Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Tur Singkat
‘’Haa baiklah, aku akan tinggal. Tapi Kak, kau harus berjanji untuk tidak lupa mengabariku. Jangan sampai aku dengar dari burung camar kalau kau sudah jadi selebritas di kota.’’
Fort mengacak rambut adiknya itu dengan senyum lebar. ‘’Santai saja. Aku tidak akan lupa pada bajingan kecilku.’’
Peat menarik secarik kertas sambil mengembalikan pena dan buku cek ke Krismon. Ia kemudian menyerahkan cek itu pada Boss. ‘’Harga itu seharusnya sepadan untuk membeli Harta Karun Pulau ini.’’
Boss melotot ketika melihat angka yang tercantum di dalam kertas cek. ‘’Astaga, kau hanya membawa satu orang, tapi menebusnya sebanyak ini demi pulau kami? Kau memang seorang dewi. Kak Lisa pasti tidak akan tidur selama satu bulan.’’
Ia kemudian melirik Fort. ‘’Kak, sekarang statusmu naik menjadi properti pribadi seorang aktris terkenal.’’
Fort yang mendengarnya tersenyum sebelum mendorong kepala adiknya. ‘’Dasar bajingan. Pastikan kau mengurus toko dan tidak membuat kekacauan selama aku pergi.’’
‘’Tenang, serahkan semuanya padaku,’’ senyum Boss.
Krismon menghela nafas panjang. ‘’Akhirnya, satu masalah selesai. Sekarang kita pergi sebelum aku kehilangan akal sehatku sepenuhnya.’’
Ketiga orang itu pun menaiki kapal dan berlayar meninggalkan pulau.
Boss melambai dengan ekspresi pura-pura dramatis. ‘’Kak Fort! Jangan sampai kota besar membuatmu lupa cara tersenyum seperti orang gila!’’
Fort tertawa sambil melambaikan tangan. ‘’Tidak akan! Aku ini harta karun sejati, ingat?’’
Krismon mendesis sambil memutar bola matanya. ‘’Harta karun? Lebih mirip masalah besar.’’
......................
Begitu menginjakkan kaki di kota besar, Fort menatap gedung pencakar langit dan keramaian orang-orang di balik jendela mobil.
Krismon tersenyum sinis. ‘’Ini bukan hutan tropismu. Selamat datang di peradaban, Fort. Di sini, kami tidak hidup dari kelapa dan ikan. Ini kota besar, penuh kemewahan, dan jauh dari karakteristik pulau tropismu itu.’’
Fort berbalik menatapnya dengan senyum percaya diri. ‘’Hmm, kau benar. Tapi di pulau tropisku, kami punya sesuatu yang tidak dimiliki kota besar ini.’’
‘’Oh, ya? Apa itu?’’ tanya Krismon mengangkat alis, penasaran namun tetap waspada.
‘’Kami punya ketampanan alami dan hati yang jujur. Kau tahu, dua hal yang kelihatannya sulit ditemukan di sini,’’ senyum Fort.
Krismon membeku sejenak, lalu mendengus frustrasi. ‘’Astaga, aku lupa kau punya mulut yang tidak tahu malu!’’
......................
Setibanya di rumah, Fort terbelalak di depan pintu masuk mansion Peat, yang begitu besar dan megah hingga tampak seperti istana.
Fort menganga. ‘’Rumah ini... besar sekali. Apa Peat tinggal di sini bersama seluruh penduduk kota?’’
Krismon tersenyum remeh mendengarnya, dan berjalan melewatinya dengan gaya anggun, mengangkat dagu. ‘’Ini hanya rumah sederhana seorang aktris papan atas. Kau akan terbiasa. Ayo, masuk.’’
Fort masuk sambil menatap seluruh sisi dalam rumah seperti anak anjing.
Krismon menunjuk tangga melengkung yang megah. ‘’Ini adalah tangga menuju kamar pribadi Peat. Jangan pernah berpikir untuk naik tanpa izin.’’
‘’Ini ruang tamu. Tempat Peat menerima tamu penting. Jangan sentuh apapun, terutama chandelier itu!’’
“Itu ruang keluarga dan ini dapur. Keduanya berada di ruangan yang sama karena Peat tidak suka kelihatan langsung oleh tamu. Peat tidak pernah memasak, jadi jangan berharap melihatnya di sini. Tapi kau bisa mulai belajar memasak untuknya.’’
Krismon menunjuk papan jadwal yang penuh dengan catatan. ‘’Bangun jam 7 pagi untuk yoga, dilanjutkan dengan latihan vokal dan akting. Jam 9 ada rapat dengan manajer. Jam 11, ada latihan adegan. Dan ini baru sebelum makan siang.’’
Fort berhenti berjalan, menatap Krismon dengan bingung. ‘’Tapi kenapa kau memberitahuku semua ini?’’
‘’Itu persiapanmu sebagai pembantu di rumah ini. Kau hanya pria yang dibeli. Jadi jangan berharap menjadi tamu di sini.’’
Fort mendekat dengan ekspresi serius sejenak, sebelum tersenyum lebar dengan nada menggoda. ‘’Kau bicara begitu serius. Jangan-jangan... kau juga ingin aku melayanimu?’’
Krismon melompat mundur dengan ekspresi ngeri. ‘’Kau benar-benar gila! Aku tidak butuh apa pun darimu!’’
‘’Aku hanya bercanda. Aku akan memastikan Peat bahagia,’’ kikik Fort sambil menepuk bahu Krismon.
Krismon menghela napas panjang, mengipas wajahnya dengan tangan. ‘’Astaga, aku butuh terapi.’’