Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yuna
Langkah Han Zekki perlahan meninggalkan pasar setelah kejadian barusan. Pikirannya masih bergelut dengan rasa tidak puas. Bukan pada kultivator yang sudah ia kalahkan, tetapi pada sistem sekte-sekte besar yang terasa begitu… merusak.
Ia menarik napas panjang, memperhatikan sekitar sambil berjalan menyusuri jalanan berdebu desa kecil ini. Desa Qing, begitu tertulis di papan kayu yang sudah kusam. Suasana desa begitu sunyi, hanya terdengar beberapa suara tawa anak-anak di kejauhan. "Entahlah," gumamnya dalam hati, "mungkin ada harapan juga di dunia ini, kalau anak-anak kecil itu bisa tertawa di tengah kekacauan."
Namun, lamunannya segera buyar ketika terdengar suara gaduh tak jauh dari sana.
Di depan sana, di bawah pohon besar yang sudah mulai menggugurkan daunnya, seorang gadis muda tengah dikelilingi oleh tiga pria. Mereka semua mengenakan jubah khas Sekte Langit Timur. Wajah mereka penuh kesombongan dan mata mereka menatap gadis itu dengan pandangan yang... entah, Zekki benci melihatnya.
"Hei, kau pikir bisa menolak kami begitu saja?" Salah satu dari pria itu menatap gadis muda itu dengan seringai licik. Gadis itu—yang kemudian Zekki tahu bernama Yuna—mengerutkan alisnya, tetapi tidak mundur sedikit pun.
"Aku sudah bilang, aku tidak akan ikut campur urusan kotor kalian," jawab Yuna, suaranya dingin tapi tegas.
Zekki mengangkat sebelah alis. Keberanian gadis itu sedikit menarik perhatiannya. "Huh... mungkin dia bukan kultivator biasa," pikirnya, sambil berdiri di balik pohon dan mengamati dari kejauhan. Ia ingin tahu bagaimana situasinya akan berkembang. Terkadang, ada baiknya untuk menahan diri dan melihat bagaimana orang lain menyelesaikan masalah mereka.
Namun, pria yang berdiri paling depan semakin marah. Ia melangkah maju, menghunus pedangnya dengan gerakan yang serampangan. "Jangan sok kuat, Yuna. Kami bisa membawamu sekarang kalau kami mau!"
Zekki mendengus kecil, hampir tidak terdengar. "Ini lagi. Selalu pakai kekuatan untuk memaksa kehendak mereka," gumamnya. Mungkin ini saatnya untuk campur tangan, pikirnya. Lagipula, siapa tahu, mungkin gadis ini bisa jadi sekutu yang berguna. Tapi sebelum bergerak, ia melihat ekspresi Yuna yang tiba-tiba berubah tajam. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat tangannya ke arah pria-pria itu.
Seketika, sebuah cahaya lembut berwarna hijau muncul di telapak tangannya. Itu bukan serangan, tetapi lebih seperti... perlindungan. Cahaya itu melingkupi tubuhnya, seperti perisai tipis yang memancarkan aura damai. Melihat itu, pria-pria dari Sekte Langit Timur justru tertawa.
"Heh, kau pikir cahaya itu bisa melindungimu?" salah satu dari mereka mengejek sambil melangkah maju. "Jangan harap!"
Zekki hampir tertawa. "Konyol. Mereka bahkan tidak tahu apa yang sedang dihadapi," pikirnya sambil menggelengkan kepala. Setelah beberapa detik mempertimbangkan, akhirnya ia memutuskan untuk turun tangan. Langkahnya pelan, tapi sorot matanya tajam mengarah pada pria-pria itu.
"Hei," panggil Zekki, suaranya tidak keras, tapi penuh penekanan. "Kalian sepertinya tidak bisa membedakan mana urusan kalian, mana yang bukan."
Pria-pria itu menoleh, terkejut. Mereka melihat sosok Han Zekki yang sederhana, dengan pakaian lusuh dan tanpa aura kultivasi yang mencolok. Salah satu dari mereka, yang tampaknya paling tinggi di antara yang lain, mendengus. "Siapa kau, pengemis rendahan? Berani-beraninya bicara begitu pada kami!"
Zekki menatap mereka tanpa ekspresi. "Oh, pengemis, ya?" Dia nyaris tertawa mendengar ejekan itu. "Kalau begitu, anggap saja aku pengemis yang bosan melihat kalian pamer kekuatan di depan orang yang tidak berminat."
Pria itu tampak tersinggung, wajahnya memerah. Ia mengangkat pedangnya, mengarahkannya pada Zekki. "Kau mencari mati, ya?"
Zekki hanya mengangkat bahu. "Boleh saja kau coba, tapi aku rasa... kau mungkin akan menyesal."
Pria itu menerjang dengan cepat, mengayunkan pedangnya langsung ke arah Zekki. Dalam sekejap, Zekki menggerakkan jarinya, dan membuka celah kecil di udara—Void Slash dalam skala mini.
Dengan cepat, pedang pria itu terbelah dua tanpa ia sadari. Pria itu terkejut, melihat setengah pedangnya jatuh ke tanah, hancur berkeping-keping.
"Apa... apa yang kau lakukan?" Pria itu mundur beberapa langkah, wajahnya mulai pucat.
Zekki menghela napas, menatapnya dingin. "Aku? Tidak banyak. Hanya memberi sedikit pelajaran."
Melihat rekannya kalah, dua pria lainnya segera mundur, tatapan mereka ketakutan. Salah satu dari mereka berbisik, "Kita harus pergi dari sini. Orang ini... dia bukan kultivator biasa!"
Akhirnya, ketiganya melarikan diri tanpa menoleh ke belakang, meninggalkan Zekki dan Yuna di tengah jalan yang sekarang sepi.
Yuna, yang sedari tadi berdiri di belakang, menatap Zekki dengan tatapan ingin tahu. "Terima kasih," katanya, suaranya pelan tapi penuh rasa terima kasih. Namun, ada sedikit keraguan di matanya. "Aku belum pernah melihatmu di sekitar sini. Kau... bukan dari sekte besar, kan?"
Zekki hanya tersenyum kecil. "Bukan. Sekte besar bukan tempatku, kurasa."
Yuna mengangguk, seolah-olah mengerti. Ada rasa penasaran yang muncul di wajahnya, tapi ia menahannya. Sebagai gantinya, ia bertanya, "Kenapa kau membantu? Maksudku, tidak ada yang biasanya peduli di tempat ini."
Zekki menghela napas, lalu mengangkat bahu. "Entahlah, mungkin aku hanya bosan melihat ketidakadilan. Atau mungkin karena aku memang tidak suka melihat orang sok kuat menindas yang lemah."
Mendengar itu, Yuna tersenyum kecil. Ada secercah kehangatan dalam senyumannya yang sederhana. "Aku juga berpikir begitu," katanya pelan, nyaris seperti gumaman.
Beberapa saat mereka hanya berdiri di sana, dalam keheningan. Zekki sempat berpikir untuk pergi begitu saja, tapi sebelum ia sempat melangkah, Yuna berbicara lagi.
"Namaku Yuna," katanya dengan suara yang lebih ceria. "Aku... murid dari Sekte Langit Timur, meski kurasa mereka lebih banyak bikin masalah daripada membantu."
Zekki sedikit terkejut mendengar itu. Murid dari Sekte Langit Timur? Lalu kenapa dia bisa begitu berbeda dari murid-murid lain yang ia temui? "Namaku Han Zekki," jawabnya singkat, sambil mengangguk.
Mata Yuna sedikit membesar mendengar namanya. "Zekki... nama yang cukup unik."
Zekki hanya tertawa kecil. "Ya, mungkin begitu."
Mereka berdua terdiam lagi. Yuna tampak ingin bertanya sesuatu, tapi ragu. Sementara itu, Zekki melihat ekspresinya yang penuh kebingungan dan akhirnya memutuskan untuk memecah keheningan.
"Kenapa? Kau tampaknya ingin mengatakan sesuatu?" tanyanya sambil menatap Yuna dengan sedikit senyum.
Yuna akhirnya menghela napas, lalu berkata, "Aku hanya... penasaran. Kau punya kekuatan yang cukup besar, tapi kenapa berpakaian seperti itu dan tidak menunjukkan auramu? Kau bisa saja menjadi bagian dari sekte besar kalau mau, tapi..."
Zekki menatap langit sejenak, seolah mencari jawaban yang sulit dijelaskan. "Sekte besar bukanlah tujuan hidupku. Lagipula, kekuatan tanpa tujuan hanya akan menimbulkan masalah."
Yuna terdiam, mengangguk setuju. "Aku rasa kau benar." Pandangannya melembut, dan ada sedikit ketenangan dalam tatapan matanya. "Kau tahu, aku sering bertanya-tanya hal yang sama. Apa sebenarnya tujuan dari semua ini… kultivasi, kekuatan, dan... semua persaingan ini. Kadang, rasanya semua hanya membuang-buang waktu."
Zekki tersenyum tipis. "Aku juga pernah berpikir begitu. Tapi sekarang, aku tahu. Ada sesuatu yang lebih besar yang perlu kulakukan."
Yuna menatapnya, seolah ingin tahu lebih jauh, tapi ia tahu percuma bertanya. Ada sesuatu yang misterius dari pria ini, dan dia tidak akan membuka dirinya dengan mudah.
Setelah beberapa saat, Zekki melangkah pergi, tapi sebelum ia terlalu jauh, Yuna berseru, "Kalau suatu saat aku membutuhkan bantuanmu lagi... apakah kau akan ada di sini?"
Zekki berhenti, menoleh sedikit, senyum tipis di bibirnya. "Siapa tahu? Mungkin aku ada, mungkin juga tidak. Tapi kurasa, kau tidak butuh bantuan, Yuna. Kau cukup kuat untuk melindungi dirimu sendiri."
Dan dengan itu, Zekki melangkah pergi, meninggalkan Yuna yang masih berdiri, menatap punggungnya yang semakin jauh.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan