Badai besar dalam keluarga Cokro terjadi karena Pramudya yang merupakan putra pertama dari keluarga Cokro Tidak sengaja menodai kekasih adiknya sendiri, yaitu Larasati.
Larasati yang sadar bahwa dirinya sudah tidak suci lagi kalut dan berusaha bunuh diri, namun di tengah usahanya untuk bunuh diri, ia di kejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya sedang hamil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuning dianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tidak mau
Suara tangis Laras memecah keheningan rumah megah itu, tangisnya tidak ada habisnya, menderu deru, seakan akan lara tak habis ia rasakan, seakan penyesalan bertumpuk tumpuk dalam dadanya dan mendesak desaknya, bahkan tangisnya semakin keras ketika kedua orang tuanya datang.
Semua orang berusaha untuk menenangkan Laras, dan satu jam kemudian barulah Laras mulai tenang, sepertinya tenaganya mulai habis.
Gadis itu terduduk lemas di pelukan ibunya, dengan wajah yang begitu sembab, dari raut wajahnya terlihat Laras begitu shock dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Semua orang bisa melihat tangisan yang tidak rela,
Tangisan yang penuh rasa tidak terima, bahwa dirinya sudah tidak lagi suci,
dan yang lebih mengerikan lagi, yang merenggut kesuciannya adalah kakak dari kekasihnya sendiri.
Baru tangis Laras terhenti, tiba tiba ia menangis kembali,
Wajah Elang memenuhi benaknya,
Suara Elang terdengar jelas di telinganya,
rasa bersalah menyeruak, mendesak desak.
Sementara di ruang tengah, dimana sofa sofa besar berwarna maroon di letakkan di tengah ruangan.
Laki laki yang biasanya terlihat tenang dan berwajah dingin itu kini duduk berlutut di depan kedua orang tuanya dan orang tua Laras.
Wajahnya tampak lesu, penuh kebingungan dan rasa bersalah.
Sesekali ia memejamkan matanya, karena tidak sanggup mendengar tangisan Laras yang sangat menyayat hati itu.
Tak ada satupun orang yang menyuruhnya untuk berlutut,
Namun hatinya menginginkan itu,
Ia merasa pantas untuk meminta pengampunan dari orang tuanya dan orang tua Laras.
" aku bahkan tidak tau apa yang harus kulakukan padamu." suara Cokro dalam, sudah pasti laki laki itu marah, namun melihat putra pertamanya itu berlutut dengan wajah yang sudah merah karena tamparan tamparan Cokro, hatinya semakin kacau.
Ia tau benar, Pram bukanlah anak kurang ajar semacam itu,
sejak kecil, Pram selalu berhati hati dengan langkahnya,
Ia bahkan selalu mengabaikan wanita wanita yang dengan sengaja mendekatinya.
Pastinya ada alasan besar kenapa hal memalukan ini sampai terjadi.
Putra tertuanya yang selalu patuh dan membanggakan sekarang tampak begitu menyedihkan dan tidak berdaya.
Ia mendidik Pram dengan kejam tidak untuk membuat Pram berlutut di hadapan siapapun termasuk dirinya.
" Semua hukuman dari papa akan saya terima," ujar Pramudya saat tangis Laras sudah mereda dan suasana hening.
Laki laki itu tidak berani mengangkat wajahnya sama sekali.
Cokro terdengar beberapa kali menghela nafas berat, dan memencet mencet pangkal hidungnya.
" Sebelum kau melakukan ini apa kau tidak berpikir?!" suara Cokro terdengar bergetar, benar benar menahan amarahnya.
" Saya bahkan tidak tau apa yang saya lakukan pa..
Sungguh.." ucap Pram dengan suara rendah dan penuh penyesalan.
" Saya tidak bermaksud apapun..
papa tau dengan benar..
Saya bukan orang tidak waras yang menyimpan maksud buruk pada kekasih adik saya sendiri..
Meski tidak dekat, namun saya mengenalnya sejak ia kecil,
Saya melihatnya tumbuh,
Apa menurut papa saya tega merusak hidupnya?
Masa depannya?
dan hubungannya dengan Elang?
hal itu terjadi di luar kesadaran saya.." jelas Pram dengan suaranya yang bergetar.
Penyesalannya tidak bisa ia ungkapkan, dadanya sesak akan perasaan bersalah.
" Saya tidak akan memohon pengampunan, karena apa yang telah saya lakukan adalah sebuah dosa besar dan tentu saja sudah mencoreng martabat keluarga..
papa boleh menghukum saya dengan cara apapun..
Saya bahkan akan menerima jika papa pada akhirnya mengusir dan mengeluarkan saya dari keluarga.." ujar pram membuat papanya tampak tertegun,
Cokro memang marah, malu dan kecewa,
Namun ia tidak pernah berpikir untuk mengeluarkan putra tertuanya itu dari keluarga.
kata kata Pram, membuat hati Cokro semakin carut marut.
Setelah lama terdiam,
Cokro mengalihkan pandangannya pada sekretarisnya yang sudah bekerja selama belasan tahun padanya.
Suryo, laki laki yang lebih muda dua tahun darinya,
Sekertaris sekaligus ayah dari Larasati, gadis kesayangan Cokro,
karena Cokro tidak memiliki satu orang pun anak perempuan.
Laras sering menyusul ayahnya ke kantor dan tiba tiba masuk ke ruangan Cokro saat masih kecil,
Bukannya marah, Cokro justru mendudukkan Laras di pangkuannya sembari bekerja.
" Aku tidak sanggup berpikir Suryo, kuserahkan Pram kepadamu,
rasanya aku tidak pantas mengambil keputusan atas hal ini, karena ini menyangkut masa depan putrimu..
Aku bahkan tidak tau hukuman apa yang pantas ia terima..
Sungguh..
aku tidak sanggup mendengar tangisan Laras Suryo,
Hatiku seperti di cabik cabik, meskipun ia bukan putri kandungku, tapi aku menyayanginya,
aku melihatnya tumbuh bersama putra putraku..
maafkan aku Suryo, karena tidak becus mendidik putraku,
Sehingga dia menyakiti putrimu,
Maafkan aku Suryo.." ujar Cokro dengan mata memerah dan berkaca kaca, ia begitu terpukul, ia mengalihkan pandangannya dari suryo lalu tertunduk.
Berbeda dengan Cokro yang wajahnya terlihat begitu kalut,
Suryo terlihat tegar dan tenang,
Terdengar helaan nafas yang panjang sebelum suryo akhirnya bicara pada Pram yang masih berlutut di hadapannya.
" Bangunlah Pram." ujar Suryo,
" tidak om.." jawab Pram tetap tertunduk, ia menolak untuk bangun.
" lalu sampai kapan kau mau berlutut?"
Pram terdiam, cukup lama,
" sampai papa dan om sudah menentukan hukuman apa yang pantas untuk saya.."
mendengar itu Suryo menghela nafas berat,
" Boleh kau ceritakan kejadiannya kepadaku Pram?"
Pram mengangguk,
" baiklah, katakan."
mendengar itu, Pram menceritakan segalanya sedari awal,
dan setelah mendengar apa yang di ceritakan Pram,
Cokro dan Suryo sontak saling menatap, dan setelah saling menatap lama keduanya kembali menatap Pram,
" apakah ada yang mengikutimu? Memotretmu atau semacamnya?" tanya Cokro pada putranya,
" Saya tidak tau pa, saya benar benar tidak tau.." jawab Pram tertunduk lebih dalam.
lama suasana menjadi hening, tak ada suara satupun yang terdengar, baik itu tangisan Laras yang sedang duduk di ujung ruangan dalam pelukan ibunya.
" Tidak ada yang bisa kita lakukan mas," ujar Suryo akhirnya,
" maksudmu?"
" sebagai orang tua sudah kewajiban kita untuk menikahkan mereka," semua yang ada di ruangan itu seketika membeku, tidak hanya Cokro dan istrinya, wajah Pram pun terlihat sangat jelas bahwa ia terkejut.
" Tidak!!" suara Laras tegas, sehingga semua orang menatapnya,
" ayah jahat! Bagaimana ayah bisa menyuruhku menikah dengan mas Pram!
yang kucintai itu Elang!
Bukan mas Pram!!" air mata meleleh deras di pipi Laras.
Pram memejamkan matanya, menahan rasa pedih di dadanya.
" Memang tidak mudah Laras, tapi ayah akan berdosa jika tidak menikahkan mu dengan Pram, karena Pram yang harus bertanggung jawab atas dirimu setelah apa yang kalian lakukan, entah itu sengaja atau tidak, sadar atau tidak, kenyataannya kalian sudah berhubungan."
" aku tidak mau ayah! Aku tidak mau! Huhuhuhu...!!" Laras menangis bahkan lebih keras dari tangisannya tadi, membuat semua orang yang berada di ruangan terdiam bingung dan merasa tidak berdaya dengan tangisan Laras yang pilu itu.
langsung main todong aja si bapak nih
apalagi bininya pake acara yg terencana hanya demi anak keduanya si Elang
heran sama modelan orang tua gini