Demi menjaga kehormatan keluarga, Chandra terpaksa mengambil keputusan yang tidak pernah terbayangkan: menikahi Shabiya, wanita yang seharusnya dijodohkan dengan kakaknya, Awan.
Perjodohan ini terpaksa batal setelah Awan ketahuan berselingkuh dengan Erika, kekasih Chandra sendiri, dan menghamili wanita itu.
Kehancuran hati Chandra membuatnya menerima pernikahan dengan Shabiya, meski awalnya ia tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Namun, perlahan-lahan, di balik keheningan dan ketenangan Shabiya, Chandra menemukan pesona yang berbeda. Shabiya bukan hanya wanita cantik, tetapi juga mandiri dan tenang, kualitas yang membuat Chandra semakin jatuh cinta.
Saat perasaan itu tumbuh, Chandra berubah—ia menjadi pria yang protektif dan posesif, bertekad untuk tidak kehilangan wanita yang kini menguasai hatinya.
Namun, di antara cinta yang mulai bersemi, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. Bisakah Chandra benar-benar melindungi cintanya kali ini, atau akankah luka-luka lama kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyurincho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Wedding Day
Di aula mewah hotel yang dipenuhi lampu kristal berkilauan, pernikahan berlangsung dengan kemegahan yang nyaris menyesakkan. Dekorasi berwarna putih dan emas mendominasi ruangan, dengan bunga lili putih dan mawar merah menghiasi setiap sudut, simbol kesucian yang bertentangan dengan kekacauan yang tersembunyi di dalam hati kedua mempelai. Di hadapan kerumunan para tamu yang penuh harap, Chandra dan Shabiya berdiri berdampingan, tampak seperti pasangan yang sempurna di mata semua orang. Namun, di antara mereka, atmosfer terasa tegang.
Chandra berdiri dengan tubuh tegap dan sorot mata yang tenang namun penuh perhitungan, seperti seorang pria yang tahu persis di mana letak setiap jebakan di ruangan itu. Jas hitamnya yang rapi, dengan dasi gelap yang dipilihnya dengan saksama, memancarkan kekuatan dan keanggunan yang dingin. Tapi dalam hatinya, ada gejolak yang sulit ia kendalikan, terutama saat pandangannya tertuju pada dua sosok yang berdiri tidak jauh dari altar—Awan dan Erika.
Awan tampak tersenyum kecil dengan ekspresi santai, sementara Erika berdiri di sampingnya dengan mata yang berkilat sinis, seolah menikmati setiap detik dari momen ini. Melihat mereka berdiri begitu dekat, tampak tenang dan puas, membuat darah Chandra mendidih. Ada kepahitan yang menggores hati Chandra, namun ia tetap menjaga wajahnya datar. Ini adalah momen Shabiya dan dirinya—tidak ada tempat untuk menunjukkan kelemahan.
Saat itu, pandangannya beralih ke Shabiya yang berdiri di sampingnya. Gaun putih yang membalut tubuh Shabiya berkilauan di bawah sinar lampu, memberikan kesan anggun dan rapuh, meskipun wajahnya yang tenang memperlihatkan ketegasan yang kuat. Bibirnya yang merah terlihat tanpa senyum, namun tatapannya teguh, hampir menantang, seperti ia tidak peduli apa yang orang pikirkan. Di balik ekspresi tenang itu, Chandra bisa merasakan kemarahan dan ketidakpercayaan yang sepadan dengan miliknya. Mereka mungkin sama-sama terpaksa, tetapi di momen ini, mereka berdua adalah sekutu dalam kepura-puraan.
Sang pengantin pria, meski jantungnya berdebar tak nyaman, memegang tangan Shabiya erat, meski tangannya dingin dan kaku. Keduanya bertukar sumpah dengan nada formal, seolah itu hanya kalimat tanpa makna yang harus diucapkan, bukan janji yang lahir dari hati.
Ketika upacara mencapai puncaknya, sang pendeta berkata dengan suara yang tenang namun jelas, "Dan sekarang, Anda boleh mencium pengantin Anda."
Chandra seketika merasa jantungnya berhenti sejenak. Untuk mencium Shabiya berarti menegaskan kebersamaan mereka, sesuatu yang belum tentu diinginkannya. Tangannya sedikit gemetar, tapi ia menutupinya dengan gerakan tenang, dan menarik napas panjang. Namun, saat ia melirik ke arah Awan dan Erika, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya semakin mendidih—Awan melipat tangannya sambil tersenyum mengejek, dan Erika berdiri dengan mata yang seolah-olah menantang, seperti berkata,'Kau tidak bisa menghindari ini, Chandra.'
Sejenak, Chandra ragu. Tapi melihat tatapan meremehkan itu, keputusan tiba-tiba muncul dalam benaknya. Ia tidak akan mundur. Tidak di depan mereka.
Ia menatap Shabiya, yang masih berdiri dengan tatapan tajam, nyaris tanpa ekspresi, tetapi ada kilatan kebingungan dan sedikit penantian dalam matanya. Perlahan, Chandra mendekat. Wajah mereka hanya beberapa inci terpisah, dan ia bisa merasakan kehangatan napas Shabiya yang lembut di wajahnya. Meskipun hatinya masih dipenuhi kemarahan dan kepedihan, Chandra mengulurkan tangannya, meraih wajah Shabiya dengan lembut namun tegas. Kemudian, dengan perlahan, ia menutup jarak di antara mereka.
Ciuman itu dimulai dengan keheningan, dingin dan penuh formalitas. Bibir mereka bersentuhan seolah menandakan ikatan kosong yang mereka buat demi kehormatan keluarga. Namun, dalam sekejap, ada sesuatu yang berubah. Kemarahan, rasa sakit, dan rasa frustrasi yang berbaur dalam hati mereka seolah menemukan pelampiasan dalam ciuman itu. Chandra memperdalam ciuman itu, seolah ingin menunjukkan pada Awan dan Erika bahwa ia tidak peduli dengan mereka, bahwa ia telah melangkah lebih jauh dari permainan mereka.
Namun, di balik amarah itu, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang tak terduga. Ciuman itu mulai terasa lebih dari sekadar formalitas, lebih dari sekadar pembuktian. Di balik ketegangan dan kemarahan, Chandra merasakan sesuatu yang aneh di dadanya, sesuatu yang tidak ia rencanakan. Shabiya pun tampak terkejut dengan intensitas ciuman itu, tapi ia tidak menghindar. Tatapan tajam yang biasa menghiasi wajahnya kini berubah, menyiratkan kebingungan dan kehangatan yang tiba-tiba mengisi ruang di antara mereka.
Saat akhirnya mereka melepaskan ciuman itu, mata mereka bertemu dalam keheningan yang dalam, masing-masing bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi. Di balik ekspresi dingin dan teguh, ada kebingungan yang tak terucap di mata mereka. Chandra menatap Shabiya dengan intensitas yang sulit dijelaskan, dan di sana, di dalam tatapan itu, ia melihat sesuatu yang lebih dari sekadar sekutu dalam pernikahan ini. Ada ketegangan dan rasa yang lebih dalam yang membuat Chandra merasa… gentar.
Kerumunan tamu bertepuk tangan, tetapi suara itu hanya terdengar samar di telinga Chandra. Baginya, yang ada hanyalah detak jantungnya yang semakin keras dan mata Shabiya yang masih menatapnya penuh tanda tanya. Chandra merasakan perasaan aneh yang menghantui dadanya—perasaan yang tak ingin ia akui, tapi sulit diabaikan.
Kemudian, dari sudut matanya, Chandra menangkap pandangan dari Awan dan Erika, yang masih berdiri di sudut ruangan. Ekspresi Awan yang sebelumnya santai kini berubah menjadi tatapan tajam penuh ironi, sementara Erika menatap Chandra dengan wajah yang tidak bisa disembunyikan lagi—cemburu.
Senyum tipis muncul di bibir Chandra. Ia tahu sekarang ia yang memegang kendali. Tapi di balik kemenangan kecil itu, ada perasaan yang mulai mengusik hatinya. Perasaan yang belum pernah ia alami sebelumnya, perasaan yang lebih dari sekadar balas dendam.
Saat itu, suara seorang tamu yang tak dikenal menginterupsi, membawa mereka kembali ke realitas. Tapi saat mereka berbalik, Shabiya berbisik pelan, nyaris tak terdengar, namun cukup bagi Chandra.
“Apa kau menikahiku hanya untuk membuktikan sesuatu pada mereka?”
Pertanyaan itu menghantam Chandra seperti pukulan yang tak terduga, membuatnya terdiam sesaat. Namun sebelum dia sempat menjawab, Shabiya telah berbalik dan melangkah meninggalkannya, meninggalkan perasaan aneh yang menggantung di udara, tak terjawab.
Dan Chandra hanya bisa menatap kepergiannya dengan hati yang semakin gelisah, bertanya-tanya pada dirinya sendiri: Apa yang sebenarnya dia inginkan dari pernikahan ini?
***