak sekali kecupan yang Lara dapatkan di sekujur wajahnya dari Ibra. Hal ini pun setiap harinya terjadi di rumah mereka.
"Hati-hati ya, Mas sayang." Senang sekali rasanya hati Ibra meskipun Lara hanya mengatakan kalimat ringan itu.
Tak adalagi yang terjadi selanjutnya karena Ibra sudah berangkat bersama dengan sekretaris pribadinya yang baru saja tiba beberapa waktu yang lalu.
Tinggallah Lara seorang diri di rumahnya yang begitu megah ini tanpa bisa melakukan kegiatan apapun dikarenakan fisiknya yang semakin melemah.
......................
"Aku bosan di rumah, Farah. Ayo kita jalan-jalan di taman." Suara buku yang tebal yang ditutup terdengar di ruangan yang sunyi ini, lalu setelahnya disusul oleh suara Lara yang sangat kentara kalau ia sedang merasa bosan.
"Kita jalan-jalannya di taman belakang saja, Nyonya. Tuan Ibra tentu tidak akan memberikan izin jika Nyonya ingin keluar dari rumah." Wajah Lara yang tadinya menampakkan senyuman lebar, kini malah menunjukkan raut sedih. Ia tidak suka kalau keinginannya dibantah.
"Ya jangan kasih tau Mas Ibra lah, gitu aja kok repot sih. Udah sana kamu minta Pak Marni buat siapin mobil, aku mau ganti pakaian dulu." Lara tahu dengan jelas kalau Farah pasti akan kembali menentang dirinya, jadi ia memilih untuk kabur saja. Kalau dengan cara ini sudah dijamin seratus persen kalau Farah pasti akan menyanggupinya.
Lantas bisa apa Farah selain menggelengkan kepalanya setelah melihat sang atasan pergi berlalu dari hadapannya. Mungkin setelah ini Farah akan mendapatkan amukan dari Ibra karena tak memberitahukan tentang rencananya Lara hari ini.
Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit dan sekarang Lara sudah siap dengan penampilan yang jauh lebih baik. Wajah pucatnya juga sudah ia poles dengan make up karena ia tidak ingin terlihat seperti wanita pesakitan, ya meskipun memang seperti itu kenyataannya.
Sesuai dengan apa yang Farah inginkan, mobil mewahnya berhenti pada salah satu taman yang tidak terlalu ramai karena ini memang bukan akhir pekan.
"Udah, kamu tunggu di sini aja nggak usah ikut sama aku. Cuma mau jalan-jalan sebentar kok, bukannya mau kabur." Bibir merah muda itu sempat berdecak dengan keras karena Farah yang enggan meninggalkannya seorang diri.
"Tapi Nyonya, saya ha—"
"Nggak apa-apa, Farah. Aku bisa sendiri kok, beneran deh." Setelah mengatakan hal itu, Lara bergegas pergi dari sana meninggalkan Farah yang lagi-lagi hanya bisa pasrah.
Untungnya siang ini tidak terlalu terik sehingga Lara bisa menikmati waktunya seorang diri dengan lebih nyaman.
Kalau sudah sendirian seperti ini, pasti kepala Lara sedang memikirkan banyak hal. Namun kali ini pikirannya hanya terfokus pada satu hal, yaitu Ibu pengganti.
Lara memang belum meberitahukan pada Ibra tentang rencananya yang satu ini karena ia pun yakin kalau suaminya itu pasti akan menolak dengan keras.
Tadinya Lara ingin meminta Ibra untuk menikah lagi agar suaminya itu bisa memiliki keturunan. Namun ternyata di keyakinan yang ia dan Ibra anut saat ini, seorang lelaki dilarang menikah dua kali. Apalagi kalau istrinya masih dinyatakan hidup.
Pilihan lainnya adalah mengadopsi anak dari panti asuhan, namun Lara tidak mau menggunakan cara yang seperti itu.
Lara hanya ingin anak yang berasal dari suaminya sendiri dan itu hanya bisa dilakukan dengan cara Ibra yang menikah lagi atau Ibu pengganti.
Karena pilihan yang pertama tak bisa direalisasikan, pilihan kedua pun Lara tak mau melakukannya. Maka tidak ada cara lain selain mencari Ibu pengganti untuk anaknya nanti.
Andai saja Lara tidak harus menerima takdir kalau saat ini dirinya tidak bisa mengandung karena penyakit kanker rahim yang sedang ia idap, pasti saat ini ia sudah bisa menimang seorang bayi kecil yang menggemaskan.
"Aduh!" Tubuh Lara tiba-tiba saja terjerembab ke atas jalanan taman yang tidak rata sama sekali.
Bukan. Lara bukannya tersandung batu atau apapun itu, melainkan kedua kakinya tiba-tiba saja melemah dengan sendirinya dan hal ini terjadi karena penyakit yang ia derita.
"Mbanya nggak apa-apa?" Saat Lara sedang berusaha bangkit, seorang gadis mendatanginya dengan wajah yang begitu panik.
"Mba bisa jalan nggak?" Pertanyaan itu Lara jawab dengan gelengan pelan karena kakinya benar-benar tidak bisa ia gerakkan sama sekali.
"Aduh maaf Mba, tapi saya juga nggak sanggup kalau gendong Mba." Bisa-bisa Lara malah dibuat salah fokus dengan wajah cantik dari gadis yang telah menolongnya ini.
Gadis ini seperti malaikat penolong yang Tuhan kirimkan untuk Lara di masa terpuruknya. Tidak hanya wajahnya saja yang begitu cantik dan manis, namun hatinya pun sangat cantik.
Lihat saja, sekarang ia nampak begitu panik sekaligus merasa bersalah karena tidak bisa memberikan pertolongan pada Lara yang masih terduduk di bawah sana. Lara jadi merasa terharu dibuatnya.
mampir jg dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/